BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesulitan dan tantangan dalam kehidupan manusia baik
yang diakibatkan oleh lingkungan maupun alam yang kurang bersahabat, sering
memaksa manusia untuk mencari cara yang memungkinkan mereka untuk keluar dari
kesulitan yang dialaminya. Masih banyaknya warga yang tidak melanjutkan
pendidikan ke taraf yang memungkinkan mereka menggeluti profesi tertentu,
menuntut upaya-upaya untuk membantu mereka dalam mewujudkan potensi yang
dimilikinya agar dapat bermanfaat bagi pembangunan bangsa.
Sejauh ini, anggaran yang berkaitan dengan
pendidikan mereka masih terbatas, sehingga berbagai upaya untuk dapat terus
mendorong keterlibatan masyarakat dalam membangun pendidikan terus dilakukan
oleh pemerintah. Hal ini dimaksudkan agar makin tumbuh kesadaran akan
pentingnya pendidikan dan mendorong masyarakat untuk terus berpartisipasi aktif
di dalamnya.
Penerapan
pendidikan nonformal dengan memberikan bekal keterampilan kepada warga belajar
untuk dapat bekerja, atau mengembangkan usaha mandiri sebagai wirausahawan
dalam berbagai jenis keterampilan.
Mereka
yang putus sekolah dan tidak sempat mengikuti pendidikan formal karena berbagai
kondisi, diberikan kesempatan kepada mereka untuk mengikuti pendidikan
nonformal, diantaranya program pendidikan kecakapan hidup (life skill) sehingga
mereka mampu meningkatkan taraf hidupnya.
Sejalan
dengan berbagai kemajuan dalam bidang pendidikan khususnya pendidikan nonformal,
terdapat masalah dan kendala yang perlu dicarikan alternatif solusinya. Salah
satu masalah yang cukup menonjol adalah masalah pemerataan pendidikan, dimana
masyarakat pedesaan, masyarakat terpencil dan terisolir masih belum terjangkau
oleh pendidikan formal dan dapat dijangkau dengan pendidikan nonformal.
Kelompok masyarakat ini perlu mendapat perhatian, sehingga kualitas dan taraf
hidupnya dapat ditingkatkan, sehingga keberadaan mereka perlu diketahui untuk
dapat merancang program-program pendidikan nonformal yang relevan dengan
kebutuhan belajar mereka.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan pendidikan nonformal ?
2. Apa
sajakah asas-asas pendidikan nonformal ?
3. Apakah
fungsi dan tujuan pendidikan nonformal ?
4. Apa
sajakah jenis-jenis dan satuan pendidikan nonformal ?
5. Bagaimanakah
ketenagaan dalam pendidikan nonformal ?
6. Apakah
keunggulan dan kelemahan dari pendidikan nonformal ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui yang dimaksud dengan pendidikan nonformal
2. Untuk
mengetahui asas-asas pendidikan nonformal
3. Untuk
mengetahui fungsi dan tujuan pendidikan nonformal
4. Untuk
mengetahui ketenagaan dalam pendidikan nonformal
5. Untuk
mengetahui keunggulan dan kelemahan dari pendidikan nonformal
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Nonformal
Pendidikan
nonformal adalah pendidikan yang dilakukan secara teratur, dengan sadar
dilakukan, tetapi tidak terlalu ketat mengikuti peraturan-peraturan yang tetap¸
seperti pada pendidikan formal di sekolah. Karena pendidikan nonformal pada
umumnya dilaksanakan tidak dalam lingkungan fasik sekolah, maka pendidikan
nonformal diidentik dengan pendidikan luar sekolah. Oleh karena itu, pendidikan
nonformal dilakukan diluar sekolah, maka sasaran pokok adalah anggota
masyarakat. Sebab itu program pendidikan nonformal harus dibuat sedemikian rupa
agar bersifat luwes tetapi lugas, namun tetap menarik minat para konsumen
pendidikan.
Menurut pengertian Undang Undang Sisdiknas tahun
2003 pasal 1 ayat 12 “Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar
pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang”.
Sedangkan menurut Coombs (Trisnamansyah, 2003: 19) mendefinisikan pendidikan
nonformal sebagai setiap kegiatan pendidikan yang diorganisasikan di luar
sistem persekolahan yang mapan, baik dilakukan secara terpisah atau sebagai
bagian penting dari kegiatan yang lebih besar, dilakukan secara sengaja untuk
melayani peserta didik tertentu guna mencapai tujuan belajarnya.
Pendidikan luar sekolah telah hadir di dunia ini
sama tuanya dengan kehadiran manusia yang berinteraksi dengan lingkungan di
muka bumi ini dimana situasi pendidikan ini muncul dalam kehidupan kelompok dan
masyarakat. Kegiatan pendidikan dalam kelompok dan masyarakat telah dilakukan
oleh umat manusia jauh sebelum pendidikan sekolah lahir di dalam kehidupan
masyarakat. Pada waktu permulaan kehadirannya, pendidikan luar sekolah
dipengaruhi oleh pendidikan informal, yaitu kegiatan yang terutama berlangsung
dalam keluarga dimana terjadi interaksi di dalamnya berupa transmisi
pengetahuan, keterampilan, sikap, nilai, dan kebiasaan. Pada dasarnya kegiatan
tersebut menjadi akar untuk tumbuhnya perbuatan mendidik yang dikenal dewasa
ini. (Sudjana (2001: 63))
Dikalangan
masyarakat, program-program pendidikan nonformal sering di koordinasikan dan
dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan Masyarakat. Tim pengerak Pembina kesatuan
pada tingkat kelurahan dibina oleh para lurah/kepala desa. Diluar itu,
organisasi-ogranisasi wanita seperti Dharma Wanita dalam program bakti sosial
kepada masyarakat sering kali melaksanakan program-program dalam bentuk paket
program pendidikan nonformal. Pendidikan non formal
sifatnya lebih fleksibel dalam arti luas waktu penyelenggaranya disesuaikan dengan
kesempatan yang ada artinya dapat beberapa bulan, tahun ataupun hari, sehingga
dalam waktu yang cukup singkat dapat digunakan untuk memperoleh kecakapan atau
keterampilan yang dapat digunakan dalam menopang kehidupannya.
Adapun Konsep Dasar Pendidikan Non
Formal ada 3 jenis, yaitu :
a. Pendidikan Nonformal sebagai
Suplemen adalah dimana pendidikan nonformal sebagai penambah (suplemen). Dimana
seseorang yang sudah menamatkan pendidikan formal ingin menambah pengetahuan/keterampilan
kecakapan hidupnya dia bisa mengikuti pendidikan tambahan berupa pendidikan
kursus dan kecakapan hidup.
b. Pendidikan Nonformal sebagai
Kompelen (Pelengkap) dimana pendidikan Nonformal sebagai pelengkap seseorang
dalam memenuhi pendidikan Formalnya.
c. Pendidikan Nonformal sebagai Substituti
(Pengganti) dimana seseorang yang sama sekali tidak menikmati pendidikan Formal
dia dapat mengikuti Pendididkan Nonformal sebagai Pengganti . Contoh seseorang
yang tidak pernah belajar di SD mereka dapat mengikuti Program Paket A
begitupun juga paket B dan C.
B.
Asas-Asas Pendidikan Nonformal
Asas-asas pendidikan nonformal mencakup asas kebutuhan, asas pendidikan
sepanjang hayat, asas relevansi dengan pembangunan masyarakat, dan asas wawasan
ke masa depan.
(1) Asas
kebutuhan meliputi kebutuhan hidup manusia (human
needs), kebutuhan pendidikan (educational
needs), dan kebutuhan belajar (learning
needs). Kebutuhan hidup adalah jarak antara kebutuhan fisiblogis, rasa
aman, sosial, penghargaan, dan/atau aktualisasi diri yang dimiliki saat ini
dengan kebutuhan tersebut yang hams atau diharapkan terpenuhi.
Kebutuhan pendidikan adalah jarak antara tingkat pendidikan atau
kemampuan yang dimiliki pada saat ini dengan tingkat pendidikan atau kemampuan
yang seharusnya atau diharapkan dipenuhi. Kebutuhan belajar adalah peryataan
tentang pengetahuan, keterampilan,
sikap dan nilai-nilai tertentu yang ingin dipenuhi melalui kegiatan pendidikan
nonformal.
(2) Pendidikan
sepanjang hayat (lift-long education)
adalah prinsip bahwa pendidikan dilakukan sepanjang hayat dengan keserasian
antara pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan sepanjang hayat
adalah upaya sadar untuk menumbuhkan kegiatan belajar sepanjang hayat (life-long learning).
Penerapan asas pendidikan sepanjang hayat dalam pendidikan nonformal ini
menyebabkan adanya tiga ciri umum pada jalur pendidikan nonformal, yaitu :
a. Pendidikan
nonformal memberikan pendidikan secara wajar dan luas kepada setiap orang
sesuai dengan peredaan minat, usia dan kebutuhan belajar masing-masing;
b. Pendidikan
nonformal diselenggarakan dengan melibatkan peserta didik dalam kegiatan
perencanaan, pelaksanaan dan penilaian proses, hasil dan dapak program kegiatan
belajar;
c. Pendidikan
nonformal memiliki tujuan-tujuan ideal yang terkandung dalam proses
pendidikannya. (Sudjana, 2004;230)
(3) Relevansi
dengan pembangunan masyarakat merupakan wilayah utama pendidikan nonformal.
Fungsi pendidikan nonformal adalah untuk membelajarkan sumber daya manusia (human resource development) sebagai
subjek pembangunan masyarakat sehingga mereka memiliki budaya, berorganisasi (community organization) dan, pengembangan ekonomi (economic development) di masyarakat baik
pedesaan maupun perkotaan.
(4) Wawasan ke
masa depan (futures oriented)
mengandung makna bahwa pendidikan nonformal adalah upaya mempersiapkan peserta
didik melalui kegiatan bimbingan, pembelajaran, dan pelatihan bagi peranan
peserta didik pada masa depan.
C.
Fungsi Dan Tujuan Pendidikan Nonformal
a. Fungsi Pendidikan Nonformal
UU Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa fungsi Pendidikan Nonformal
adalah sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal, dalam
rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat untuk mengembangkan potensi peserta
didik dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional
serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
b. Tujuan
Pendidikan Nonformal
1. Masyarakat
memperoleh layanan PAUD yang bermutu, adil dan merata dalam menyiapkan anak
didik dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.
2. Masyarakat/penduduk
buta aksara dewasa (15 tahun ke atas) dapat memperoleh/mengikuti program
pendidikan keaksaraan fungsional secara efektif, efisien, dan akuntabel.
3. Masyarakat
memperoleh layanan pendidikan kesetaraan yang bermutu, relevan, dan
berkelanjutan untuk menunjang penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 12
Tahun dan memperluas akses pendidikan menengah dengan lebih menekankan pada
keterampilan fungsional dan kepribadian profesional.
4. Terwujud
kelembagaan kursus dan pelaksanaan
kursus para Profesi yang Bermutu dan Berorientasi Kecakapan Hidup (PKH),
khususnya bagi penduduk penganggur usia produktif untuk dapat bekerja dan/atau
berusaha secara produktif, mandiri, dan profesional.
5. Masyarakat
memperoleh layanan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) yang semakin luas dan bermutu
sebagai wahana peningkatan budaya baca untuk mendorong aksarawan baru dan
anggota masyarakat lainnya untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan
kecakapan yang berguna bagi kehidupan mereka.
6. Terwujud
keadilan gender dalam pelayanan pendidikan melalui peningkatan kesetaraan
antara penduduk laki-laki dan perempuan dalam akses, mutu, relevansi, dan tata
kelola pemerintahan bidang pendidikan.
7. Terwujud
kelembagaan dan unit-unit pelaksana teknis PNF, serta satuan PNF lainnya yang
terakreditasi dan mampu memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu, efisien,
efektif dengan tata kelola yang akuntabel dan transparan.
D.
Jenis-Jenis dan Satuan Pendidikan
Nonformal
a.
Jenis-Jenis
Pendidikan Nonformal
Jenis pendidikan nonformal meliputi:
1.
Pendidikan Kecakapan Hidup (lifeskill)
Pendidikan kecakapan hidup adalah
pendidikan kemampuan, kesanggupan, dan keterampilan yang diperlukan oleh
seseorang untuk menjalankan kehidupan. Tujuan pendidikan kecakapan hidup adalah
menyiapkan peserta didik agar yang bersangkutan mampu, sanggup dan terampil
menjaga kelangsungan hidup, dan perkembangannya di masa datang. Kecakapan hidup
mencakup kecakapan dasar dan kecakapan
instrumental. Kecakapan dasar meliputi : (i) kecakapan belajar mandiri; (ii)
kecakapan membaca, menulis, dan menghitung; (iii) kecakapan komunikasi; (iv)
kecakapan berpikir ilmiah, kritis, nalar, nasional, lateral, sistem kreatif
eksploratif reasoning, pengambil keputusan, dan pemecahan masalah; (vi) kecakapan
mengelola raga; (vii) kecakapan merumuskan kepentingan dan upaya-upaya untuk
mencapainya; (viii) kecakapan berkeluarga dan sosial. Kecakapan instrumental
meliputi : (i) kecakapan memanfaatkan teknologi; (ii) kecakapan mengelola
sumber daya; (iii) kecakapan bekerja sama dengan orang lain; (iv) kecakapan
memanfaatkan informasi; (v) kecakapan menggunakan sistem; (vi) kecakapan
berwirausaha; (vii) kecakapan kejuruan; (viii) kecakapan memilih, menyiapkan,
dan mengembangkan karir; (ix) kecakapan menjaga harmoni dengan lingkungan; (x)
kecakapan menyatukan bangsa.
2.
Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini
diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar. Pendidikan anak usia dini
dapat diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal atau nonformal, dan/atau
informal. Pendidikan anak usia dini pada
jalur pendidikan nonformal berbentuk:
a. Kelompok Bermain (KB) adalah salah satu bentuk
layanan PAUD bagi anak usia 3 – 6 tahun, yang berfungsi untuk meletakkan
dasar-dasar ke arah perkembangan sikap, pengetahuan, dan keterampilan yang
diperlukan bagi anak usia dini dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan
untuk pertumbuhan serta perkembangan selanjutnya, sehingga siap memasuki
pendidikan dasar.
b. Taman Penitipan Anak (TPA) adalah wahana
pendidikan dan pembinaan kesejahteraan anak yang berfungsi sebagai pengganti
keluarga untuk jangka waktu tertentu selama orangtuanya berhalangan atau tidak
memiliki waktu yang cukup dalam menagsuh anaknya karena bekerja atau sebab
lain.
3.
Pendidikan Kepemudaan
Pendidikan kepemudaan perlunya pendidikan kepemudaan
merupakan usaha dari pemerintahan untuk mencetak generasi-generasi yang
berkualitas dan unggul dalam banyak hal. Pendidikan kepemudaan bias diwujudkan
melalui kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan organisasi kepemudaan sebagai
lembaga kependidikan. Diantaranya melalui, organisasi pemuda-pemudi di
desa-desa, perkumpulan olahraga dan organisasi kesenian. Organisasi kepemudaan
adalah organisasi sosial wadah pengembangan generasi muda yang tumbuh dan
berkembang atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial dari, oleh, dan untuk
masyarakat terutama generasi muda di desa/kelurahan atau komunitas adat
sederajat yang bergerak dibidang usaha kesejahteraan sosial. Sebagai institusi
sosial yang menjadi sumber daya sosial paling potensial di masyarakatnya,
organisasi kepemudaan diorientasikan untuk menjadi organisasi pelayanan
kemanusiaan penyelenggaraan usaha kesejahteraan sosial yang memiliki pendekatan
dan standar pada pendekatan pekerjaan sosial yang memadai, karena organisasi
kepemudaan adalah juga volunteer. Organisasi kepemudaan adalah lembaga
nonformal yang tumbuh dan eksis dalam masyarakat antara lain ikatan remaja
mesjid, kelompok pemuda (karang taruna), dan sebagainya. Pendidikan kepemudaan
dipandang sangat perlu dikembangkan lagi karena pada hakikatnya dalam diri
pemuda itu terdapat berbagai potensi yang apabila tidak dikelola dengan baik
maka kemampuan/bakat tersebut akan sia-sia.
4.
Pendidikan Pemberdayaan Perempuan
Salah satu penyebab ketidakberdayaan
perempuan adalah ketidakadilan gender yang mendorong terpuruknya peran dan
posisi perempuan di masyarakat. Perbedaan gender seharusnya tidak menjadi
masalah sepanjang tidak menghadirkan ketidakadilan gender. Namun perbedaan
gender tersebut justru melahirkan berbagai ketidakadilan, baik bagi laki-laki
maupun perempuan. Manifestasi ketidakadilan itu antara lain (1) Marginalisasi
karena diskriminasi terhadap pembagian pekerjaan menurut gender, (2)
Subordinasi pekerjaan (3) Stereotiping terhadap pekerjaan perempuan, (4) Kekerasan
terhadap perempuan, dan (5) Beban kerja yang berlebihan.
Oleh
karena itu, ada beberapa komponen penting yang perlu diperhatikan dalam upaya
memberdayakan perempuan, yaitu (1) Organisasi dan kepemimpinan yang kuat, (2)
Pengetahuan masalah hak asasi perempuan, (3) Menentukan strategi, (4) Kelompok
peserta atau pendukung yang besar, dan (5) Komunikasi dan pendidikan. Sementara
itu, salah satu upaya dalam memberdayakan sumber daya manusia, khususnya
perempuan, adalah melalui penanaman dan penguatan jiwa dan praktek
kewirausahaan. Secara umum, ciri dan watak seorang wirausahawan adalah
(Kartini, 2001):
1.
Memiliki kepercayaan diri dan optimis
2.
Berorientasi pada kerja dan hasil
3. Berani
mengambil resiko dengan perhitungan yang jelas
4.
Memiliki jiwa dan sikap kepemimpinan
5.
Memiliki kemampuan kreatif dan inovatif
6.
Berorientasi ke masa depan
Dengan demikian maka sebaiknya dalam
pengembangan sumber daya perempuan sebaiknya diarahkan untuk membentuk manusia
yang (1) memiliki motivasi dan etos kerja yang tinggi, (2) menguasai banyak
ilmu dan keterampilan, (3) memiliki sikap mental yang konsisten yang diwujudkan
dalam komitmennya pada bidang pekerjaan tertentu (profesional), (4) memiliki
semangat dan kemampuan bersaing (kompetitif), dan (5) memiliki budaya yang
didasari pada nilai-nilai agama dan humanisme.
5.
Pendidikan Keaksaraan
Pendidikan keaksaraan sebagai salah satu layanan
pendidikan non formal untuk membelajarkan warga masyarakat buta aksara, dan
sebagai suatu pendekatan pembelajaran, merupakan cara untuk mengembangkan
kemampuan seseorang dalam menguasai dan menggunakan keterampilan membaca,
menulis, berhitung, mengamati dan menganalisis, yang berorientasi pada
kehidupan sehari-hari serta memanfaatkan potensi yang ada di lingkungan
sekitar.
Untuk mencapai hal tersebut, pendidikan keaksaraan
diselengarakan dengan prinsip ;
1) Konteks
lokal, adalah bahwa pembelajaran pendidikan keaksaraan dilaksanakan berdasarkan
minat, kebutuhan, pengalaman, permasalahan dan situasi lokal serta potensi yang
ada di sekitar warga belajar.
2) Desain
lokal, tutor bersama warga belajar perlu merancang kegiatan pembelajaran di
kelompok belajar, sebagai jawaban atas permasalah, minat dan kebutuhanwarga
belajar
3) Partisipatif, tutor perlu
melibatkan warga belajar berpartisipasi secara aktif, dari mulai tahap
perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil warga belajar .
4) Fungsionalisasi hasil belajar,
dari hasil pembelajarannya warga belajar diharapkan dapat memecahkan masalah
keaksaraannya dan meningkatkan mutu dan taraf hidupnya.
Strategi
pembelajaran pendidikan keaksaraan
Dalam rangka mengembangkan kemampuan warga belajar
dalam menguasai dan menggunakan keterampilan membaca, menulis, berhitung,
mengamati dan menganalisis, yang berorientasi pada kehidupan sehari-hari serta
memanfaatkan potensi yang ada di lingkungan sekitar, maka strategi pembelajaran
yang diterapkan adalah; membaca, menulis, berhitung, diskusi dan aksi
(Calistungdasi). Kegiatan aksi dalam strategi pembelajaran pendidikan
keaksaraan adalah merupakan pemanfaatan hasil belajar warga belajar atau
fungsionalisasi hasil belajar.
2. Komponen
penyelenggaraan Pendidikan Keaksaraan terdiri; atas komponen utama, komponen
pembelajaran dan komponen pendukung, yang masing terdiri atas -unsur – unsur
sebagai berikut :
2.1.Komponen utama, komponen utama
penyelenggaraan pendidikan keaksaraan meliputi : a. Warga belajar, b. Tutor, c.
Penyelenggara, d. Kelompok belajar, e.Tenaga Suport Sistem, f. Dana
2.2.Komponen pembelajaran Komponen
pembelajaran penyelenggaraan pendidikan keaksaraan terdiri atas ; a. Struktur/kurikulum
program pembelajaran, b. Program pembelajaran, c. Proses pembelajaran, d. Bahan
dan media belaja, e. Evaluasi belajar, f. Fungsionalisasi hasil belajar.
2.3.Komponen Pendukung Komponen
pendukung pendidikan keaksaraan terdiri atas : a. Pelatihan, b. Pendampingan, c.
Bimbingan teknis, d. Acuan – acauan, e. Ragi belajar, f. Birokrasi dan dukungan
masyarakat.
6.
Pendidikan Keterampilan dan Pelatihan
Kerja
Pendidikan seperti ini biasanya dilaksanakan oleh
suatu lembaga atau organisasi tertentu yang ingin menciptakan tenaga-tenaga
kerja yang terampil . Saat ini kursus dan/atau pelatihan yang paling
banyak bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan, keterampilan,
kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan profesi,
bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih
tinggi.
7.
Pendidikan Kesetaraan, Serta
Ditujukan bagi peserta didik yang berasal dari
masyarakat yang kurang beruntung, tidak pernah sekolah, putus sekolah dan putus
lanjut, serta usia produktif yang ingin meningkatkanpengetahuan dan kecakapan
hidupnya.
Definisi mengenai setara adalah sepadan dalam civil
effect, ukuran, pengaruh, fungsi, dan kedudukan. Lulusan program pendidikan
kesetaraan memiliki hak yang sama dengan pendidikan formal yaitu mereka bias
melanjutkan ke jenjang berikutnya yang lebih tinggi.
Diluar hal itu pengelolaan
pendidikan kesetaraan di Indonesia sekarang begitu menjamur, minat masyarakat
mengikuti program inipun semakin meningkat. Program Paket B pun memberi
sumbangsih terhadap program wajar diknas secara nasional mencapai sekitar 3%
lulusan Paket A, B dan C terus meningkat.
Sejalan dengan perkembangan zaman,
karakteristik sasaran, maka pendidikan kesetaraanpun mulai memberikan variasi
layanan untuk memberikan layanan bagi masyarakat yang memang membutuhkan
layanan pendidikan nonformal. Kini pendidikan kesetaraanpun memberikan
alternatif layanan seperti Pembelajaran Langsung, Lumbung Belajar, Layanan
Jemput Bola, Home schooling, dan E-Learning.
Pembelajaraan langsung adalah tatap
muka langsung antara tutor dan warga baik secara perorangan maupun kelompok di
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) atau lembaga penyelenggaraan lainnya.
Lumbung Belajar adalah tempat
disebut gudang ilmu, tempat yang dapat disinggahi oleh warga belajar yang ingin
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan. Jenis lumbung belajar juga di
Nunukan, Entikong, dan Hongkong.
Layanan jemput bola adalah layanan
pendidikan yang bersifat aktif, yang bergerak mendatangi dan menjangkau peserta
didik yang mengalami hambatan atau kesulitan untuk datang ke tempat
pembelajaran, biasanya juga tutor kunjungan. Tugas tutor disini sangat berat,
ia harus mendatangi warga yang ingin belajar yang lokasinya cukup jauh, bahkan
tutor menggunakan para layang untuk mencapai sasaran karena letak geografis
yang bergunung dan berlembahseperti di kawasan Indonesia Timur.
Home schooling adalah proses
layanan pendidikan yang dilakukan secara teratur, terarah, dan terencana
dilakukan oleh orang tua/ keluarga di rumah atau di tempat-tempat lain, dimana
proses belajar berlangsung dalam suasana kondusif dengan tujuan agar semua
potensi anak yang unik dapat berkembang secara maksimal.
E-Learning merupakan situs
percontoh penggunaan teknologi komunikasi untuk alternatif sistem belajar.
Diverifikasi layanan ini dilakukan
sebenarnya untuk memberikan layanan kepada masyarakat yang memiliki
keterbatasan dalam hal keterbatasan dari sisi waktu, keterbatasan ekonomi, dan
keterbatasan sosial.
Tugas Tutor (tenaga pengajar) dan
penyelenggaraan pendidikan nonformal sangat berat, bila melihat karakteristik
sasaran pendidikan nonformal yang beragam, apalagi anggaran untuk pendidikan
nonformal di Indonesia cenderung tidak sebanding dengan anggaran untuk
pendidikan formal. Padahal pendidikan nonformal sendiri memiliki andil besar
dalam membantu pembangunan pendidikan di Indonesia. Seperti dikatakan dalam
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nonformal sebagai penambah, pengganti dan
pelengkap pendidikan formal, tetapi pendidikan nonformal memberikan warna
tersendiri bagi lulusannya yaitu bagaimana memberdayakan diri, untuk menolong
diri sendirinya. Meskipun tantangannya kini semakin beragam dan begitu kompleks.
8.
Pendidikan Lain Yang Ditujukan Untuk
Mengembangkan Kemampuan Peserta Didik.
b.
Satuan
Pendidikan Nonformal
1.
Lembaga Kursus
dan Pelatihan
Lembaga Kursus dan pelatihan adalah
satuan pendidikan nonformal yang berfungsi menyelenggarakan kursus dan/atau
pelatihan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,
keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan
profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan pada jenjang
yang lebih tinggi. Satuan Lembaga kursus dan pelatihan biasanya
menyelenggarakan program pendidikan kecapakapan hidup, program pendidikan
keterampilan dan pelatihan kerja, dan program pendidikan kepemudaan.
2.
Kelompok Belajar
Kelompok belajar adalah
medium bagi anggota masyarakat yang tergabung dalam program pendidikan
nonformal untuk belajar dan saling membelajarkan sesuai dengan tujuan dan
target program. Beberapa program pendidikan nonformal yang mengelompokkan
sasaran/warga belajar dalam kelompok belajar antara lain pendidikan keaksaraan,
pendidikan kesetaraan, dan PAUD. Biasanya anggota kelompok belajar memiliki
kesamaan tujuan dan motivasi untuk belajar bersama, nilai dan norma yang diakui
bersama sebagai pengikat dalam kelompok.
3.
Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat
Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM) adalah suatu wadah yang menampung berbagai kegiatan pembelajaran
masyarakat diarahkan pada pemberdayaan potensi untuk menggerakkan pembangunan
di bidang pendidikan, sosial, ekonomi dan budaya. Tujuan PKBM adalah untuk
memperluas kesempatan warga masyarakat, khususnya yang tidak mampu untuk
meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap mental yang diperlukan untuk
mengembangkan diri dan bekerja mencari nafkah. Karena itu PKBM dapat
menyelenggarakan berbagai program pendidikan nonformal sesuai dengan kebutuhan
dan potensi masyarakat disekitarnya.
4.
Majelis Taklim
Majelis Taklim merupakan
satuan pendidikan nonformal yang memfokuskan pada pendidikan Islam melalui
ceramah umum atau pengajian Islam. Tempat kegiatan majelis taklim dapat
dilakukan di halaman masjid atau kantor-kantor atau di tempat lain yang
dikhususkan untuk itu. Prinsip kegiatan majelis taklim adalah kemandirian dan swadaya
masyarakat dari masing-masing anggotanya. Dengan kata lain, majelis taklim
adalah lembaga pengajian Islam yang memiliki ciri-ciri tersendiri dilihat dari
sudut metode dan buku pegangan yang digunakan jama’ah, pengajar (ustaz/ustadzah),
materi yang diajarkan, sarana, dan tujuan.
Peran strategis majelis taklim
adalah mewujudkan learning society,
yakni masyarakat yang memiliki tradisi belajar tanpa dibatasi usia, jenis
kelamin, tingkat pendidikan, dan menjadi wahana relajar serta menyampaikan
pesan-pesan keagamaan, wadah mengembangkan silaturahmi, dan berbagai kegiatan
keagamaan lainnya, bagi semua lapisan masyarakat.
E.
Ketenagaan Pendidikan Nonformal
Ketenagaan dalam
pendidikan nonformal adalah anggota masyarakat yang memiliki tugas dan
kewenangan dalam merencanakan dan melaksanakan proses serta menilai hasil,
melakukan pembimbingan dan pelatihan pada satuan pendidikan nonformal.
Ketenagaan pada pendidikan nonformal terdiri dari beberapa jenis, yaitu :
1.
Pamong belajar, yaitu pegawai negeri
sipil (PNS) yang diberikan tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh
pejabat dalam rangka pengembangan model dan pembuatan percontohan serta
penilaian dalam rangka pengendalian mutu dan pelaksanaan program pendidikan
luar sekolah. Pamong Belajar bertugas dan bertanggungjawab menyuluh,
membimbing, mengajar, melatih peserta didik dan mengembangkan model program
pembelajaran, alat pembelajaran dan pengelolaan pembelajaran pada jalur
pendidikan nonformal.
2.
Pendidik PAUD Nonformal, yaitu tenaga
honor yang diberi tugas, tanggung jawab dan wewenang menyelenggarakan
pembelajaran bagi anak usia dini, mereka bertugas dan bertanggung jawab
membimbing dan melatih anak usia dini pada kelompok bermain, taman penitipan
anak dan bentuk lain yang sejenis, ketiga instruktur kursus, yaitu tenaga yang
memiliki kompetensi dan sertifikasi pada bidang keterampilan tertentu, keempat,
tutor pendidikan keaksaraan dan kesetaraan (paket A, B dan C), keenam
fasilitator desa intensif (FDI), yang bertugas dan bertanggung jawab memberikan
pelayanan pembelajaran pada desa-desa tertinggal.
Untuk
melakukan pembinaan terhadap pendidik dan Tenaga Kependidikan pendidikan
nonformal, sebagai bagian upaya untuk meningkatkan efektivitas dalam
peningkatan kualitas SDM, dalam arti menyiapkan tenaga pendidikan nonformal
yang profesional dapat dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu,
1. Pendekatan karakteristik
Pendekatan karakteristik yaitu
pendekatan yang memandang profesi mempunyai seperangkat elemen inti yang
membedakan dengan pekerjaan lainnya. Hasil studi sifat karakteristik profesi
meliputi: 1) kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan, 2)
memiliki pengetahuan spesialisasi, 3) memiliki pengetahuan praktis yang dapat
digunakan langsung oleh orang lain, 4) memiliki teknik kerja yang dapat
dikomunikasikan , 5) memiliki kapasitas mengorganisasikan kerja secara mandiri
atau self organization, 6) mementingkan kepentingan orang lain, 7) memiliki
kode etik, 8) memiliki sanksi dan tanggungjawab komunita, 9) mempunyai sistem
upah dan 10) memiliki budaya profesi.
2. Pendekatan Institusional
Pendekatan institusional yaitu
pendekatan yang memandang profesi dari segi proses institusional atau
perkembangan asosiasionalnya, atinya menekankan pengakuan atas suatu profesi
oleh negara atau pemerintah.
Menurut Wilensky, mengemukakan lima
langkah untuk memprofesionalkan suatu pekerjaan, yaitu: a) memunculkan suatu
pekerjaan yang penuh waktu atau full time bukan pekerjaan sambilan.; b)
menetapkan satuan pendidikan nonformal tempat menjalani proses pendidikan dan
pelatihan; c) mendirikan organisasi atau asosiasi profesi; d) melakukan agitasi
secara politis untuk memperjuangkan adanya perlindungan hukum terhadap asosiasi
atau perhimpunan tersebut, dan e) Mengadopsi secara formal kode etik yang
ditetapkan.
3. Pendekatan Legalistik
Pendekatan legalistik yaitu pendekatan
yang menekankan adanya pengakuan atau suatu profesi oleh negara atau
pemerintah. Suatu pekerjaan dapat disebut profesi jika dilindungi oleh
undang-undang atau produk hukum yang ditetapkan oleh pemerintahan suatu negara.
Menurut M. Friedman pengakuan atas suatu
pekerjaan menjadi suatu profesi sesungguhnya dapat ditempuh melalui tiga tahap
yaitu : a) registrasi (registration), b) Serifikasi (certification) dan
c) Lisensi (licensing).
F.
KEUNGGULAN DAN KELEMAHAN PENDIDIKAN NONFORMAL
1. Keunggulan Pendidikan Nonformal
Kehadiran pendidikan nonformal,
terutama di negara-negara sedang berkembang, dipandang telah memberikan
berbagai manfaat. Pendidikan ini dipandang memiliki beberapa keunggulan bila
dibandingkan dengan pendidikan formal. Penyelenggaraan program pendidikan
formal pada umumnya memperoleh kritik dalam tiga segi yaitu biayanya yang
mahal, kurangnya relevansi dengan kebutuhan masyarakat, dan fleksibilitasnya
kurang.
Mahalnya biaya penyelenggaraan program
pendidikan formal disebabkan oleh waktu belajar yang lama dan terus menerus,
pengelolaan pendidikan yang sentralistik, dan penggunaan sumber daya secara
intensif. Kurangnya relevensi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat disebabkan
oleh kurikulum yang lebih bersifat akademis, menyamaratakan peserta didik, dan
cenderung terpisah dari kehidupan masyarakat sekitar. Rendahnya
fleksibilitas pendidikan formal disebabkan oleh bentuk dan isi programnya yang
konvensional, kepercayaan yang berlebih-lebihan terhadap dominasi sekolah dan
pengaruh pendidik (guru), serta pengawasan yang seragam secara nasional.
Berawal dari kelemahan pendidikan
formal tersebut. Maka di sini peranan dari pendidikan nonformal menjadi sangat
penting dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan kualitas Sumber Daya
Manusia Indonesia. Pendidikan nonformal hadir dengan struktur program yang
lebih luwes, biaya lebih murah, lebih berkaitan dengan kebutuhan masyarakat,
serta memiliki program yang fleksibel. Sehingga pendidikan nonformal memiliki
peranan yang sangat besar bagi mereka yang tidak berkesempatan memenuhi
kebutuhan pendidikannya melalui jalur persekolahan atau jalur formal. Sehingga
pendidikann nonformal juga memiliki kedudukan dalam sistem pendidikan nasional
yaitu sebagai subsistem dari sistem pendidikan nasional bersama dengan
pendidkan formal dan informal untuk tercapainya tujuan dari sistem pendidikan
nasional.
2. Kelemahan Pendidikan Nonformal
Di
samping berbagai keunggulan ,perlu dikemukakan di sini bahwa pendidikan
nonformal bukan tanpa kelemahan. Kelemahan yang terdapat dalam program
pendidikan ini antara lain: kurangnya koordinasi, kelangkaan pendidik
profesional, dan motivasi belajar yang relatif rendah.
a.
Kelemahan pertama, kurangnya koordinasi disebabkan oleh keragaman dan luasnya
program yang diselenggarakan oleh berbagai pihak. Semua lembaga pemerintah,
baik yang berstatus departemen maupun non departemen, menyelenggarakan
program-program pendidikan nonformal. Berbagai lembaga swasta, perorangan, dan
masyarakat menyelenggarakan program pendidikan nonformal yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan lembaga tersebut atau untuk pelayanan kepada masyarakat.
Dengan adanya variasi program yang dilakukan oleh berbagai pihak itu akan
memungkinkan terjadinya program-program yang tumpang tindih. Program yang sama
mungkin akan digarap oleh berbagai lembaga, sebaliknya mungkin suatu program
yang memerlukan penggarapan secara terpadu kurang mendapat perhatian dari
berbagai lembaga. Oleh karena itu koordinasi antar pihak penyelenggara program
pendidikan nonformal sangat diperlukan untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program serta untuk
mendayagunakan sumber-sumber dan fasilitas dengan lebih terarah sehingga
program tersebut mencapai hasil yang optimal.
b.
Kelemahan kedua, tenaga
pendidik atau sumber belajar yang profesional masih kurang. Penyelenggara
kegiatan pembelajaran dan pengelolaan program pendidikan nonformal sampai saat
ini sebagian terbesar dilakukan oleh tenaga-tenaga yang tidak mempunyai latar
belakang pengalaman pendidikan nonformal. keterlibatan mereka dalam program
pendidikan didorong oleh rasa pengabdian kepada masyarakat atau kerena tugas
yang diperoleh dari lembaga tempat mereka bekerja, dan mereka pada umumnya
berlatar belakang pendidikan formal. Kenyataan ini sering mempengaruhi cara
penampilan mereka dalam proses pembelajaran anatara lain dengan menerapkan
pendekatan mengajar pada pendidikan formal di dalam pendidikan nonformal sehingga
pendekatan ini pada dasarnya tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pembalajaran
dalam pendidikan nonformal. Pengelolaan program pendidikan nonformal memerlukan
pendekatan dan keterampilan yang relatif berbeda dengan pengelolaan program
pendidikan formal. Untuk mengatasi kelemahan itu maka diperlukan upaya
peningkatan kemampuan tenaga pendidik yang ada dalam pengadaan tenaga
profesional pendidikan nonformal.
c.
Kelemahan ketiga, motivasi belajar peserta didik relatif rendah. Kelemahan
ini berkaitan dengan:
1. Adanya kesan umum bahwa lebih rendah
nilainya daripada pendidikan formal yang peserta didiknya memiliki motivasi
kuat untuk perolehan ijazah.
2. Pendekatan yang dilakukan oleh
pendidik yang mempunyai latar belakang pengalaman pendidikan formal dan
menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran pendidikan nonformal pada umumnya
tidak kondusif untuk mengembangkan minat peserta didik.
3. Masih terdapat program pendidikan,
yang berkaitan dengan upaya membekali peserta didik untuk mengembangkan
kemampuan dibidang ekonomi, tidak dilengkapai dengan masukan lain (other
input) sehingga peserta didik atau lulusan tidak dapat menerapkan hasil
belajarnya.
4. Para lulusan pendidikan nonformal
dianggap lebih rendah statusnya dibandingkan status pendidikan formal, malah
sering terjadi para lulusan pendidikan yang disebut pertama berada dalam
pengaruh lulusan pendidikan nonformal.
Dengan demikian, kelemahan-kelemahan
di atas merupakan beberapa contoh yang muncul di lapangan. Namun pendidikan
nonformal makin lama makin diakui pentingnya dan kehadirannya sebagai
pendidikan yang berkaitan erat dengan kebutuhan masyarakat dan bangsa serta
sebagai bagian penting dari kebijakan dan program pembangunan.(Sudjana, 2004: 41-42)
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Menurut pengertian Undang-undang
Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat 12 “Pendidikan nonformal adalah jalur
pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur
dan berjenjang”. Sehingga berdasarkan beberapa sumber, pendidikan nonformal adalah
pendidikan yang dilakukan secara teratur, dengan sadar dilakukan, tetapi tidak
terlalu ketat mengikuti peraturan-peraturan yang tetap¸ seperti pada pendidikan
formal di sekolah.
2.
Asas-asas pendidikan nonformal mencakup asas kebutuhan,
asas pendidikan sepanjang hayat, asas relevansi dengan pembangunan masyarakat,
dan asas wawasan ke masa depan.
3.
Fungsi pendidikan nonformal adalah
sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan formal, dalam rangka
mendukung pendidikan sepanjang hayat untuk mengembangkan potensi peserta didik
dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
4.
Jenis pendidikan nonformal meliputi:
a.
Pendidikan kecakapan hidup
b.
Pendidikan anak usia dini
c.
Pendidikan kepemudaan
d.
Pendidikan pemberdayaan perempuan
e.
Pendidikan keaksaraan
f.
Pendidikan keterampilan dan pelatihan
kerja
g.
Pendidikan kesetaraan, serta
h.
Pendidikan lain yang ditujukan untuk
mengembangkan kemampuan peserta didik.
5.
Satuan
Pendidikan Nonformal
a.
Lembaga Kursus
b.
Lembaga
Pelatihan
c.
Kelompok Belajar
d.
Pusat Kegiatan
Belajar Masyarakat
e.
Majelis Taklim
6.
Ketenagaan pada pendidikan nonformal
terdiri dari pamong belajar dan pendidik PAUD Nonformal
B.
Saran
Menurut kami, warga masyarakat lebih meningkatkan peranan
pendidikan nonformal dilingkungannya karena tingkat pengangguran di Indonesia
semakin meningkat. Selain itu, tingkat masyarakat yang buta aksarapun semakin
banyak sehingga melalui pendidikan nonformal masyarakat Indonesia diharapkan
dapat mengenyam pendidikan walau hanya pendidikan baca-tulis.
DAFTAR
PUSTAKA
Ade Suparman, S.Sos,MMhttp://supermen-tea.blogspot.com/2011/03/konsep-dasar-pendidikan-non-formal.html,
(diakses 15 Desember 2011)
Kompas.
2008. Tujuan Pembangunan Pendidikan Nonformal. Diakses melalui http://lpknesscera.blogspot.com/2008/11/tujuan-pembangunan-pendidikan-non.html.
(diakses 15 Desember 2011)
Mars
Imadiklus. 2011. Kelemahan Pendidikan Nonformal. Diakses melalui http://imadiklus.com/2011/07/kelemahan-pendidikan-nonformal.html,
(diakses 18 Desember 2011)
Mars
Imadiklus. 2011. Peranan
Pendidikan Nonformal Dalam Pendidikan Anak Usia Dini. diakses melalui
http://imadiklus.com/2011/11/peranan-pendidikan-non-formal-dalam-pendidikan-anak-usia-dini.html, (diakses
15 Desember 2011)
Rachmad
Revanz. 2011. Asas-Asas Pendidikan Nonformal. Diakses melalui http://rachmadrevanz.com/2011/asas-asas-pendidikan-nonformal.html,
(diakses 18 Desember 2011)
amin
BalasHapusTerima kasih sahar sangat membantu tugas perkuliahan ini
BalasHapusterima kasih sahar...
BalasHapus