BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Guru sebagai salah satu tenaga kependidikan memiliki tugas
dan tanggung jawab yang besar. Tugas dan tanggung jawab tersebut lebih luas
dari sekedar hanya membuat peserta didik menjadi tahu dan memahami bahan ajar
yang diberikan, yaitu menjadikan peserta didik menjadi manusia terdidik yang
memahami perannya sebagai manusia, sehingga bermanfaat bagi diri dan
lingkungannya. Kinerja guru yang selama ini menjadi wacana dalam meningkatkan
mutu Sumber Daya Manusia (SDM), telah menjadikan guru sebagai salah satu isu
sentral mengenai pendidikan secara nasional. Persoalan guru adalah persoalan
pendidikan, dan persoalan pendidikan adalah persoalan bangsa. Begitulah
kira-kira kalangan praktisi pendidikan menggiring isu tentang guru dalam upaya
meningkatkan profesionalime guru.
Guru merupakan unsur utama dalam keseluruhan proses
pendidikan khususnya di tingkat institusional. Tanpa guru pendidikan hanya
menjadi slogan muluk karena segala bentuk kebijakan dan program pada akhirnya
akan ditentukan oleh kinerja pihak yang berada di garis terdepan yaitu guru
(Surya, 2003:2).
Karena itu, untuk menjadikan pendidikan sebagai sebuah sektor
pembangunan yang efektif.
Guru
adalah faktor yang mutlak. Bukan saja jumlahnya yang harus mencukupi, melainkan
mutunya juga harus baik, sebab jumlah dan mutu guru adalah unsur yang secara
langsung ikut menentukan kekuatan sektor pendidikan. Dengan kata lain, kekuatan
dan mutu pendidikan sesuatu negara dapat dinilai dengan mempergunakan faktor
guru sebagai salah satu indeks utama. Itulah antara lain sebabnya mengapa guru
faktor yang mutlak dalam pembangunan.
Pengalaman-pengalaman inilah yang seharusnya menjadi
perhatian kebijakan pengembangan guru di Indonesia. Sayangnya selama ini kita
menjadikan guru hanya sebagai bagian dari aparat pemerintah, yang melakukan
tugas harus sesuai dengan birokrasi yang cenderung hirarkis. Akibatnya guru
terkooptasi oleh birokrasi sehingga menghilangkan jati diri guru sebagai
pendidik dan pembimbing di persekolahan.
Peran guru selama ini memang telah diperlakukan
sebagai profesi tetapi perlakuan yang diberikan kepada guru tidak mencerminkan
bahwa guru adalah profesi. Hal ini dapat dilihat dari berbagai penderitaan yang
dialami guru dalam melaksanakan tugasnya. Profesi guru kurang dihargai sebagai
tenaga profesional, padahal peran yang dimainkannya telah memenuhi syarat atau
ciri-ciri sebagai tenaga professional.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di
atas kita dapat menarik permasalahan yang ada antara lain:
1. Apa yang
dimaksud dengan profesi?
2. Bagaimana
syarat-syarat dari profesi keguruan?
3. Apa yang
dimaksud dengan kode etik suatu profesi?
4. Apa yang
perlu diperhatikan dalam pengembangan profesi?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian dari profesi agar dapat
memberi manfaat, dalam hal ini peningkatan mutu pendidikan;
2.
Untuk mengetahui syarat-syatat dari profesi
keguruan;
3.
Untuk mengetahui pengertin kode etik suatu
profesi; dan
4.
Sebagai kajian untuk kaum muda guna pengembangan
profesi.
D. Manfaat
1. Untuk
Peserta Didik
a.
Sebagai acuan dalam meningkatkan
eksistensinya dalam mengikuti kegiatan pembelajaran; dan
b.
Membentuk karakter diri pribadi dengan
berbagai keterampilan dan kecakapan khusus sebagai bekal dirinya dalam
menghadapi tantangan zaman.
2. Untuk
Dosen
a.
Meningkatkan eksistensinya agar dapat
mendidik dan membina peserta didik; dan
b.
Sebagai motifasi bagi Dosen untuk para
siswanya.
3. Untuk
Mahasiswa
a.
Mendukung dan berpartisipasi dalam kegiatan
peningkatan mutu pendidikan; dan
b.
Sebagai acuan yang baik untuk
meningkatkan pengetahuannya.
BAB II
ISI
A.
Sejarah
Profesi kependidikan
Sejarah
Perkembangan Profesi Keguruan Dalam bukunya Sejarah Pendidikan Indonesia,
Nasution (1987) secara jelas melukiskan sejarah pendidikan di Indonesia
terutama dalam zaman colonial belanda, termasuk juga sejarah profesi keguruan.
Guru-guru yang pada mulanya diangkat dari orang-orang yang tidak di didik secara khusus
menjadi guru, secara berangsur-angsur dilengkapi dan ditambah
dengan guru-guru yang lolos dari sekolah guru (Kweekschool) yang pertama kali
didirikan di Solo tahun 1852. Karena kebutuhan guru yang mendesak maka
Pemerintah Hindia-Belanda mengangkat lima macam guru, yakni:
1. Guru lulusan sekolah guru yang dianggap
sebagai guru yang berwenang penuh
2. Guru yang bukan lulusan sekolah guru,
tetapi lulus ujian yang diadakan untuk menjadi guru
3. Guru bantu, yakni yang lulus ujian guru
bantu
4. Guru yang dimagangkan kepada guru senior,
yang merupakan calon guru
5. Guru yang diangkat karena keadaan yang
amat mendesak yang berasal dari warga yang pernah mengecap pendidikan. Tentu saja yang terakhir ini sangat
beragam dari satu daerah dengan daerah lainnya.
Guru pernah mempunyai status yang sangat tinggi
dalam manyarakat, mempunyai wibawa yang sangat tinggi, dan dianggap sebagai
orang yang serba tahu dalam sejarah pendidikan guru di Indonesia. Peranan guru
saat itu tidak hanya mendidik anak di depan kelas, tetapi mendidik masyarakat,
tempat bagi masyarakat untuk bertanya, baik untuk memecahkan masalah pribadi
ataupun masalah sosial. Namun, kewibawaan guru mulai memudar sejalan dengan
kemajuan zaman, perkembangan ilmu dan tegnologi, dan kepedulian guru yang
meningkat tentang imbalan atau balas jasa (Sanusi et al., 1991). Dalam era
tegnologi yang maju sekarang, guru bukan lagi satu-satunya tempat bertanya
dalam masyarakat. Pendidikan masyarakat mungkin lebih tinggi dari guru, dan
kewibawaan guru berkurang antara lain karena ststus guru dianggap kalah gengsi
dari jabatan lainnya yang mempunyai pendapatan yang lebih baik.
Walaupun
sekolah guru telah dimulai dan kemudian juga didirikan sekolah normal, namun
pada mulanya bila dilihat dari kurikulumnya dapat kita katakan hanya
mementingkan pengetahuan yang akan diajarkan saja. Ke dalamnya belum dimasukkan
secara khusus kurikulum ilmu mendidik dan psikologi. Sejalan dengan pendirian
sekolah-sekolah yang lebih tinggi tingkatnya dari sekolah umum seperti Hollands
Indlanse School (HIS), Meer Uitgebreid Lagere Onderwidjs (MULO), Hogere
Burgeschool (HBS), dan Algemene Middelbare School (AMS) maka secara
berangsur-angsur didirikan pula lembaga pendidikan guru atau kursus-kursus
untuk mempersiapkan guru-gurunya, seperti Hogere Kweekschool (HKS) untuk guru
HIS dan kursus Hoofdacta (HA) untuk calon kepala sekolah (Nasution, 1987).
Keadaan
yang demikian berlanjut sampai zaman pendudukan jepang dan awal perang
kemerdekaan walaupun dengan nama dan bentuk lembaga pendidikan guru yang disesuaikan
dengan keadaan waktu itu. Selangkah demi selangkah pendidikan guru menigkatkan
jenjang kualifikasi dan mutunya, sehingga saat ini kita hanya mempunyai lembaga
pendidikan guru yang tunggal, yakni Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan
(LPTK).
Walaupun
jabatan guru tidak harus disebut sebagai jabatan profesional penuh, statusnya
mulai membaik. Di indonesia telah ada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI)
yang mewadahi persatuan guru, dan juga mempunyai perwakilan di DPR/MPR. Apakah
para wakil dan organisasi ini telah mewakili semua keinginan para guru, baik
dari segi proesional ataupun kesejahteraan? Apakah guru betul-betul jabatan
profesional, sehingga jabatan guru terlindungi, mempunyai otoritas tinggi dalam
bidangnya, dihargai dan mempunyai status yang tinggi dalam masyarakat, semuanya
akan tergantung kepada guru itu sendiri dan unjuk kerjanya, serta masyarakat
dan pemerintah yang memakai atau mendapatkan layanan guru itu.
B. Pengertian Profesi Keguruan
Istilah
profesi dalam kehidupan sehari-hari digunakan untuk menunjukkan tentang
pekerjaan seseorang. Seseorang yang bekerja sebagai dokter, dikatakan
pekerjaannya sebagai dokter dan orang yang pekerjaannya mengajar dikatakan
profesinya sebagai guru. Bahkan ada orang yang mengatakan bahwa
professinya sebagai tukang batu, tukang parkir, pengamen, penyanyi, pedagang,
dan sebagainya. Jadi
istilah profesi dalam konteks ini sama artinya dengan pekerjaan atau tugas yang
dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari.
Keragaman
dalam memahami istilah profesi dalam kehidupan sehari-hari mengidentifikasikan
perlunya suatu pengertian yang dapat menegaskan kriteria suatu pekerjaan
sehingga dapat disebut sebagai suatu profesi. Artinya,tidak semua pekerjaan
atau tugas yang dilakukan dapat disebut sebagai profesi. Pekerjaan-pekerjaan yang memenuhi
kriteria-kriteria tertentu yang disebut sebagai suatu profesi.
Secara
etimologi, istilah profesi berasal dari bahasa inggris yaitu profession
atau bahasa Latin , profecus yang artinya mengakui, adanya pengakuan menyatakan
mampu, atau ahli dalam melakukan suatu pekerjaan. Sedangkan secara Terminologi,
profesi berarti suatu pekerjaan yang mempersyaratkan pendidikan tinggi bagi
pelakunya yang ditekankan pada pekerjaan mental yaitu adanya persyaratan
pengetahuan teoritis sebagai instrument untuk melakukan perbuatan praktis,
bukan pekerjaan manual (Danin,2002). Jadi suatu profesi harus memiliki tiga
pilar pokok yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik.
Menurut Anonim (2010), Profesi adalah pekerjaan yang
membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu
profesi biasanya memiliki asosiasi profesi, kode etik, serta proses sertifikasi
dan lisensi yang khusus untuk bidang profesi tersebut. Contoh profesi adalah
pada bidang hukum, kedokteran, keuangan, militer, teknik dan desainer. Menurut
Ornstein dan Levine (1984) bahwa suatu pekerjaan atau jabatan dapat disebut
profesi bila pekerjaan atau jabatan itu dilakukan dengan:
a. Melayani
masyarakat, merupakan karier yang akan dilaksanakan sepanjang hayat (tidak
berganti-ganti pekerjaan).
b. Memerlukan
bidang ilmu dan keterampilan tertentu di luar jangkauan khayalak ramai (tidak
setiap orang dapat melakukannya).
c. Menggunakan
hasil penelitian dan aplikasi dari teori ke praktek (teori baru dikembangkan
dari hasil penelitian).
d. Memerlukan
pelatihan khusus dengan waktu yang panjang
e. Terkendali
berdasarkan lisensi baku dan atau mempunyai persyaratan masuk (untuk menduduki
jabatan tersebut memerlukan izin tertentu atau ada persyaratan khusus yang
ditentukan untuk dapat mendudukinya).
f. Otonomi
dalam membuat keputusan tentang ruang lingkup kerja tertentu (tidak diatur olah
orang lain)
g. Menerima
tanggung jawab terhadap keputusan yang diambil dan tampilan unjuk kerjanya
berhubungan dengan layanan yang diberikan (langsung bertanggung jawab terhadap
apa yang diputuskannya tidak dipindahkan ke atasan atau instransi yang lebih
tinggi). Mempunyai sekumpulan unjuk kerja yang baku .
h. Mempunyai
komitmen terhadap jabatan dan klien dengan penekanan terhadap layanan yang akan
diberikan .
i.
Menggunakan administrator untuk memudahkan
profesinya, relatif bebas dari supervisi dalam jabatan (misalnya dokter memakai
tenaga administrasi untuk mendata klien sementara tidak ada supervise dari luar
terhadap pekerjaan dokter sendiri).
j.
Mempunyai organisasi yang diatur oleh
anggota profesi sendiri.
k. Mempunyai
asosiasi profesi atau kelompok ‘elit’ untuk mengetahui dan mengakui
keberhassilan anggotanya.
l.
Mempunyai kode etik untuk menjelaskan
hal-hal yang meragukan atau menyaksikan yang berhubungan dengan layanan yang
diberikan.
m. Mempunyai
kadar kepercayaan yang tinggi dari publik dan kepercayaan diri setiap
anggotanya.
n. Mempunyai status social dan ekonomi yang
tinggi (bila dibandingkan dengan jabatan lainnya).
Menelaah
pengertian profesi tersebut, dapat dipahami bahwa profesi adalah pekerjaan atau
jabatan khusus yang dibutuhkan untuk melayani masyarakat. Ciri-ciri utama suatu profesi
menurut Sanusi, dkk (1991) adalah sebagai berikut:
a. Suatu jabatan yang memiliki fungsi
dan signifikansi sosial yang menentukan.
b. Jabatan yang menuntut keterampilan/keahlian
tertentu.
c. Keterampilan/keahlian yang dituntut
jabatan itu dapat melalui pemecahan masalah dengan menggunakan teori dan metode
ilmiah.
d. Jabatan itu berdasarkan pada batang
tubuh disiplin ilmu yang jelas sistematis dan eksplisit,bukan habya sekedar
pendapat khalayak umum.
e. Jabatan itu memerlukan pendidikan
tingkat perguruan tinggi dengan waktu yang cukup lama.
f. Proses pendidikan untuk jabatan itu
juga merupakan aplikasi dan sosialisasi nilai-nilai professional itu sendiri
g. Berperan teguh kode etik yang
dikontrol oleh organisasi profesi.
h. Dalam praktiknya melayani masyarakat
anggota profesi otonom dan bebas dari campur tangan orang lain.
i.
Jabatan
mempunyai prestasi yang tinggi dalam masyarakat.
Profesi
kependidikan terdiri dari dua ranah, yaitu profesi pendidik dan profesi tenaga
kependidikan. Pendidik dan tenaga kependidikan (PTK) merupakan dua jenis
profesi atau dua jenis pekerjaan yang saling mengisi. Pendidik dengan derajat
profesionalitas tingkat tinggi sekalipun nyaris tidak berdaya dalam bekerja,
tanpa dukungan tenaga pendidik. Sebaliknya, tenaga kependidikan yang
professional sekalipun tidak bisa berbuat apa-apa ,tanpa dukungan guru yang
professional sebagai actor langsung didalam dan diluar kelas, termasuk
dilaboratorium sekolah.
Pendidik
adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor,
pamong belajar, widyaiswara.
C. Syarat-syarat Profesi Keguruan
National
Education Association (Sucipto,kosasi,&
Abimanyu,1994) menyusun sejumlah syarat atau kriteria yang mesti ada dalam
jabatan guru, yaitu: jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual, jabatan yang
menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus, jabatan yang memerlukan
kegiatan profisisonal yang lama, jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan
yang bersinambungan, jabatan menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang
permanen, jabatan yang menentukan baku sendiri, jabatan yang lebih mementingkan
layanan diatas keuntungan pribadi, dan jabatan yang mempunyai organisasi
profesi yang kuat dan terjalin erat.
Khususnya untuk jabatan guru, sebenarnya juga sudah
ada yang mencoba menyusun kriterianya. Misalnya National education Association
(NEA) (1948) menyarankan kriteria
berikut:
1. Jabatan
yang Melibatkan Kegiatan Intelektual
Jelas sekali bahwa jabatan guru memenuhi kriteria
ini, karena mengajar melibatkan upaya-upaya yang sifatnya sangat didominasi
kegiatan intelektual. Lebih lanjut dapat diamati, bahwa kegiatan-kegiatan yang
dilakukan anggota profesi ini adalah dasar bagi persiapan dari semua kegiatan
professional lainnya. Oleh sebab itu, mengajar seringkali disebut sebagai ibu
dari segala profesi (Stinnet dan Huggett, 1963)
2. Jabatan
yang Menggeluti Batang Tubuh Ilmu yang Khusus
Semua jabatan mempunyai monopoli pengetahuan yang
memisahkan anggota mereka dari orang awam, dan memungkinkan mereka mengadakan
pengawasan tentang jabatannya. Anggota-anggota suatu profesi menguasai bidang
ilmu yang membangun keahlian meraka yang melindungi masayarakat dari
penyalahgunaan, amatiran yang tidak terdidik, dan kelompok tertentu yang ingin
mencari keuntungan (misalnya orang-orang yang tidak bertanggung jawab yang
membuka praktek dokter). Namun, belum ada kesepakatan tentang bidang ilmu
khusus yang melatari pendidikan (education) atau keguruan (teaching) (Ornstein
and Levin, 1984).
Terdapat berbagai pendapat tentang apakah mengajar
memenuhi persyaratan kedua ini. Mereka yang bergerak dibidang pendidikan
menyatakan bahwa mengajar telah mengembangkan secara jelas bidang khusus yang
sangat penting dalam mempersiapkan guru yang berwenang. Sebaliknya, ada yang
berpendapat bahwa mengajar belum mempunyai batang tubuh ilmu khusus yang
dijabarkan secara ilmiah. Kelompok pertama percaya bahwa mrngajar adalah suatu
sains, sementara kelompok kedua mengatakan bahwa mengajar adalah suatu kiat
(art) (Stinnett dan Huggett, 1963). Namun, dalam karangan-karangan yang ditulis
dalam Encyclopedia of Edication Research, misalnya tredapat bukti-bukti bahwa
pekerjaan mengajar telah secara intensif mengembangkan batang tubuh ilmu
khusus. Sebaliknya masih ada juga yang berpendapat bahwa ilmu pendidikan sedang
dalam krisis identitas, batang tubuhnya tidak jelas, batas-batasnya kabur,
strukturnya sebagai a body of knowledge samar-samar (Sanusi et al., 1991).
Sementara itu ilmu pengetahuan tingkah laku (behavioral sciences), ilmu
pengetahuan alam, dan bidang kesehatan dapat dibimbing langsung dengan peraturan
dan prosedur yang ekstensif dan menggunakan metodologo yang jelas. Ilmu
pendidikan kurang terdefinisi dengan baik. Disamping itu, ilmu yang terpakai
dalam dunia nyata pengajaran masih banyak yang belum teruji validasinya dan
disetujui sebagian besar ahlinya (Gideonse, 1982 dan Woodring, 1983).
3. Jabatan
yang Memerlukan Persiapan Latihan yang Lama
Yang membedakan jabatan professional dengan
nonprofessional antara lain adalah dalam penyelesaian pendidikan melalui
kurikulum, yaitu ada yang diatur universitas/Institut atau melalui pengalam
praktek dan pemegang atau campuran pemagangan dan kuliah. Yang pertama, yakni
pendidikan melalui pendidikan perguruan tinggi disediakan untuk jabatan
professional, sedangkan yang kedua, yakni pendidikan melalui pengalaman praktek
dan pemagangan atau campuran pemagangan dan kuliah diperuntukkan untuk jabatan
nonprofessional (Ornstein dan Levine, 1984). Tetapi jenis kedua ini tidak ada
lagi di Indonesia. Anggota
kelompok guru dan yang berwenang di departemen pendidikan dan kebudayaan
berpendapat bahwa persiapan propesional yang cukup lama amat perlu untuk
mendidik guru yang berwenang. Konsep ini menjelaskan keharusan memenuhi
kurikulum perghuruan tinggi, yang terdiri dari pendidikan umum, profesional dan
khusus, sekurang-kurangnya 4 tahun bagi guru pemula (S1 di LPTK), atau
pendidikan persiapan propesional di LPTK paling kurang selama setahun setelah
mendapat gelar akademik S1 diperguruan tinggi non-LPTK. Namun, sampai sekarang
di Indonesia, ternyata masih banyak guru yang lama pendidikan mereka sangat
singkat, malahan masih ada yang hanya seminggu, sehingga tentu saja kualitasnya
masih sangat jauh untuk dapat memenuhi persyaratan yang kita harapkan.
4. Jabatan
yang Memerlukan Latihan dalam Jabatan yang Sinambung
Jabatan guru cenderung menunjukkan bukti yang kuat
sebagai jabatan professional, sebab hampir tiap tahun guru melakukan berbagai
kegiatan latihan professional, baik yang mendapatkan penghargaan kredit maupun
tanoa kredit. Malahan pada saat sekarang bermacam-macam pendidikan profesional
tambahan diikuti guru-guru dalam menyetarakan dirinya dengan kualifikasi yang
telah ditetapkan. (Ingat Penyetaraan D-II untuk guru-guru SD, dan penyetaraan
D-III untuk guru-guru SLTP, baik melalui tatap muka di LPTK tertentu maupun
lewat pendidikan jarak jauh yang dikoordinasikan Universitass Terbuka )
5. Jabatan
yang Menjanjikan Karir Hidup dan Keanggotaan yang Permanen
Untuk kriteria ini tampaknya dapat dipenuhi jabatan
guru di Indonesia sekarang ini. Hal ini disebabkan karena tidak begitu banyak
guru yang pindah ke bidang lain, walaupun bukan berarti bahwa jabatan guru
mempunyai pendapatan yang tinggi. Alasan ketidakpindahan tersebut mungkin
karena lapangan kerja dan system pindah jabatan yang agak sulit.
6. Jabatan
yang Menentukan Baku (Standarnya) Sendiri
Pada setiap jabatan profesi, anggota kelompok
dianggap sanggup untuk membuat keputusan professional berhubungan dengan iklim
kerjanya. Para profesional biasanya membuat peraturan sendiri dalam daerah
kompetensinya, kebiasaan dan tradisi yang berhubungan dengan pengawasan yang
efektif tentang hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan dan hal-hal yang
berhubungan dengan langganan. Standarisasi jabatan guru masih sangat banyak
diatur oleh pihak pemerintah atau pihak lain yang menggunakan tenaga guru
tersebut, seperti yayasan pendidikan swasta, sehingga bakunya jabatan guru ini
sering tidak diciptakan oleh anggota profesi sendiri.
7. Jabatan
yang Lebih Mementingkan Layanan Di Atas Keuntungan Pribadi
Jabatan mengajar adalah jabatan yang mempunyai nilai
yang tinggi, tidak perlu diragukan lagi. Guru yang baik akan selalu berperan
dalam mempengaruhi kehidupan yang lebih baik dari warga Negara masa depan.
Kebanyakan orang memilih jabatan ini berdasarkan apa yang dianggap baik oleh
mereka yakni mendapatkan kepuasan rohaniah ketimbang kepuasan lahiriah.
8. Jabatan
yang Mempunyai Organisasi Profesional yang Kuat dan Terjalin Erat
Semua profesi yang dikenal mempunyai organisasi
profesi yang kuat untuk mewadahi tujuan bersama dan melindungi anggotanya.
Dalam beberapa hal, jabatan guru telah memenuhi kriteria ini, dan dalam hal
lain belum dapat dicapai. Di Indonasia telah ada Persatuan Guru Republik
Indonesia (PGRI) yang merupakan wadah seluruh guru mulai pada jenjang Taman
Kanak-kanak sampai Sekolah Lanjutan Atas. Profesi keguruan tugas utamanya
adalah melayani masyarakat dalam dunia pendidikan, sehingga profesionalisasi
dalam bidang keguruan mengandung arti peningkatan segala daya dan usaha dalam
rangka mencapai secara optimal layanan yang akan diberikan kepada masyarakat.
Lebih khusus Sanusi; dkk (1991) mengajukan enam
asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan, yaitu:
1.
Subjek pendidikan adalah manusia yang
memiliki kemauan, pengetahuan, emosi, dan perasaan, dan dapat dikembangkan
segala potensinya; sementara itu pendidikan dilandasi oleh nilai-nilai
kemanusiaan yang menghargai martabat manusia.
2.
Pendidikan dilakukan secara intensional,
yakni secara sadar dan bertujuan, maka pendidikan menjadi normatif yang diikat
pada norma-norma dan nilai-nilai yang baik secara universal,
nasional, maupun lokal, yang merupakan acuan para pendidik, peserta didik, dan
pengelola pendidikan.
3.
Teori-teori pendidikan merupakan jawaban
kerangka hipotesis dalam menjawab permasalahan pendidikan.
4.
Pendidikan bertolak pada asumsi pokok
tentang manusia, yakni manusia mempunyai potensi yang baik untuk berkembang.
Oleh sebab itu, pendidikan adalah usaha mengembangkan potensi unggul tersebut.
5.
Inti pendidikan terjadi dalam prosesnya,
yaitu situasi dimana terjadi dialog antara peserta didik dengan pendidik, yang
memungkinkan peserta didik tumbuh kearah yang dikehendaki oleh pendidik dan
selaras dengan nilai-nilai yang dijunjung tinggi masyarakat.
6.
Sering terjadi dilema antara tujuan
utama pendidikan yakni menjadi manusia sebagai manusia yang baik dengan misi
instrumental. Yakni yang merupakan alat untuk perubahan atau mencapai sesuatu.
Sedangkan Semiawan (1994) mengemukakan tingkat
kemampuan profesional guru kedalam tiga kategori, yaitu:
1. Tenaga
professional; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan
sekurang-kurangnya strata satu kependidikan atau sederajat yang memiliki
kewenangan penuh dalam perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengendalian
pendidikan/pengajaran. Tenaga kependidikan yang termasuk kategori ini juga
berwenang untuk membina tenaga kependidikan yang lebih rendah jenjang
profesionaalnya. Misalnya guru senior membina guru yang lebih yunior.
2. Tenaga
semiprofessional; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan
tenaga kependidikan diploma tiga atau yang setara yang telah berwenang mengajar
secara mandiri, tetapi masih harus melakukan konsultasi dengan tenaga
kependidikan yang lebih tinggi jenjang profesionalnya, baik dalam hal
perencanaan, pelaksanaan, penilaian, maupun pengendalian pengajaran.
3. Tenaga
paraprofessional; merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan
tenaga kependidikan diploma dua kebawah, yang memerlukan pembinaan dalam
perencanaan, penilaian, dan pengendalian pengajaran.
D.
Jenis-Jenis
Tenaga Pendidik
Profesi kependidikan sesungguhnya memiliki dua ranah
besar, yakni pendidkan dan tenaga kependidikan. Penyandang profesi atau
pemangku pekerjaan pendidik mencakup guru, dosen, konselor, pamong belajar,
pamong, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator dan tenaga atau sebutan
lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpatisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan yang berfungsi sebagai agen pembelajaran peserta
didik. Pendidik dimaksud mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut:
1. Guru
bertugas dan bertanggungjawab sebagai pendidik professional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melati, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
2. Dosen
bertugas dan bertanggungjawab sebagai pendidik profesional dan ilmuwan dengan
tugas utama mentransformasikan, mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni melalui pendidikan, penelitian dan pengabdian
kepada masyarakat.
3. Konselor
bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan konseling kepada peserta didik
di suatu pendidikan pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan
pendidikan tinggi.
4. Pamong
belajar bertugas dan bertanggungjawab menyuluh, membimbing, mengajar, melatih
peserta didik, dan mengembangkan model program pembelajaran, dan pengelolaan,
pembelajaran pada jalur pendidikan non formal.
5. Pamong
bertugas dan bertanggungjawab membimbing dan melatih anak usia dini pada
kelompok bermain, penitipan anak dan bentuk lain yang sejenis.
6. Widyaiswara
bertugas dan bertanggungjawab mendidik, mengajar, dan melatih peserta didik
pada program pendidikan dan pelatihan prajabatan dan dalam jabatan yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
7. Tutor
bertugas dan bertanggungjawab memberi bantuan belajar kepada peserta didik
dalam proses pembelajaran jarak jauh atau pembelajaran tanpa muka pada suatu
pendidikan jalur formal dan non formal.
8. Instruktur
bertugas dan bertanggungjawab memberikan pelatihan teknis kepada peserta didik
pada kursu atau pelatihan.
9. Fasilitator
bertugas dan bertanggungjawab memberikan pelayanan pembelajaran pada lembaga
pendidik dan pelatihan.
Tenaga kependidikan mencakup pimpinan satuan
pendidikan, penilik satuan pendidikan non formal, pengawas satuan pendidikan
formal, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, tekhnisi sumber belajar,
tenaga lapangan pendidikan, tenaga administrasi, psikolog, pekerja sosial,
terapis, tenaga kebersihan sekolah, dan tenaga sebutan lain untuk petuas
sejenis yang bekerja pada suatu pendidikan. Atas dasar itu, penyandang profesi
atau pemangku pekerjaan tenaga pendidikan sebagaimana dimaksud mempunyai tugas
dan tanggugjawab sebagai berikut.
1. Pimpinan
suatu pendidikan berugas dan bertanggungjawab mengelolah satuan pendidikan pada
pendidikan formal atau non formal.
2. Penilik
bertugas dan bertanggungjawab melakukan pemantauan, penilaian, dan pembinaan
pada suatu pendidikan non formal.
3. Pengawas
bertugas dan bertanggungjawab melakukan pemantauan, penilaian, dan pembinaan
pada satuan pendidikan usia dini jalur formal, satuan pendidikan dasar dan
satuan pendidikan menengah.
4. Tenaga
perpustakaan bertugas dan bertanggungjawab melaksanakan pengelolaan
perpustakaan pada satuan pendidikan.
5. Tenaga
laboratorium bertanggungjawab membantu pendidik mengelolah kegiatan praktikum
dilaboratorium satuan pendidikan.
6. Tekhnisi
sumber belajar bertugas dan bertanggungjawab mempersiapkan, merawat,
memperbaiki sarana dan prasarana pembelajaran pada satuan pendidikan.
7. Tenaga
lapangan pendidikan bertugas dan bertanggungjawab melakukan pendataan,
pemantauan, pembimbingan, dan pelaporan pelaksanaan non formal.
8. Tenaga
administrasi bertugas dan bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan
administrasi pada satuan pendidikan.
9. Psikolog
bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan bantuan psikologis pedagogis
pada peserta didik dan pendidik pada pendidikan khusus dan pendidikan anak usia
dini.
10. Pekerjaan
sosial bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan bantuan sosiologis
pedagogis pada peserta didik pada pendidikan khusus dan pendidikan anak usia
dini.
11. Terapis
bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan bantuan fisiologis
kinesiologis pada peserta didik pada pendidikan khusus dan pendidikan anak usia
dini.
12. Tenaga
lapangan dikmas (TLD) yaitu tenaga pendidik non formal (PNF) yang
berlatarbelakang pendidikan sarjana, berstatus sebagai tenaga kontrak yang
diberi tugas membantu penilik dan kedudukan di kecamatan.
13. Fasilitator
desa, binaan intensif (FDI), yaitu tenaga kontrak berpendidikan sarjana yang
bertugas di pedesaan (satu sarjana eksakta dan satunya lagi non eksakta), yang
bertugas memberikan pelayanan PMF yang merata dan berkualitas, terutama bagi
masyarakat yang bermukim di desa-desa dengan katagori terpencil dan tertinggal
14. Tekhnisi
tekhnologi informasi, yaitu tenaga yang memiliki keterampilan dan keahlian pada
bidang tekhnologi dan informasi yang diberi tugas dan kewenanangan mengelolah
tekhnologi informasi pada suatu lembaga satuan PMF.
15. Pekerja
sosial kependidikan bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan bantuan
sosiologis pedagogis pada peserta didik dan pendidik pada pendidikan khusus dan
PAUT.
16. Tenaga
kebersihan sekolah bertugas dan bertanggungjawab memberikan layanan kebersihan
lingkungan sekolah.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
a.
Secara etimologi, istilah profesi
berasal dari bahasa inggris yaitu profession atau bahasa latin, profecus yang
artinya mengakui, adanya pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melakukan
suatu pekerjaan. Sedangkan secara terminologi, profesi berarti suatu pekerjaan
yang mempersyaratkan pendidikan tinggi sebagai pelakunya yang ditekankan pada
pekerjaan mental; yaitu adanya persyaratan pengetahuan teoritis sebagai
instrumen untuk melakukan perbuataan praktis, bukan pekerjaan manual (Danin, 2002).
b.
Syarat-syarat profesi keguruan, yaitu;
jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual, jabatan yang menggeluti suatu
batang tubuh ilmu yang khusus, jabatan yang memerlukan professional yang lama
(dibandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka), jabatan
yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan, jabatan yang
menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen, jabatan yang menentukan
baku (standarnya) sendiri, jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas
keuntungan pribadi, dan jabatan yang mempunyai organisasi profesi yang kuat dan
terjalin erat.
c.
Nasution (1987) secara jelas melukiskan
sejarah pendidikan di Indonesia terutama dalam zaman colonial belanda, termasuk
juga sejarah profesi keguruan. Guru-guru yang pada mulanya diangkat dari
orang-orang yang tidak dididik secara khusus menjadi guru, secara
berangsur-angsur dilengkapi dan ditambah dengan guru-guru yang lolos dari
sekolah guru (Kweekschool) yang pertama kali didirikan di Solo tahun 1852.
d.
Kode etik suatu profesi adalah
norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam
melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat.
e.
Pengembangan profesi keguruan meliputi
kompetensi professional, keguruan dan pendidikan professional keguruan.
B.
Saran
Kritik dan saran yang membangun dari pembaca
senantiasa kami (penyusun) tunggu agar penyusunan makalah ini lebih baik lagi
sehingga mendekati sempurna.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonym. 2010.
Profesi (online). http://biografinanni.blogspot.com/2010/11/konsep-dasar-profesi-guru.html, diakses tanggal 20
September 2011.
Anonym. 2010. Profesi (online). http://id.wikipedia.org/wiki/Profesi,
diakses tanggal 21 Februari 2010.
Soetjipto, Raflis Kosasi. 2007. Profesi Keguruan.
Jakarta: Rineka Cipta. Samad,
Sulaiman dan A. Razak Daruma. 2009. Profesi Keguruan. Makassar: Fakultas Ilmu
Pendidikan UNM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar