Kamis, 04 Juni 2015

Makalah profesi keguruan

BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Guru sebagai salah satu tenaga kependidikan memiliki tugas dan tanggung jawab yang besar. Tugas dan tanggung jawab tersebut lebih luas dari sekedar hanya membuat peserta didik menjadi tahu dan memahami bahan ajar yang diberikan, yaitu menjadikan peserta didik menjadi manusia terdidik yang memahami perannya sebagai manusia, sehingga bermanfaat bagi diri dan lingkungannya. Kinerja guru yang selama ini menjadi wacana dalam meningkatkan mutu Sumber Daya Manusia (SDM), telah menjadikan guru sebagai salah satu isu sentral mengenai pendidikan secara nasional. Persoalan guru adalah persoalan pendidikan, dan persoalan pendidikan adalah persoalan bangsa. Begitulah kira-kira kalangan praktisi pendidikan menggiring isu tentang guru dalam upaya meningkatkan profesionalime guru.
Guru merupakan unsur utama dalam keseluruhan proses pendidikan khususnya di tingkat institusional. Tanpa guru pendidikan hanya menjadi slogan muluk karena segala bentuk kebijakan dan program pada akhirnya akan ditentukan oleh kinerja pihak yang berada di garis terdepan yaitu guru (Surya, 2003:2).
Karena itu, untuk menjadikan pendidikan sebagai sebuah sektor pembangunan yang efektif.
Guru adalah faktor yang mutlak. Bukan saja jumlahnya yang harus mencukupi, melainkan mutunya juga harus baik, sebab jumlah dan mutu guru adalah unsur yang secara langsung ikut menentukan kekuatan sektor pendidikan. Dengan kata lain, kekuatan dan mutu pendidikan sesuatu negara dapat dinilai dengan mempergunakan faktor guru sebagai salah satu indeks utama. Itulah antara lain sebabnya mengapa guru faktor yang mutlak dalam pembangunan.
Pengalaman-pengalaman inilah yang seharusnya menjadi perhatian kebijakan pengembangan guru di Indonesia. Sayangnya selama ini kita menjadikan guru hanya sebagai bagian dari aparat pemerintah, yang melakukan tugas harus sesuai dengan birokrasi yang cenderung hirarkis. Akibatnya guru terkooptasi oleh birokrasi sehingga menghilangkan jati diri guru sebagai pendidik dan pembimbing di persekolahan.
Peran guru selama ini memang telah diperlakukan sebagai profesi tetapi perlakuan yang diberikan kepada guru tidak mencerminkan bahwa guru adalah profesi. Hal ini dapat dilihat dari berbagai penderitaan yang dialami guru dalam melaksanakan tugasnya. Profesi guru kurang dihargai sebagai tenaga profesional, padahal peran yang dimainkannya telah memenuhi syarat atau ciri-ciri sebagai tenaga professional.

B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas kita dapat menarik permasalahan yang ada antara lain:
1.      Apa yang dimaksud dengan profesi?
2.      Bagaimana syarat-syarat dari profesi keguruan?
3.      Apa yang dimaksud dengan kode etik suatu profesi?
4.      Apa yang perlu diperhatikan dalam pengembangan profesi?






C.   Tujuan
1.      Untuk mengetahui pengertian dari profesi agar dapat memberi manfaat, dalam hal ini peningkatan mutu pendidikan;
2.      Untuk mengetahui syarat-syatat dari profesi keguruan;
3.      Untuk mengetahui pengertin kode etik suatu profesi; dan
4.      Sebagai kajian untuk kaum muda guna pengembangan profesi.

D.   Manfaat
1.      Untuk Peserta Didik
a.         Sebagai acuan dalam meningkatkan eksistensinya dalam mengikuti kegiatan pembelajaran; dan
b.        Membentuk karakter diri pribadi dengan berbagai keterampilan dan kecakapan khusus sebagai bekal dirinya dalam menghadapi tantangan zaman.
2.      Untuk Dosen
a.         Meningkatkan eksistensinya agar dapat mendidik dan membina peserta didik; dan
b.        Sebagai motifasi bagi Dosen untuk para siswanya.
3.      Untuk Mahasiswa
a.         Mendukung dan berpartisipasi dalam kegiatan peningkatan mutu pendidikan; dan
b.        Sebagai acuan yang baik untuk meningkatkan pengetahuannya.




BAB II
ISI
A.    Sejarah Profesi kependidikan
Sejarah Perkembangan Profesi Keguruan Dalam bukunya Sejarah Pendidikan Indonesia, Nasution (1987) secara jelas melukiskan sejarah pendidikan di Indonesia terutama dalam zaman colonial belanda, termasuk juga sejarah profesi keguruan. Guru-guru yang pada mulanya diangkat dari                    orang-orang yang tidak di didik secara khusus menjadi guru, secara                 berangsur-angsur dilengkapi dan ditambah dengan guru-guru yang lolos dari sekolah guru (Kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852. Karena kebutuhan guru yang mendesak maka Pemerintah Hindia-Belanda mengangkat lima macam guru, yakni:
1.      Guru lulusan sekolah guru yang dianggap sebagai guru yang berwenang penuh
2.      Guru yang bukan lulusan sekolah guru, tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru
3.      Guru bantu, yakni yang lulus ujian guru bantu
4.      Guru yang dimagangkan kepada guru senior, yang merupakan calon guru
5.      Guru yang diangkat karena keadaan yang amat mendesak yang berasal dari warga yang pernah mengecap pendidikan. Tentu saja yang terakhir ini sangat beragam dari satu daerah dengan daerah lainnya.
Guru pernah mempunyai status yang sangat tinggi dalam manyarakat, mempunyai wibawa yang sangat tinggi, dan dianggap sebagai orang yang serba tahu dalam sejarah pendidikan guru di Indonesia. Peranan guru saat itu tidak hanya mendidik anak di depan kelas, tetapi mendidik masyarakat, tempat bagi masyarakat untuk bertanya, baik untuk memecahkan masalah pribadi ataupun masalah sosial. Namun, kewibawaan guru mulai memudar sejalan dengan kemajuan zaman, perkembangan ilmu dan tegnologi, dan kepedulian guru yang meningkat tentang imbalan atau balas jasa (Sanusi et al., 1991). Dalam era tegnologi yang maju sekarang, guru bukan lagi satu-satunya tempat bertanya dalam masyarakat. Pendidikan masyarakat mungkin lebih tinggi dari guru, dan kewibawaan guru berkurang antara lain karena ststus guru dianggap kalah gengsi dari jabatan lainnya yang mempunyai pendapatan yang lebih baik.
Walaupun sekolah guru telah dimulai dan kemudian juga didirikan sekolah normal, namun pada mulanya bila dilihat dari kurikulumnya dapat kita katakan hanya mementingkan pengetahuan yang akan diajarkan saja. Ke dalamnya belum dimasukkan secara khusus kurikulum ilmu mendidik dan psikologi. Sejalan dengan pendirian sekolah-sekolah yang lebih tinggi tingkatnya dari sekolah umum seperti Hollands Indlanse School (HIS), Meer Uitgebreid Lagere Onderwidjs (MULO), Hogere Burgeschool (HBS), dan Algemene Middelbare School (AMS) maka secara berangsur-angsur didirikan pula lembaga pendidikan guru atau kursus-kursus untuk mempersiapkan guru-gurunya, seperti Hogere Kweekschool (HKS) untuk guru HIS dan kursus Hoofdacta (HA) untuk calon kepala sekolah (Nasution, 1987).
Keadaan yang demikian berlanjut sampai zaman pendudukan jepang dan awal perang kemerdekaan walaupun dengan nama dan bentuk lembaga pendidikan guru yang disesuaikan dengan keadaan waktu itu. Selangkah demi selangkah pendidikan guru menigkatkan jenjang kualifikasi dan mutunya, sehingga saat ini kita hanya mempunyai lembaga pendidikan guru yang tunggal, yakni Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK).
Walaupun jabatan guru tidak harus disebut sebagai jabatan profesional penuh, statusnya mulai membaik. Di indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang mewadahi persatuan guru, dan juga mempunyai perwakilan di DPR/MPR. Apakah para wakil dan organisasi ini telah mewakili semua keinginan para guru, baik dari segi proesional ataupun kesejahteraan? Apakah guru betul-betul jabatan profesional, sehingga jabatan guru terlindungi, mempunyai otoritas tinggi dalam bidangnya, dihargai dan mempunyai status yang tinggi dalam masyarakat, semuanya akan tergantung kepada guru itu sendiri dan unjuk kerjanya, serta masyarakat dan pemerintah yang memakai atau mendapatkan layanan guru itu.

B.     Pengertian Profesi Keguruan
Istilah profesi dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk menunjukkan tentang pekerjaan seseorang. Seseorang yang bekerja sebagai dokter, dikatakan pekerjaannya sebagai dokter dan orang yang pekerjaannya mengajar dikatakan profesinya sebagai guru. Bahkan ada orang yang mengatakan bahwa professinya sebagai tukang batu, tukang parkir, pengamen, penyanyi, pedagang, dan sebagainya. Jadi istilah profesi dalam konteks ini sama artinya dengan pekerjaan atau tugas yang dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
Keragaman dalam memahami istilah profesi dalam kehidupan sehari-hari mengidentifikasikan perlunya suatu pengertian yang dapat menegaskan kriteria suatu pekerjaan sehingga dapat disebut sebagai suatu profesi. Artinya,tidak semua pekerjaan atau tugas yang dilakukan dapat disebut sebagai profesi.                   Pekerjaan-pekerjaan yang memenuhi kriteria-kriteria tertentu yang disebut sebagai suatu profesi.
Secara etimologi, istilah profesi berasal dari bahasa inggris yaitu profession atau bahasa Latin , profecus yang artinya mengakui, adanya pengakuan menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara Terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrument untuk melakukan perbuatan praktis, bukan pekerjaan manual (Danin,2002). Jadi suatu profesi harus memiliki tiga pilar pokok yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.
Menurut Anonim (2010), Profesi adalah pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer, teknik dan desainer. Menurut Ornstein dan Levine (1984) bahwa suatu pekerjaan atau jabatan dapat disebut profesi bila pekerjaan atau jabatan itu dilakukan dengan:
a.       Melayani masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak berganti-ganti pekerjaan).
b.      Memerlukan bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khayalak ramai (tidak setiap orang dapat melakukannya).
c.       Menggunakan hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan dari hasil penelitian).
d.      Memerlukan pelatihan khusus dengan waktu yang panjang
e.       Terkendali berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang ditentukan untuk dapat mendudukinya).
f.       Otonomi dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur olah orang lain)
g.      Menerima tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan tampilan unjuk kerjanya berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap apa yang diputuskannya tidak dipindahkan ke atasan atau instransi yang lebih tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku .
h.      Mempunyai komitmen terhadap jabatan dan klien dengan penekanan terhadap layanan yang akan diberikan .
i.        Menggunakan administrator untuk memudahkan profesinya, relatif bebas dari supervisi dalam jabatan (misalnya dokter memakai tenaga administrasi untuk mendata klien sementara tidak ada supervise dari luar terhadap pekerjaan dokter sendiri).
j.        Mempunyai organisasi yang diatur oleh anggota profesi sendiri.
k.      Mempunyai asosiasi profesi atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui keberhassilan anggotanya.
l.        Mempunyai kode etik untuk menjelaskan hal-hal yang meragukan atau menyaksikan yang berhubungan dengan layanan yang diberikan.
m.    Mempunyai kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap anggotanya.
n.      Mempunyai status social dan ekonomi yang tinggi (bila dibandingkan dengan jabatan lainnya).
Menelaah pengertian profesi tersebut, dapat dipahami bahwa profesi adalah pekerjaan atau jabatan khusus yang dibutuhkan untuk melayani masyarakat. Ciri-ciri utama suatu profesi menurut Sanusi, dkk (1991) adalah sebagai berikut:
a.       Suatu jabatan yang memiliki fungsi dan signifikansi sosial yang menentukan.
b.      Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian tertentu.
c.       Keterampilan/keahlian yang dituntut jabatan itu dapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode ilmiah.
d.      Jabatan itu berdasarkan pada batang tubuh disiplin ilmu yang jelas sistematis dan eksplisit,bukan habya sekedar pendapat khalayak umum.
e.       Jabatan itu memerlukan pendidikan tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
f.       Proses pendidikan untuk jabatan itu juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional itu sendiri
g.      Berperan teguh kode etik yang dikontrol oleh organisasi profesi.
h.      Dalam praktiknya melayani masyarakat anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang lain.
i.        Jabatan mempunyai prestasi yang tinggi dalam masyarakat.
Profesi kependidikan terdiri dari dua ranah, yaitu profesi pendidik dan profesi tenaga kependidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) merupakan dua jenis profesi atau dua jenis pekerjaan yang saling mengisi. Pendidik dengan derajat profesionalitas tingkat tinggi sekalipun nyaris tidak berdaya dalam bekerja, tanpa dukungan tenaga pendidik. Sebaliknya, tenaga kependidikan yang professional sekalipun tidak bisa berbuat apa-apa ,tanpa dukungan guru yang professional sebagai actor langsung didalam dan diluar kelas, termasuk dilaboratorium sekolah.
Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara.

C.     Syarat-syarat Profesi Keguruan
National Education Association (Sucipto,kosasi,& Abimanyu,1994) menyusun sejumlah syarat atau kriteria yang mesti ada dalam jabatan guru, yaitu: jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual, jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus, jabatan yang memerlukan kegiatan profisisonal yang lama, jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang bersinambungan, jabatan menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen, jabatan yang menentukan baku sendiri, jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keuntungan pribadi, dan jabatan yang mempunyai organisasi profesi yang kuat dan terjalin erat.
Khususnya untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah ada yang mencoba menyusun kriterianya. Misalnya National education Association (NEA) (1948) menyarankan kriteria berikut:
1.      Jabatan yang Melibatkan Kegiatan Intelektual  
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi kriteria ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi kegiatan intelektual. Lebih lanjut dapat diamati, bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan professional lainnya. Oleh sebab itu, mengajar seringkali disebut sebagai ibu dari segala profesi (Stinnet dan Huggett, 1963)
2.      Jabatan yang Menggeluti Batang Tubuh Ilmu yang Khusus
Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang memisahkan anggota mereka dari orang awam, dan memungkinkan mereka mengadakan pengawasan tentang jabatannya. Anggota-anggota suatu profesi menguasai bidang ilmu yang membangun keahlian meraka yang melindungi masayarakat dari penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik, dan kelompok tertentu yang ingin mencari keuntungan (misalnya orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang membuka praktek dokter). Namun, belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu khusus yang melatari pendidikan (education) atau keguruan (teaching) (Ornstein and Levin, 1984).
Terdapat berbagai pendapat tentang apakah mengajar memenuhi persyaratan kedua ini. Mereka yang bergerak dibidang pendidikan menyatakan bahwa mengajar telah mengembangkan secara jelas bidang khusus yang sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwenang. Sebaliknya, ada yang berpendapat bahwa mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu khusus yang dijabarkan secara ilmiah. Kelompok pertama percaya bahwa mrngajar adalah suatu sains, sementara kelompok kedua mengatakan bahwa mengajar adalah suatu kiat (art) (Stinnett dan Huggett, 1963). Namun, dalam karangan-karangan yang ditulis dalam Encyclopedia of Edication Research, misalnya tredapat bukti-bukti bahwa pekerjaan mengajar telah secara intensif mengembangkan batang tubuh ilmu khusus. Sebaliknya masih ada juga yang berpendapat bahwa ilmu pendidikan sedang dalam krisis identitas, batang tubuhnya tidak jelas, batas-batasnya kabur, strukturnya sebagai a body of knowledge samar-samar (Sanusi et al., 1991). Sementara itu ilmu pengetahuan tingkah laku (behavioral sciences), ilmu pengetahuan alam, dan bidang kesehatan dapat dibimbing langsung dengan peraturan dan prosedur yang ekstensif dan menggunakan metodologo yang jelas. Ilmu pendidikan kurang terdefinisi dengan baik. Disamping itu, ilmu yang terpakai dalam dunia nyata pengajaran masih banyak yang belum teruji validasinya dan disetujui sebagian besar ahlinya (Gideonse, 1982 dan Woodring, 1983).
3.      Jabatan yang Memerlukan Persiapan Latihan yang Lama
Yang membedakan jabatan professional dengan nonprofessional antara lain adalah dalam penyelesaian pendidikan melalui kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas/Institut atau melalui pengalam praktek dan pemegang atau campuran pemagangan dan kuliah. Yang pertama, yakni pendidikan melalui pendidikan perguruan tinggi disediakan untuk jabatan professional, sedangkan yang kedua, yakni pendidikan melalui pengalaman praktek dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah diperuntukkan untuk jabatan nonprofessional (Ornstein dan Levine, 1984). Tetapi jenis kedua ini tidak ada lagi di Indonesia. Anggota kelompok guru dan yang berwenang di departemen pendidikan dan kebudayaan berpendapat bahwa persiapan propesional yang cukup lama amat perlu untuk mendidik guru yang berwenang. Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi kurikulum perghuruan tinggi, yang terdiri dari pendidikan umum, profesional dan khusus, sekurang-kurangnya 4 tahun bagi guru pemula (S1 di LPTK), atau pendidikan persiapan propesional di LPTK paling kurang selama setahun setelah mendapat gelar akademik S1 diperguruan tinggi non-LPTK. Namun, sampai sekarang di Indonesia, ternyata masih banyak guru yang lama pendidikan mereka sangat singkat, malahan masih ada yang hanya seminggu, sehingga tentu saja kualitasnya masih sangat jauh untuk dapat memenuhi persyaratan yang kita harapkan.
4.      Jabatan yang Memerlukan Latihan dalam Jabatan yang Sinambung
Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat sebagai jabatan professional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan berbagai kegiatan latihan professional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit maupun tanoa kredit. Malahan pada saat sekarang bermacam-macam pendidikan profesional tambahan diikuti guru-guru dalam menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang telah ditetapkan. (Ingat Penyetaraan D-II untuk guru-guru SD, dan penyetaraan D-III untuk guru-guru SLTP, baik melalui tatap muka di LPTK tertentu maupun lewat pendidikan jarak jauh yang dikoordinasikan Universitass Terbuka )
5.      Jabatan yang Menjanjikan Karir Hidup dan Keanggotaan yang Permanen
Untuk kriteria ini tampaknya dapat dipenuhi jabatan guru di Indonesia sekarang ini. Hal ini disebabkan karena tidak begitu banyak guru yang pindah ke bidang lain, walaupun bukan berarti bahwa jabatan guru mempunyai pendapatan yang tinggi. Alasan ketidakpindahan tersebut mungkin karena lapangan kerja dan system pindah jabatan yang agak sulit.
6.      Jabatan yang Menentukan Baku (Standarnya) Sendiri
Pada setiap jabatan profesi, anggota kelompok dianggap sanggup untuk membuat keputusan professional berhubungan dengan iklim kerjanya. Para profesional biasanya membuat peraturan sendiri dalam daerah kompetensinya, kebiasaan dan tradisi yang berhubungan dengan pengawasan yang efektif tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal yang berhubungan dengan langganan. Standarisasi jabatan guru masih sangat banyak diatur oleh pihak pemerintah atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru tersebut, seperti yayasan pendidikan swasta, sehingga bakunya jabatan guru ini sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri.
7.      Jabatan yang Lebih Mementingkan Layanan Di Atas Keuntungan Pribadi
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan selalu berperan dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga Negara masa depan. Kebanyakan orang memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap baik oleh mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang kepuasan lahiriah.
8.      Jabatan yang Mempunyai Organisasi Profesional yang Kuat dan Terjalin Erat
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi profesi yang kuat untuk mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya. Dalam beberapa hal, jabatan guru telah memenuhi kriteria ini, dan dalam hal lain belum dapat dicapai. Di Indonasia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang merupakan wadah seluruh guru mulai pada jenjang Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Lanjutan Atas. Profesi keguruan tugas utamanya adalah melayani masyarakat dalam dunia pendidikan, sehingga profesionalisasi dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan segala daya dan usaha dalam rangka mencapai secara optimal layanan yang akan diberikan kepada masyarakat.
Lebih khusus Sanusi; dkk (1991) mengajukan enam asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan, yaitu:
1.      Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi, dan perasaan, dan dapat dikembangkan segala potensinya; sementara itu pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai kemanusiaan yang menghargai martabat manusia.
2.      Pendidikan dilakukan secara intensional, yakni secara sadar dan bertujuan, maka pendidikan menjadi normatif yang diikat pada norma-norma dan               nilai-nilai yang baik secara universal, nasional, maupun lokal, yang merupakan acuan para pendidik, peserta didik, dan pengelola pendidikan.
3.      Teori-teori pendidikan merupakan jawaban kerangka hipotesis dalam menjawab permasalahan pendidikan.
4.      Pendidikan bertolak pada asumsi pokok tentang manusia, yakni manusia mempunyai potensi yang baik untuk berkembang. Oleh sebab itu, pendidikan adalah usaha mengembangkan potensi unggul tersebut.
5.      Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya, yaitu situasi dimana terjadi dialog antara peserta didik dengan pendidik, yang memungkinkan peserta didik tumbuh kearah yang dikehendaki oleh pendidik dan selaras dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi masyarakat.
6.      Sering terjadi dilema antara tujuan utama pendidikan yakni menjadi manusia sebagai manusia yang baik dengan misi instrumental. Yakni yang merupakan alat untuk perubahan atau mencapai sesuatu.
Sedangkan Semiawan (1994) mengemukakan tingkat kemampuan profesional guru kedalam tiga kategori, yaitu:
1.      Tenaga professional; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan sekurang-kurangnya strata satu kependidikan atau sederajat yang memiliki kewenangan penuh dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengendalian pendidikan/pengajaran. Tenaga kependidikan yang termasuk kategori ini juga berwenang untuk membina tenaga kependidikan yang lebih rendah jenjang profesionaalnya. Misalnya guru senior membina guru yang lebih yunior.
2.      Tenaga semiprofessional; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan diploma tiga atau yang setara yang telah berwenang mengajar secara mandiri, tetapi masih harus melakukan konsultasi dengan tenaga kependidikan yang lebih tinggi jenjang profesionalnya, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, penilaian, maupun pengendalian pengajaran.
3.      Tenaga paraprofessional; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan diploma dua kebawah, yang memerlukan pembinaan dalam perencanaan, penilaian, dan pengendalian pengajaran.

D.    Jenis-Jenis Tenaga Pendidik
Profesi kependidikan sesungguhnya memiliki dua ranah besar, yakni pendidkan dan tenaga kependidikan. Penyandang profesi atau pemangku pekerjaan pendidik mencakup guru, dosen, konselor, pamong belajar, pamong, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan tenaga atau sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpatisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan yang berfungsi sebagai agen pembelajaran peserta didik. Pendidik dimaksud mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
1.      Guru bertugas dan bertanggungjawab sebagai pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melati, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2.      Dosen bertugas dan bertanggungjawab sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
3.      Konselor bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan konseling kepada peserta didik di suatu pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
4.      Pamong belajar bertugas dan bertanggungjawab menyuluh, membimbing, mengajar, melatih peserta didik, dan mengembangkan model program pembelajaran, dan pengelolaan, pembelajaran pada jalur pendidikan non formal.
5.      Pamong bertugas dan bertanggungjawab membimbing dan melatih anak usia dini pada kelompok bermain, penitipan anak dan bentuk lain yang sejenis.
6.      Widyaiswara bertugas dan bertanggungjawab mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik pada program pendidikan dan pelatihan prajabatan dan dalam jabatan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
7.      Tutor bertugas dan bertanggungjawab memberi bantuan belajar kepada peserta didik dalam proses pembelajaran jarak jauh atau pembelajaran tanpa muka pada suatu pendidikan jalur formal dan non formal.
8.      Instruktur bertugas dan bertanggungjawab memberikan pelatihan teknis kepada peserta didik pada kursu atau pelatihan.
9.      Fasilitator bertugas dan bertanggungjawab memberikan pelayanan pembelajaran pada lembaga pendidik dan pelatihan. 
Tenaga kependidikan mencakup pimpinan satuan pendidikan, penilik satuan pendidikan non formal, pengawas satuan pendidikan formal, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, tekhnisi sumber belajar, tenaga lapangan pendidikan, tenaga administrasi, psikolog, pekerja sosial, terapis, tenaga kebersihan sekolah, dan tenaga sebutan lain untuk petuas sejenis yang bekerja pada suatu pendidikan. Atas dasar itu, penyandang profesi atau pemangku pekerjaan tenaga pendidikan sebagaimana dimaksud mempunyai tugas dan tanggugjawab sebagai berikut.
1.      Pimpinan suatu pendidikan berugas dan bertanggungjawab mengelolah satuan pendidikan pada pendidikan formal atau non formal.
2.      Penilik bertugas dan bertanggungjawab melakukan pemantauan, penilaian, dan pembinaan pada suatu pendidikan non formal.
3.      Pengawas bertugas dan bertanggungjawab melakukan pemantauan, penilaian, dan pembinaan pada satuan pendidikan usia dini jalur formal, satuan pendidikan dasar dan satuan pendidikan menengah.
4.      Tenaga perpustakaan bertugas dan bertanggungjawab melaksanakan pengelolaan perpustakaan pada satuan pendidikan.
5.      Tenaga laboratorium bertanggungjawab membantu pendidik mengelolah kegiatan praktikum dilaboratorium satuan pendidikan.
6.      Tekhnisi sumber belajar bertugas dan bertanggungjawab mempersiapkan, merawat, memperbaiki sarana dan prasarana pembelajaran pada satuan pendidikan.
7.      Tenaga lapangan pendidikan bertugas dan bertanggungjawab melakukan pendataan, pemantauan, pembimbingan, dan pelaporan pelaksanaan non formal.
8.      Tenaga administrasi bertugas dan bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan administrasi pada satuan pendidikan.
9.      Psikolog bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan bantuan psikologis pedagogis pada peserta didik dan pendidik pada pendidikan khusus dan pendidikan anak usia dini.
10.  Pekerjaan sosial bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan bantuan sosiologis pedagogis pada peserta didik pada pendidikan khusus dan pendidikan anak usia dini.
11.  Terapis bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan bantuan fisiologis kinesiologis pada peserta didik pada pendidikan khusus dan pendidikan anak usia dini.
12.  Tenaga lapangan dikmas (TLD) yaitu tenaga pendidik non formal (PNF) yang berlatarbelakang pendidikan sarjana, berstatus sebagai tenaga kontrak yang diberi tugas membantu penilik dan kedudukan di kecamatan.
13.  Fasilitator desa, binaan intensif (FDI), yaitu tenaga kontrak berpendidikan sarjana yang bertugas di pedesaan (satu sarjana eksakta dan satunya lagi non eksakta), yang bertugas memberikan pelayanan PMF yang merata dan berkualitas, terutama bagi masyarakat yang bermukim di desa-desa dengan katagori terpencil dan tertinggal
14.  Tekhnisi tekhnologi informasi, yaitu tenaga yang memiliki keterampilan dan keahlian pada bidang tekhnologi dan informasi yang diberi tugas dan kewenanangan mengelolah tekhnologi informasi pada suatu lembaga satuan PMF.
15.  Pekerja sosial kependidikan bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan bantuan sosiologis pedagogis pada peserta didik dan pendidik pada pendidikan khusus dan PAUT.
16.  Tenaga kebersihan sekolah bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan kebersihan lingkungan sekolah.


BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
a.       Secara etimologi, istilah profesi berasal dari bahasa inggris yaitu profession atau bahasa latin, profecus yang artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi sebagai pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental; yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai instrumen untuk melakukan perbuataan praktis, bukan pekerjaan manual (Danin, 2002).
b.      Syarat-syarat profesi keguruan, yaitu; jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual, jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus, jabatan yang memerlukan professional yang lama (dibandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka), jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan, jabatan yang menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen, jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri, jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi, dan jabatan yang mempunyai organisasi profesi yang kuat dan terjalin erat.
c.       Nasution (1987) secara jelas melukiskan sejarah pendidikan di Indonesia terutama dalam zaman colonial belanda, termasuk juga sejarah profesi keguruan. Guru-guru yang pada mulanya diangkat dari orang-orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru, secara berangsur-angsur dilengkapi dan ditambah dengan guru-guru yang lolos dari sekolah guru (Kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852.
d.      Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.
e.       Pengembangan profesi keguruan meliputi kompetensi professional, keguruan dan pendidikan professional keguruan.
B.     Saran
Kritik dan saran yang membangun dari pembaca senantiasa kami (penyusun) tunggu agar penyusunan makalah ini lebih baik lagi sehingga mendekati sempurna.
  
DAFTAR PUSTAKA
Anonym. 2010. Profesi (online). http://biografinanni.blogspot.com/2010/11/konsep-dasar-profesi-guru.html, diakses tanggal 20  September 2011.
Anonym. 2010. Profesi (online). http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi, diakses tanggal 21 Februari 2010.
Soetjipto, Raflis Kosasi. 2007. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta. Samad, Sulaiman dan A. Razak Daruma. 2009. Profesi Keguruan. Makassar: Fakultas Ilmu Pendidikan UNM.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar