Senin, 08 Juni 2015

MAKALAH PROFESI KEGURUAN PENDIDIKAN ANAK LUAR BIASA DALAM PROFESI KEPENDIDIKAN


BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang
Dewasa ini peran lembaga pendidikan sangat menunjang tumbuh kembang anak dalam berolah sistem maupun cara bergaul dengan orang lain. Selain itu, lembaga pendidikan tidak hanya sebagai wahana untuk sistem bekal ilmu pengetahuan, namun juga sebagai lembaga yang dapat memberi skill atau bekal untuk hidup yang nanti di harapkan dapat bermanfaat didalam masyarakat.
Lembaga pendidikan tidak hanya ditunjukkan kepada anak yang memiliki kelengkapan fisik, tetapi juga kepada anak yang memiliki keterbelakangan mental. Mereka di anggap sosok yang tidak berdaya, sehingga perlu dibantu dan dikasihani untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu disediakan berbagai bentuk layanan pendidikan atau sekolah bagi mereka. Pada dasarnya pendidikan untuk berkebutuhan khusus sama dengan pendidikan anak-anak pada umumnya.
Disamping itu pendidikan luar biasa, tidak hanya bagi anak-anak yang berkebutuhan khusus, tetapi juga ditujukan kepada anak-anak normal pada umumnya. Pendidikan  adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembeajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan  masyarakat.
Pendidikan sebagai suatu kegiatan yang kompleks menuntut penanganan untuk meningkatkan kualitasnya, baik yang bersifat menyeluruh maupun pada beberapa komponen tertentu saja. Pendidikan Luar Biasa adalah merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses penbelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental sosial, tapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Pedidikan luar biasa merupakan salah satu komponen dalam salah satu system pemberian layanan yang kompleks dalam memebantu individu untuk mencapai potensinya secara maksimal.pendidikan luar biasa di ibaratkan sebagai sebuah kendaraan dimana siswa penyandang cacat,meskipun berada di sekolah umum, diberi garansi untuk mendapatkan pendidikan yang secara khusus di rancang untuk membantu mereka mencapai potensi yang maksimal. Pendidikan luar biasa tidak di batasi oleh tempat umum pemikiran kontemporer menyarankan bahwa layanan sebaiknya diberikan dilngkungan yang lebih alami dan normal yang sesuai dengan kebutuhan anak.individu-individu penyandag cacat hendaknya dipandang sebagai individu yang sama bukannya berbeda dari teman–teman sebaya lainnya dan yang harus di ingat bahwa pandanglah mereka sebagai  pribadi bukan kecacatannya.
Maka dari itu, kami membuat makalah ini sebagai penunjang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan yang terkhusus ke “Pendidikan Anak Luar Biasa dalam Profesi Kependidikan”.

B.       Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang yang telah dikemukakan pada bagian sebelumnya, maka dapat ditarik beberapa rumusan masalah yakni sebagai berikut:
1.      Apakah yang dimaksud dengan anak luar biasa?
2.      Bagaimana konsep dasar ortopedagogik?
3.      Apa landasan dan bagaimana perkembangan pendidikan anak luar biasa?
4.      Bagaimanakah kecenderungan baru pendidikan anak luar biasa?

C.      Tujuan Penulisan
Berdasarkan beberapa rumusan masalah yang diajukan oleh penulis dalam bagian sebelumnya, maka dapat diperoleh tujuan penulisan dari makalah ini, yakni sebagai berikut:
1.        Untuk mengetahui tentang anak luar biasa.
2.        Untuk mengetahui konsep dasar ortopedagogik.
3.        Untuk mengetahui landasan dan perkembangan pendidikan anak luar biasa.
4.        Untuk mengetahui kecenderungan baru pendidikan anak luar biasa.

D.      Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang dapat  diperoleh dari penulisan makalah ini ialah sebagai berikut:
1.    Mahasiswa dapat mengetahui mengenai:
a.       Anak luar biasa.
b.      Konsep dasar ortopedagogik.
c.       Landasan dan perkembangan pendidikan anak luar biasa.
d.      Kecenderungan baru pendidikan anak luar biasa.
2.    Pembaca dapat mengetahui hal yang serupa dengan mahasiswa guna meningkatkan.
3.    Sebagai bahan referensi makalah Profesi Keguruan untuk dosen maupun mahasiswa lain tentang pendidikan anak luar biasa dalam profesi kependidikan.




BAB II
PEMBAHASAN

A.      Mengenal Anak Luar Biasa
1.      Pengertian Anak Luar Biasa
Ada tiga pengertian tentang anak luar biasa yang sering membingunkan, yaitu : (a) pengertian tentang anak cacat atau anak yang menyandang ketunaan (handicapped children), (b) pengertian tentang anak luar biasa atau anak berkelainan (exceptional children), dan (c) pengertian anak berkebutuhan khusus (children with special need).
Kirk dan Gallager (1979) mengemukakan defenisi anak luar biasa sebagai anak yang menyimpan dari rata-rata normal dalam ; karakteristik mental, kemampuan sensoris, karakteristik neurotic atau fisik, perilaku social atau kemampuan berkomunikasi, dan gangguan dari variable tersebut (campuran dari hal tersebut). Bertolak dari defenisi yang dikemukakan oleh Kirk dan Gallager dapat simpulkan bahwa meskipun anak memiliki penyimpangan, anak tersebut tidak dapat digolongkan anak luar biasa/berkelainan atau anak berkebutuhan khusus (children with special need) jika tidak memerlukan pelayanan pendidikan khusus atau pendidikan luar biasa untuk mengembangkan kapasitas (potensinya) secara optimum.
2.      Klasifikasi Anak Luar Biasa
Tujuan dilakukan klasifikasi anak luar biasa bukan untuk memisahkan mereka dari anak normal tetapi hanya untuk keperluan pembelajaran. Untuk keperluan pembelajaran Kirk dan Gallager (1979) mengklasifikasikan anak luar biasa ke dalam lima kelompok yaitu :
a.       Kelainan mental, meliputi anak-anak yang memiliki kapasitas intelektual luar biasa tinggi (intellectually superior) dan lambing dalam belajar (mental retarded).
b.      Kelainan sensorik, meliputi anak-anak dengan kerusakan pendengaran dan kerusakan penglihatan.
c.       Gangguan komunikasi, meliputi anak-anak dengan kesulitan belajar dan gangguan dalam bicara dan bahasa.
d.      Gangguan perilaku, meliputi gangguan emosional dan ketidaksesuaian perilaku social atau tunalaras.
e.       Tuna ganda atau cacat berat, meliputi macam-macam kombinasi kecacatan seperti celebral palsy dengan tunagrahita, tunanetra dengan tunagrahita dang sebagainya.
Klasifikasi lain untuk keperluan pembelajaran anak luar biasa dikemukakan oleh Dembo (1981) seperti berikut :
a.       Tunagrahita / mental retardation
b.      Berkesulitan belajar / learning disabilities
c.       Gangguan perilaku atau gangguan emosi / behavior disorder
d.      Gangguan bicara dan bahasa
e.       Gangguan pendengaran dan penglihatan
f.       Kerusakan fisik dan gangguan kesehatan
g.      Cacat berat atau cacat ganda
h.      Berkecerdasan luar biasa tinggi atau berbakat
Adapun secara umum berdasarkan penyandang ketunaan, kelainan anak luar biasa diklasifikasikan sebagai berikut:
a.       Tuna netra
Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision. Definisi Tunanetra menurut Kaufman & Hallahan adalah individu yang memiliki lemah penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki penglihatan. Karena tunanetra memiliki keterbataan dalam indra penglihatan maka proses pembelajaran menekankan pada alat indra yang lain yaitu indra peraba dan indra pendengaran. Oleh karena itu prinsip yang harus diperhatikan dalam memberikan pengajaran kepada individu tunanetra adalah media yang digunakan harus bersifat taktual dan bersuara, contohnya adalah penggunaan tulisan braille, gambar timbul, benda model dan benda nyata. sedangkan media yang bersuara adalah tape recorder dan peranti lunak JAWS. Untuk membantu tunanetra beraktivitas di sekolah luar biasa mereka belajar mengenai Orientasi dan Mobilitas. Orientasi dan Mobilitas diantaranya mempelajari bagaimana tunanetra mengetahui tempat dan arah serta bagaimana menggunakan tongkat putih (tongkat khusus tunanetra yang terbuat dari alumunium)
b.      Tuna rungu/wicara
Tunarungu adalah individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik permanen maupun tidak permanen. Klasifikasi tunarungu berdasarkan tingkat gangguan pendengaran adalah:
1.     Gangguan pendengaran sangat ringan(27-40dB),
2.     Gangguan pendengaran ringan(41-55dB),
3.     Gangguan pendengaran sedang(56-70dB),
4.     Gangguan pendengaran berat(71-90dB),
5.     Gangguan pendengaran ekstrem/tuli(di atas 91dB).
Karena memiliki hambatan dalam pendengaran individu tunarungu memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara. Cara berkomunikasi dengan individu menggunakanbahasa isyarat, untuk abjad jari telah dipatenkan secara internasional sedangkan untuk isyarat bahasa berbeda-beda di setiap negara. saat ini dibeberapa sekolah sedang dikembangkan komunikasi total yaitu cara berkomunikasi dengan melibatkan bahasa verbal, bahasa isyarat dan bahasa tubuh. Individu tunarungu cenderung kesulitan dalam memahami konsep dari sesuatu yang abstrak.
c.       Tuna daksa
Tunadaksa adalah individu yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan, sakit atau akibat kecelakaan, termasuk celebral palsy, amputasi, polio, dan lumpuh. Tingkat gangguan pada tunadaksa adalah ringan yaitu memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas fisik tetap masih dapat ditingkatkan melalui terapi, sedang yaitu memilki keterbatasan motorik dan mengalami gangguan koordinasi sensorik, berat yaitu memiliki keterbatasan total dalam gerakan fisik dan tidak mampu mengontrol gerakan fisik.
d.      Tuna grahita
Tunagrahita adalah individu yang memiliki intelegensi yang signifikan berada dibawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi prilaku yang muncul dalam masa perkembangan. klasifikasi tunagrahita berdasarkan pada tingkatan IQ.
1.     Tunagrahita ringan (IQ : 51-70),
2.     Tunagrahita sedang (IQ : 36-51),
3.     Tunagrahita berat (IQ : 20-35),
4.     Tunagrahita sangat berat (IQ dibawah 20).
Pembelajaran bagi individu tunagrahita lebih di titik beratkan pada kemampuan bina diri dan sosialisasi.
e.       Tuna Laras
Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar
Selanjutnya diuraikan mengenai sebab-sebab keluarbiasaan yang terjadi pada anak tersebut. Berdasarkan waktu kejadiannya, keluarbiasaan dapat terjadi saat prenatal natal dan post natal, sebagai berikut:
Jenis keluar biasaan
Prenatal
Natal
Post Natal
Tuna netra
Infeksi maternal, (ibu hamil terserang penyakit rubella atau campak german)
Si ibu hamil menderita penyakit Gonnorhoe, sehingga ketika si anak lahir matanya tercemari kuman Nisseria Gonnorhoe.
Penyakit infeksi seperti Trahoma, Conyungtivitis, Retino Blastoma, Pertusis.
Defisiensi Vitamin A yang menyebabkan Xeroph-talmia.
Trauma Cavitis yang tepat mengenai syaraf penglihatan, atau trauma langsung yang membuat mata menjadi buta
Tuna rungu wicara
Infeksi maternal, yaitu si ibu hamil terserang penyakit rubella.
Faktor keturunan, prematurity dan Rh incompatibality
Proses kelahiran yang tidak spontan (lahir dengan bantuan alat misalnya forceps atau tang)
Penyakit infeksi seperti meningitis, otitis media
Tuna daksa
(Cerebral Palsy)
Infeksi rubella pada saat ibu hamil.
Translokasi khromosom yang terjadi saat konsepsi.
Keracunan obat-obatan.
Kelahiran yang terlalu lama, sehingga kepala anak terjepit di jalan lahir.
Lahir dengan bantuan alat seperti forceps.
Anoxia.
Penyakit infeksi seperti meningitis, enchepalitis atau meningoenchepalitis.
Trauma Cavitis.
Sedangkan Poliomyelitis disebabkan oleh virus polio. Sementara itu Disthropia Musculorum Progressiva diduga karena adanya gangguan metabolisme.
Tuna grahita
Infeksi rubella ketika ibu hamil.
Trauma waktu mengandung.
Proses pembuahan yang kurang sempurna
Kelahiran dengan bantuan tang.
Kekurangan oksigen.
Kelahiran yang terlalu lama
Prematuritas.
Penyakit meningitis, encephalitis.
Cedera di kepala.
Keracunan logam timbal.




B.       Konsep Dasar Ortopedagogik
1.      Pengertian dan Jenis Ortopedagogik
Secara etimologis Ortopedagogik berasal dari bahasa Yunani, terdiri dari tiga buah kata, yaitu pertama kata orto, yang berasal dari kata orthos yang berarti lurus, baik, atau sehat. Kata kedua peda yang berasal dari kata paeda yang berarti anak; dan yang ketiga agogik yang berasal dari kata agogos yang berarti pendidikan. Jadi, ortopedagogik dapat diratikan sebagai ilmu pengetahuan yang membahas pendidikan yang diberikan untuk membantu pendidikan anak luar biasa.
Ortopedagogik dapat diartikan sebagai pendidikan yang bersifat meluruskan, memperbaiki, menyembuhkan, atau menormalkan anak-anak berkelaian atau anak luar biasa. Dengan kata lain ortopedagogik adalah ilmu pendidikan bagi anak luar biasa. Ortopedagogik sering dibagi dua macam, yaitu ortopedagogik umum dan ortopedagogik khusus. Ortopedagogik umum berkenaan dengan pendidikan bagi anak luar biasa pada umumnya, sedangkan ortopedagogik khusus berkenaan dengan pendidikan bagi tiap jenis anak luar biasa tertentu secara rinci seperti pendidikan bagi anak tunarungu.
Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dan jenis pelayanannya, sesuai dengan Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Tahun 2006 dan Pembinaan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Tuna Netra
2. Tuna Rungu
3. Tuna Grahita: (a.l. Down Syndrome)
4. Tuna Grahita Ringan (IQ = 50-70)
5. Tuna Grahita Sedang (IQ = 25-50)
6. Tuna Grahita Berat (IQ 125 ) J. Talented : Potensi bakat istimewa (Multiple Intelligences : Language, Logico mathematic, Visuo-spatial, Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Intrapersonal, Natural, Spiritual).
7. Kesulitan Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD, Dyslexia/Baca, Dysgraphia/Tulis, Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/ Motorik)
8. Lambat Belajar ( IQ = 70 –90 )
9. Autis
10. Indigo
Adapun jenis-jenis SLB untuk masing-masing kategori kecacatan SLB itu di kelompokkan menjadi :
(1) SLB bagian A untuk anak tuna netra
(2) SLB bagian B untuk anak tuna rungu
(3) SLB bagian C untuk anak tuna Grahita
(4) SLB bagian D untuk anak tuna daksa
(5) SLB bagian E untuk anak tuna laras
(6) dan SLB bagian F untuk anak cacat ganda
2.      Ortopedagogik sebagai Aplikasi Teori-teori Ilmu Lain
Pada mulanya ortopedagogiik bukan merupakan suatu disiplin ilmu karena hanya aplikasi dari teori-teori disiplin ilmu tertentu, terutama ilmu kedokteran dan psikologi. Para psikologi, khususnya yang berkecimpung dalam psikologis klinis, juga menghadapi masalah yang sama dengan yang dihadapi oleh para dokter. Oleh karena itu, ortopedagogik sebagai teknik penyembuhan dalam ilmu kedokteran dan psikologi belum dapat dipandang sebagai suatu disiplin ilmu yang otonom.
3.      Ortopedagogik sebagai Bagian Pedagogik
Bidang telaah atau objek ontologis atau objek forma ilmu pendidikan atau pedagogic adalah situasi pendidikan anak untuk mencapai kedewasaan. Ada dua syarat asumsi keilmuan, yaitu harus relevan dengan bidang dan tujuan suatu disiplin ilmu, dan harus disimpulkan dari keadaan sebagaimana adanya dan yang bukan seharusnya. Asumsi tersebut hendaknya merupakan pernyataan kebenaran secara empiris dan dapat diuji, maka ortopedagogik pada tahap ini menggunakan analisis keilmuannya tidak lagi berdasarkan asumsi ilmu kedokteran dan psikologi juga sikologi tetapi menggunakan asumsi dalam ilmu pendidikan atau pedagogic, yaitu manusia sebagai mahlukk yang harus dan dapat dididik atau animal educandum.
4.      Ortopedagogik sebagai Disiplin Ilmu yang Otonom
Adapun persyaratan untuk menjadi diisiplin ilmu yang otonom tersebut sudah ada, yaitu adanya bidang telaah khusus atau objek ontologis berupa situasi pendidikan anak luar biasa. Penegasan dikemukakan oleh Gelder (1988) bahwa objek ontologis dari ortopedagogik adalah situasi pendidikan dari anak yang memiliki hambatan dalam mencapai kedewasaan. Kedewasaan yang dimaksud, bukan hanya kedewasaan biologis tetapi juga kedewasaan mental dan moral social.
5.      Ilmu-ilmu Penunjang Ortopedagogik
Ilmu penunjang ortopedagogik adalah disiplin ilmu yang memungkinkan untuk menjalin kerja sama multidipliner dengan ortopedagogik dalam memecahkan masalah pendidikan anak luar biasa. Melalui pendekatan multidisipliner analisis masalah pendidikan anak luar biasa menjadi lebih tajam sehingga pemecahan masalah tersebut diharapakan menjadi lebih efektif.

C.      Landasan dan Perkembangan Pendidikan Anak Luar Biasa
1. Landasan
Ada empat landasan yang menjadi bahasan pada bagian ini, yaitu; (a) landasan idiil atau filosofis, (b) landasan yuridis formal, (c) landasan religi, dan (d) landasan empirik.
a.       Landasan idiil atau filosofis
Di negara yang menganut filsafat Pancasila, pendidikan diorganisasikan untuk mencapai tujuan akhir eksistensi manusia, yaitu manusia pancasilais sejati. Tujuan tersebut selaras dengan dasar negara Republik Indonesia, yaitu, (a) Ketuhanan yang Mahaesa, (b) Kemanusiaan yang adil dan beradab, (c) persatuan Indonesia, (d) kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, dan (e) keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Hal ini menandai adanya kesamaan manusia, pandangan tersebut telah diterprestasikan sebagai kesamaan untuk memperoleh kesempatan pendidikan. Pandangan semacam itu  mengimplikasikan pemberian kesempatan kepada semua anak untuk memperoleh pendidikan. Dengan demikian, setiap anak, apakah normal atau luar biasa, berhak memperoleh bantuan dalam pendidikan untuk mengaktualisasikan potensi-potensi kemanusiaannya. Implikasi dari pandangan itu pula, sekolah-sekolah telah dimodifikasi dengan menyediakan program-program bagi anak luar biasa di sekolah-sekolah reguler. Di sekolah-sekolah reguler pada saat ini telah disusun program pendidikan bukan hanya untuk kepentingan anak-anak normal tetapi juga untuk anak-anak luar biasa.
b.      Landasan Yuridis Formal
Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, dinyatakan bahwa salah satu tujuan pembentukan negara Indonesia adalah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Salah satu usaha untuk mencerdaskan kehidupan bangsa adalah melalui pendidkan. Dalam UUD 1945 BAB XII Pasal 31 ayat (1) dinyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran dan pada ayat (2) dinyatakan bahwa pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang. Berdasarkan UUD 1945 tersebut maka hakikatnya tidak terdapat perbedaan hak untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran antara warga negara yang normal dan warga negara yang tergolong luar biasa termasuk yang tergolong cacat.
Bertolak dari UUD 1945 BAB XII pasal 31 ayat (2) maka disusunlah Undang-Undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem pendidikan nasional atau yang sering disingkat dengan USSPN. Dalam USSPN pasal 8 ayat (1) dinyatakan bahwa warga negara yang berkelainan fisik dan atau mental memperoleh pendidkan luar biasa. Pada ayat (2) disebutkan dinyatakan bahwa warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus. Berdasarkan USPN pasal 8 tersebut maka turunlah Perturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1990 pada pasal 4, dinyatakan bahwa bentuk satuan pendidikan dasar bagi anak berkelainan adalah SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) dan SLTPLB (Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar biasa). Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 29 Pasal 4 disebutkan bahwa bentuk satuan pendidkan menengah bagi anak berkelainan adalah SMLB (Sekolah Menengah Luar Biasa).
Berdasarkan USPN Pasal 8 ayat (1) maka turunlah Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 tentang Pendidikan dinyatakan bahwa Pendidikan Luar Biasa. Dalam PP Nomor 72 Tahun 1991 Bab 1 Ayat (1) dinyatakan bahwa Pendidikan luar biasa adalah pendidikan khusus yang diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental. Adapun yang dimaksud dengan peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental dijelaskan pada Bab III Pasal 3 dari ayat (1) hingga ayat (5) yang secara lengkap berbunyi sebagai berikut :
1)      Jenis kelainan peserta didk terdiri atas kelainan fisik dan/atau mental atau prilaku.
2)      Kelainan fisik meliputi tunanetra, tunarungu, dan tunadaksa.
3)      Kelainan mental meliputi tunagrahita ringan dan tunagrahita sedang.
4)      Kelainan perilaku meliputi tunalaras.
5)      Kelainan peserta didik dapat juga berwujud sebagai kelainan ganda.
Adapun tujuan pendidikan luar biasa tertera pada Bab II pasal 2 yang dinyatakan bahwa pendidikan luar biasa bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya, dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja, mengikuti pendidikan lanjutan.
Mengenai bentuk satuan dan lama pendidikan bagi peserta didik berkelainan tertera pada Bab IV Pasal 4, 5, dan 6. Pada pasal 4 dan pasal 5 dinyatakan bahwa bentuk satuan pendidikan luar biasa dan lama pendidikan adalah :
1)      Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) sekurang-kurangnya enam tahun.
2)      Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar biasa (SLTPLB) sekurang-kurangnya selama tiga tahun.
3)      Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB) sekurang-kurangnya selama tiga tahun.
Disamping tiga bentuk satuan pendidikan yang dikemukakan diatas. Pada pasal 4 juga disebutkan adanya bentuk lain yang ditetapkan oleh menteri. Pada pasal 6 dikemukakan bahwa pendidikan prasekolah satuan pendidikan luar biasa dapat diselenggarakan dalam Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB) yang lama pendidikannya satu samapi tiga tahun.
Mengenai USPN pasal 8 ayat (2) yang menyatakan bahwa warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa berhak memperoleh perhatian khusus. Hingga saat ini belum ada peraturan yang mengaturnya. Bagaimanapun juga, landasan pendidikan bagi anak berbakat atau yang dalam USPN disebut warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan luar biasa telah ada dan perlu dikembangkan. 
c.       Landasan Religi
Semua agama tampaknya sangat menekankan pentingnya pendidikan, termasuk didalamnya pendidikan bagi anak luar biasa. Di Indonesia cukup banyak lembaga-lembaga pendidikan yang diselenggarakan atas dasar religi atau agama tertentu. Ada lembaga pendidikan yang diselenggarakan atas dasar agama Islam, Katholik, Kristen, dan sebagainya. Tiap-tiap lembaga pendidikan luar biasa meskipun didirikan atas religi atau agama yang berbeda, tujuannya adalah sama yaitu berusaha mengaktualisasikan semua potensi kemanusiaan yang ada pada peserta didik hingga taraf yang optimal secara terintegrasi.
Dalam kitab suci Agama Islam Alquran, dalam surat Az Zukhruf ayat 32 disebutkan; “mengapa mereka  harus menentukan pemberian rahmat Tuhanmu, padahal Kamilah yang berwenang membagi-bagikan karunia diantara mereka dalam hidup ini. Dan Kami pula yang berwenang mengangkat sebagian mereka atas yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan yang lain dalam rangka saling membutuhkan. Namun rahmat Tuhanmu lebih berharga dari harta yang mereka kumpulkan.” Dan dalam Alquran surat Al Baqarah ayat 220 disebutkan; “dan mereka menanyakan pula kepadamu tentang anak yatim, jawablah, memperbaiki keadaan mereka adalah kebajikan, dan jika kamu bergaul dengan mereka, anggaplah mereka saudaramu dan Allah mengetahui gerak-gerik hatimu yang hendak berbuat kerusakan dari yang hendak berbuat kebaikan dalam pergaulan itu. Dan jika Allah menghendaki, tentu ia akan mendatangkan kesulitan bagimu dan urusan anak yatim itu. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa dan Maha bijaksana.
d.      Landasan Empirik
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, ortopedagogik melakukan penelitian-penelitian empirik yang hasilnya digunakan sebagai landasan tindakan-tindakan ortopedagogik. Meskipun demikian, banyak hasil penelitian empirik dari disiplin ilmu lain yang dapat digunakan sebagai landasan tindakan ortopedagogik. Hasil-hasil penelitian tersebut umumnya berasal dari ilmu kedokteran dan biologi atau yang biasa disebut ilmu-ilmu penunjang ortopedagogik. Pemakaian hasil-hasil penelitian empirik semacam itu tidak mengurangi otonom suatu disiplin ilmu karena masing-masing memiliki asumsi dan objek telah berbeda-beda. Hasil penelitian tentang struktur otak anak berbakat misalnya, dapat digunakan dalam tindakan ortopedagogis tentang bagaimana memberikan pelayanan pendidikan bagi anak berbakat. Hasil penelitian psikologis tentang anak autisme dapat digunakan sebagai landasan dalam menyelenggarakan pendidikan bagi anak luar biasa jenis autisme tersebut. Dengan demikian, hasil-hasil penelitian empirik, baik yang dilakukan oleh ilmuwan ortopedagogik maupun ilmuwan dari disiplin-disiplin ilmu lain yang menunjang ortopedagogik, dapat digunakan sebagai landasan tindakan ortopedagogis. 
2. Perkembangan Pendidikan Anak Luar Biasa
Ada dua perkembangan pendidikan bagi anak luar biasa yang dibahas pada bagian ini, yaitu perkembangan di dunia dan perkembangan di Indonesia.
a.       Perkembangan di Dunia
Perhatian manusia terhadap pendidikan bagi anak luar biasa atau anak berkelainan relative masih baru. Penggunaan istilah anak luar biasa atau berkelainan itu sendiri menurut Kirk (1962) ialah mencerminkan suatu perubahab radikal. Menurt Amin dan Dwijosumarto (1997) ada tida fase perkembangan pendidikan bagi anak berkelainan, yaitu (a) fase pengabaian, (b) fase pemberian perlindungan, (c) fase pemberian pendidikan. Fase pemberian pendidikan terdiri dari dua sub-fase, yaitu sub-fase pemberianpendidikan secara terpisah dari anak-anak pada umumnya dan sub-fase pemberian pendidikan secara terintegrasi dengan anak normal.
Fase pengabaian terhadap anak luar biasa khususnya yang menyandang ketunaan terjadi pada era sebelum NabviIsa dilahirkan. Pada zaman Sparta anak ynag menyandang ketunaan di bunuh atau dieksploitasi untuk dipertunjukkan. Sisa-sisa eksploitasi penyandang ketunaan untuk dipertunjukkan tersebut masih ada hingga saat ini, terutamaanak-anak yang tergolong kerdil (kretinisma).
Fase perlindungan terhadap anak ynag menyandang ketunaan terjadi di era sesudah Nabi Isa dilahirkan. Di Cina, perlindungan bagi anak yang menyandang ketunaan telah dilakukan sejak zaman Confusius, yang menganjurkan agar anak yang menyandang ketunaan tetap disebut anak dan tidak dibedakan dari anak-anak pada ummumnya. (Amin dan Adwijosumarto, 1970). Nabi Muhammad di Arab telah mempelopori penyantunan bagi oaring-orang miskin dan memberian perlakuan lemah lembut dan perlindungan bagi penyandang acact ,ental. nabiMuhammad jug amemrintahkan agar penyandang tunanetra pergi ke masjid bersama-sam aorang lain ynag awas untuk melakukan sembahyang. Setelah Nabi Muhammad wafat, Umat Islam di Arab mendirikan rumah sakit yang pertama di Dunia (Amin dan Dwijosumarto, 1979).
Fase pemberian pendidikan bagi anak luar biasa dimulai sekitar 1500 masehi. Hingga tahun 1800 Masehi di Amerika Serikat belum ada lembaga pendidikan bagi anak luar biasa. Pada decade pertama pada abad 19 para pemimpin Amerika Serikat seperti Horce Mann, Samuel Gridley Howe, dan Dorothea Dix mengerakan penyelenggaraan sekolah berasrama bagi anak tunanetra, tunarungu, tungrahita, epilepsi, yatim piatu, dan sebagainya seperti yang terdapat di Eropa. Sekolah- sekolah tersebut memberikan berbagai latihan kepada penyandang ketunaan , tetapi hal yang paling menonjol adalah pemberian perlindungan lingkungan sepanjang hidup(Kirk,1962).
Pada tahu 1871 Samuel Gridey Howe, menurut Irwin (Kirk,1962) telah mampu meramalkan masa depan pendidikan pada ank luar biasa. Ia telah merasakan bahwa masa depan pendidikan bagi anak luar biasa adalah integhrasi dengan anak-anak normal di sekolah biasa.
Gerakan pendidikan anak bernakat di Amerika Serikat didorong oleh keberhasilan Uni Soviet (sekarang Rusia) meluncurkan sputniknya yang pertama.pada saat iti bangasa Amerika merasa tertantang untuk mengejar ketinggalannya di bidang ilmu dan teknologi, dan cara ynag dinggap efektif untuk mengejar ketertinggalan tersebut adalah dengan memberikan pendidikan luar biasa kepada anak-anak berbakat.
b.      Perkembangan di Indonesia
Perkembangan pendidikan anak luar biasa di Indonesia pada hakikatnya tidak oberbeda dari pendidikan ank luar biasa di Dunia. Menurut Amin dan Dwijosumarto (1979) tempat khusu anak buta, lumpuh, miskin, dan sebagainya didirikan untuk pertama kalinya oleh raja-raj aJawa setelah masuknya Agama Islam. Pendidikan formal pertama untuk anak tunanetra didirikan di Bandung pad tahun 1901 dan disusul oleh sekolah untuk ank-anak Belanda ynag tergolong tunagrahita pada tahun 1927. Pada tahun 1930 berdiri perkumpulan yang mengusahakan pendidikan luar biasa untuk anak  tunarungu. Meskipun demikian, pada masa pendudukan Jepang, yaitu perang Dunia II, usaha-usaha untuk mendirikan pendidikan luar biasa menjadi musnah.
Setelah Indonesia merdeka, Indonesia mendirikan lembaga pendidikan guru khusus yang dipersiapkan untuk mengajar anak-anak luar biasa yang disebut SGPLB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa). Pada decade enam puluhan di IKIP dan Universitas mulai dibuka Jurusan Pendidikan Luar Biasa atau Jurusan Pendidikan Khusus. Sejak munculnya SGPLB dan jurusan PLB maka banyak bermunculan lembaga-lembaga pendidikan luar biasa bari di Indonesia. Dalam melaksanakan wajib belajar bagi seluruh anak usia sekolah di Indonesia, termasuk ank luar biasa, pemerintah telah menetapkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan  Nomor 002/0/1986, tanggal 4 Januari 1986 tntang Pendidikan Terpadu. Dengan keputusan tersebut maka semua anak Indonesia usia sekolah baik yang tergolong normal maupuan Luar biasa memperoleh kesempatan yang sama untuk mengikuti pendidikan di Sekolah. Berdasarkan angka-angka Statistik dari Direktorat Pendidikan Dasar tahun 1991/1992 menunjukkan bahwa jumlah sekolah pendidikan luar biasa adalah: SLB (Sekolah Luar Biasa) Negeri sebanyak 23 unit; SDLB (Sekolah Dasar Luar Biasa) Negeri berjumlah 209 unit; SLB SWASTAada 502 unit; pendidikan terpadu sebanyak 85 unit SLB Pembina Tingkat Nasional, tig aunit; dan SLB Pembina Tingkat Propinsi sebanyak lima unit.
Sekolah luar biasa Tingkat Nasional A (untuk tunanetra) terdapat di Jakarta , SLB Pembina Tingkatan Nasional B (untuk tunarungu) di Denpasar, SLB Pembina Tingkat Nasional C (untuk tunagrahita) di Malang, SLB Pembina Tingkat Propinsi A Di Pemalang, SLB Tingkat Propinsi B di Sumedang , SLB tingkat propinsi D di Ujung Pandang, dan SLB Pembina Tingkat Propinsi E di Medan. Hingga akhir tahun 1991 di seluruh Indonesia terdapat 525 Sekolah Luar Biasa untuk berbagai jenis kelainan yang tersebar di 27 Propinsi dengan jumlah sekitar 33.306 anak dan jumlah guru 8.475 orang (Direktorat Pendidikan Dasar Depdikbud, 1992).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 1991 bentuk satuan pendidikan bagi anak luar biasa mengalami perubahan menjadi; Sekolah Luar Biasa (SDLB), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB), Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB), dan bentuk lain yang diterapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Perubahan bentuk satuan pendidikan tersebut mempunyai implikasi yang sangat penting karena betapun terbatasnya kapasitas anak luar biasa yang tergolong penyandang ketunaan, ia tetap dapat mengikuti pendidikan tingkat SLTP dan SLTA, meskipun dengan kurikulum yang berbeda dengan ynag digunakan ank normal. Kurikulum SLTPLB dan SMLB lebih ditekankan pada penguasaan suatu jenis pekerjaan, sedangkan kurikulum SLTP dan SMU bagi anak normal memiliki keseimbangan antara penguasaan lapangan pekerjaan tertentu dengan kemungkinan melanjutkan ke perguruan tinggi.
Sejak dekade tahun sembilan puluhan mulai dirasakan adanya kecenderungan untuk memberikan pelayanan pendidikan bukan hanya pada anak luar biasa yang tergolong menyandang ketunaan tetapi juga yang berkesulitan belajar dan yang tergolong berbakat. Beberapa sekolah di kota-kota besar ada yang sudah memulai dengan program-program pelayanan pengajaran remedial bagi anak berkesulitan belajar dan beberapa sekolah ada yang sudah mulai memberikan pelayanan pendidikan bagi anak berbakat. Dengan berdirinya SMA Taruna Nusantara di Megelang, meskipun tidak dengan nama pendidikan luar biasa, era pendidikan luar biasa bagi anak berbakat di Indonesia pada hakikatnyatelah dimulai. Dengan diselengarakan Lokakarya Pendidikan Teerpadu Bagi Anak Berkelainan oleh Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah di Jakarta pada tanggal 21-30 Oktober 1992, meskipun masih terbatas bagi anak tunanetra, tunarungu, dan tunagrahita, era pendidikan yang mengintegrasikan anak-anak berkelainan dengan anak normal (mainstreaming) pada hakikatnya jug atelah dimulai. Pada tahun 1992 jurusan –jurusan PLB di IKIP dan universitas jug asudah mulai membuka bidang-bidangkekhususan baru di samping bidang kekhususan yand telah lazim. Bidang kekhususan yang telah lazim diselenggarakan adalah kekhususan untuk tunanetra, tunarungu,tunagrahita, tunadaksa, dan tunalaras. Sedangkan bidang kekhususan yang baru dimulai dikembangkan adalah bidang pendidikan bagi anak berbakat dan pendidikan bagi anak yang berjesulita belajar.
D.      Kecenderungan Baru Pendidikan Anak Luar Biasa
Berikut ini akan dikemukakan beberapa kecenderungan yang secara signifikan mempengaruhi pendidikan luar biasa dewasa ini.
1.      Pendidikan Inklusif
Inklusi adalah suatu sistem yang dapat saling membagi diantara setiap anggota sekolah sebagai masyarakat belajar – guru, administrator, staf lainnya, siswa, dan orang tua – tentang tanggung jawabnya untuk mendidik semua siswa sehingga mereka dapat mencapai potensinya semaksimal mungkin. Meskipun lokasi fisik siswa di sekolah atau kelas ada dalam satu dimensi inklusifitas, inklusi bukan tentang dimana siswa duduk seperti halnya teman sekelasnya yang menerima mereka untuk sama-sama mendapatkan akses kuriklum dan menerima keanekaragaman siswa, di dalam sekolah sekarang dikatakan tidak ada pendekatan tunggal yang cocok untuk semua anak. Inklusi meliputi para siswa yang gifted dan berbakat, mereka yang mempunyai resiko kegagalan karena lingkungan hidup mereka, mereka yang berkelainan, dan mereka yang mempunyai prestasi rata-rata. Inklusi adalah suatu sistem yang dipercaya dapat terwujud apabila ada pemahaman dan penerimaan dari semua staf.
Beberapa ahli mengatakan bahwa hanya dengan cara ini sekolah dapat menunjukkan sistem inklusif dimana seluruh siswa dapat berpartisipasi penuh dalam pendidikan umum. Menurut mereka tanpa dengan pendekatan ini sebagian anak akan terpisah selama-lamanya karena mereka tidak dapat terpenuhi standar akademik sebagaimana mestinya. Mereka juga mengemukakan, bahwa para siswa berada di sekolah baik mengikuti kurikulum eksplisit maupun implisit. Kurikulum eksplisit adalah kurikulum yang diperuntukan bagi siswa pada umumnya yang tidak dapat diakses oleh para siswa yang berkelainan, sedangkan kurikulum implisit adalah kurikulum yang termasuk di dalamnya interaksi sosial dan berbagai keterampilan yang sangat baik dipelajari bersama-sama dengan siswa pada umumnya. Para ahli meyakinkan bahwa dengan guru yang kompeten, dukungan dan layanan yang mencukupi, serta komitmen yang kuat dapat menjamin setiap siswa berhasil dengan tidak memerlukan tempat pendidikan yang terpisah. Para ahli tersebut menyarankan bahwa banyak siswa yang memerlukan kelas dengan ukuran lebih kecil, metoda pembelajaran khusus, dan untuk sebagian siswa perlu adanya kurikulum yang lebih menekankan pada keterampilan hidup yang dapat diberikan dalam kelas khusus untuk sebagian atau pun seluruh waktu sekolah.
2.      Akuntabilitas dan Aksesibilitas Pembelajaran
Akuntabilitas untuk pembelajaran dewasa ini juga dilihat dari adanya akses anak dengan kelainan terhadap kurikulum yang dipergunakan oleh anak-anak pada umumnya. Meskipun pada waktu dulu, para ahli umumnya berpikiran bahwa kebanyakan siswa dengan kelainan hendaknya mempunyai kurikulum yang khusus dirancang sesuai dengan kebutuhan khusus mereka, tetapi pada umumnya sekarang mereka mendukung bahwa semua siswa dengan kelainan sedekat mungkin hendaknya belajar dari kurikulum yang sama dipergunakan oleh siswa yang lain dengan melakukan penyesuaian yang diperlukan. Hal tersebut merupakan suatu keseimbangan yang logis dalam prinsip-prinsip inklusi: Jika tujuan pendidikan bagi siswa adalah keberhasilan usia dewasa nanti untuk dapat hidup, bekerja, dan bermain di dalam masyarakat kita, maka cara untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan meyakinkan bahwa seluruh anak mestinya mempunyai akses yang sama terhadap belajar awal secepat mungkin ketika mereka masuk sekolah. Apabila kurikulum tidak sama, siswa dengan kelainan ditempatkan secara kurang menguntungkan.
Pendekatan pembelajaran untuk melaksanakan tugas-tugas kompleks yang meyakinkan bahwa siswa dengan kelainan mempunyai akses pada kurikulum disebut desain universal untuk pembelajaran. Desain universal ini berasal dari arsitektur, dimana para ahli menyadari bahwa jika pembangunan akses untuk para penyandang cacat dilakukan setelah selesainya bangunan, hasilnya biasanya elevator atau ramp yang jelek. Tetapi ketika akses tersebut diintegrasikan dalam rancangan bangunan sejak awal, maka hal tersebut akan menjadi bagian yang sama dari struktur secara keseluruhan, malahan mungkin akan memperindah bangunan atau bisa dinikmati oleh masyarakat lain pada umumnya. Penerapannya dalam pendidikan, desain universal ini, adalah guru hendaknya merancang pembelajaran sejak dini untuk memenuhi tingkat keanekaragaman siswa daripada membuat penyesuaian setelah mereka melakukan pembelajaran. Apabila para guru melakukan hal ini, mereka biasanya akan menemukan bahwa para siswa yang mempunyai kekhususan dan memerlukan pembelajaran khusus dapat memperoleh keuntungan dari upaya yang mereka lakukan.
Meskipun desain universal ini dapat dipergunakan dalam kebutuhan pembelajaran khusus bagi siswa berkelainan dalam seting sekolah umum, tetapi pendidikan luar biasa juga mempunyai pembelajaran khusus sebagai ciri, dan siswa memerlukannya. Misalnya, banyak pandangan terhadap bagaimana siswa belajar membaca. Bagi siswa dengan kesulitan yang bergelut dengan membaca, para ahli dengan jelas telah menemukan bahwa anak-anak seperti ini sering mempunyai masalah dalam mendengar pemisahan ucapan kata-kata dan membeda-bedakan kata-kata tersebut. Jadi penekanan bagi anak seperti ini adalah dalam penggunaan pendekatan membaca dalam seting satu lawan satu atau kelompok kecil yang intensif.
Dimensi lain dari akuntabilitas dan aksesibilitas pembelajaran adalah penggunaan alat bantu teknologi, yang merupakan alat dan layanan yang dapat meningkatkan kemampuan fungsi siswa dengan kelainan. Ketika anda bekerja di sekolah, anda mungkin akan melihat siswa menggunakan alat bantu komunikasi khusus, bola yang bisa berbunyi bagi siswa tunanetra, atau alat-alat yang lainnya. Alat bantu teknologi tidak selalu berupa elektronik, tetapi juga termasuk di dalamnya membantu siswa dengan alat pemegang pensil khusus sehingga dia bisa menulis secara lebih mudah, gambar-gambar buatan guru yang dapat ditempelkan di jadwal untuk menunjukan kegiatan siswa yang akan dilakukan selama satu hari itu, dan sebagainya.
3.      Dukungan Perilaku yang Positif
Beberapa anak dengan kelainan mempunyai perilaku yang mengganggu atau tidak berperilaku secara sesuai dengan teman-teman pada umumnya di dalam kelas. Misalnya seorang siswa yang mempunyai kesulitan dalam menemukan kata-kata yang benar untuk mengatakan maksudnya meminta bantuan, mungkin akan mengekspresikan rasa frustrasinya dengan mendorong temannya. Dulu perilaku tersebut dianggap sebagai suatu bentuk konsekuensi negatif. Kenyataan dewasa ini sangat berbeda. Sekarang para ahli mempergunakan dukungan perilaku positif yang terintegrasi dalam perencanaan intervensi perilaku. Mereka melihat perilaku siswa dalam konteks situasi dimana hal itu terjadi, secara hati-hati menentukan apa yang terjadi dalam rangka merancang cara untuk mengurangi perilaku negatif, meningkatkan perilaku yang diinginkan, dan membantu siswa memiliki kualitas akademik dan sosial yang lebih baik dalam kehidupannya. Di dalam contoh dimana seorang siswa mendorong temannya, para ahli akan menganalisis masalah serius tersebut, dan memahaminya dengan baik, kemudian mereka akan menentukan intervensinya. Mereka mungkin akan mencoba mencegah rasa frustrasi siswa dengan memberikan penugasan yang tidak terlalu sulit atau dengan kata lain membantu siswa untuk terhindar dari situasi frustrasi. Mereka juga mungkin mengajarkan kepada para siswa cara terbaik untuk mengekspresikan rasa frustrasinya, mungkin dengan mengajarkan kepada siswa untuk mengatakan „Tolong saya....“ dan memberikan penghargaan kepada siswa untuk perilaku yang sesuai atau dapat diterima. Mereka juga bekerja bersama-sama dengan orang tua dalam merancang program perilaku siswa, sehingga ada konsistensi antara pendekatan di sekolah dan di rumah.
4.      Kolaborasi
Jika anda berpikir konsep inklusi sebagai penciptaan masyarakat pembelajar, dimana pembelajaran dirancang secara khusus dan merespon kebutuhan siswa, anda mungkin akan memperkirakan bahwa keberhasilan pendidikan inklusif akan bergantung pada pekerjaan guru dan orang tua secara bersamaan. Tidaklah mengejutkan, bahwa kolaborasi menjadi suatu dimensi yang krusial dalam merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi pendidikan luar biasa serta layanan lainnya. Kolaborasi berhubungan dengan cara dimana para ahli berhubungan dengan yang lainnya dan orang tua atau anggota keluarga seperti mereka bekerja bersama-sama dalam mendidik siswa dengan kelainan. Kolaborasi bukanlah sebagai tujuan, tetapi sebagai alat untuk meningkatkan tujuan yang akan dicapai.


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
1.        Anak luar biasa sebagai anak yang menyimpan dari rata-rata normal dalam ; karakteristik mental, kemampuan sensoris, karakteristik neurotic atau fisik, perilaku social atau kemampuan berkomunikasi, dan gangguan dari variable tersebut (campuran dari hal tersebut).
2.        Ortopedagogik diartikan sebagai pendidikan yang bersifat meluruskan, memperbaiki, menyembuhkan, atau menormalkan anak-anak berkelaian atau anak luar biasa. Dengan kata lain ortopedagogik adalah ilmu pendidikan bagi anak luar biasa.
3.        Ada empat landasan yang menjadi bahasan pada bagian ini, yaitu; (a) landasan idiil atau filosofis, (b) landasan yuridis formal, (c) landasan religi, dan (d) landasan empiric.
4.        Perkembangan pendidikan bagi anak luar biasa yang terbagi atas dua bahagian, yaitu perkembangan di dunia dan perkembangan di Indonesia.
5.        Kecenderungan yang secara signifikan mempengaruhi pendidikan luar biasa terdiri atas; (a) pendidikan inklusi, (b) akuntabilitas dan aksesibilitas pembelajaran, (c) dukungan perilaku yang positif, dan (d) kolaborasi.
B.       Saran
Sehubungan dengan kesimpulan makalah diatas, maka diajukan saran sebagai berikut:
1.      Sebagai calon pendidik, mahasiswa perlu mengetahui dan memahami dasar-dasar ilmu yang berkaitan dengan pendidikan bagi anak luar biasa.
2.      Sebagai acuan dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya  terhadap anak luar biasa sebagai bekal dirinya dalam menghadapi tantangan zaman.
3.      Mendukung dan berpartisipasi dalam kegiatan Pendidikan anak luar biasa; dan sebagai acuan yang baik untuk para siswanya.


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2008. Sistem Pendidikan Anak Luar Biasa. (http://teguhekosaputro.wordpress.com/2007/12/03/9/). diakses tanggal 20 Desember 2011.

Anonim. 2009. Pendidikan Anak Luar Biasa. (http://www.ditplb.or.id/2006/index.php?menu=profile&pro=181). diakses tanggal 20 Desember 2011.
Anonim. 2010. Pendidikan Anak Tunagrahita. (http://larasi.com/pendidikan/tunagrahita-tidak-selalu-idiot.lala). diakses tanggal 20 Desember 2011.
Anonim. 2010. Pendidikan Inklusi (Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus). (http://smanj.sch.id/index.php/arsip-tulisan-bebas/40-artikel/115-pendidikan-inklusi-pendidikan-terhadap-anak-berkebutuhan-khusus). diakses tanggal 20 Desember 2011.

Anonim.2009. Pendidikan Anak Luar Biasa. (www.depdiknas.go.id). Diakses tanggal 20 Desember 2011.

Daruma, A.Razak, dkk. Profesi Keguruan. Makassar: Penernbit FIP-UNM


Tidak ada komentar:

Posting Komentar