Kamis, 04 Juni 2015

Makalah Bimbingan Konseling

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang dilakukan oleh guru pembimbing (konselor),  guna membantu siswa dalam memenuhi kebutuhannya di sekolah. Dalam memenuhi kebutuhan siswa, terutama dalam proses belajar mengajar, guru pembimbing hendaknya bekerja sama dengan staf sekolah, khususnya dengan guru mata pelajaran.
Ada banyak pertimbangan sehingga bimbingan dan konseling ini perlu ditinjau lebih detil lagi, karena ini merupakan hal yang sangat penting dalam proses perkembangan dan pembentukan kepribadian peserta didik. 
Di masa sekarang ini guru mata pelajaran dalam melaksanakan tugas mengajarnya, menitikberatkan  pada pengembangan intelek siswa;  artinya, pembelajaran lebih ditekankan pada pemberian pengetahuan, peningkatan kecerdasan, pembinaan sikap dan kepribadian. Sedangkan guru pembimbing dalam menjalankan kepembimbingannya penekanannya pada hal-hal yang bersifat pengarahan dan pembinaan siswa dalam bidang karier (vokasional), kemampuan menghadapi persoalan hidup, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan mengenal diri dan merencanakan studi dan kehidupan, di samping pembinaan sikap dan kepribadian siswa.
Selain daripada itu, Perhatian guru di kelas lebih banyak tertuju kepada siswa sebagai bagian dari kelompok (pendekatan klasikal) daripada sebagai pribadi. Sedangkan guru pembimbing, perhatiannya lebih tertuju pada pendekatan individual/pribadi. Artinya, secara individu siswa memerlukan bimbingan dari proses perkembangannya pada setiap fase perkembangan yang menimbulkan kebutuhan-kebutuhan, persoalan-persoalan, dan tantangan-tantangan tersendiri bagi individu sebagai peserta didik baik pada jenjang pendidikan rendah maupun pada jenjang pendidikan tinggi.
Sekarang ini pula banyak peserta didik yang menghadapi berbagai masalah namun mereka belum mampu untuk bisa menyelesaikan hal itu dengan jalan yang baik, sehingga jarang kita temukan pendidikan peserta didik berjalan dengan lancar.  Hal seperti inilah yang perlu menjadi pertimbangan yang andil yang harus dilakukan oleh para pendidik agar para peserta didik tidak lagi mengalami kesulitan dalam hal menentukan, memilah dan memilih suatu keputusan atau pilihan.
Karena kita tentunya tahu bahwa pendidik dilahirkan untuk mampu bersama-sama membantu menyelesaikan problema-problema para peserta didik agar lebih terarah ke hal yang lebih positif dan bermanfaat buat bangsa dan Negara terkhusus untuk dirinya secara pribadi.
Maka kami membuat makalah ini sebagai penunjang pertumbuhan dan perkembangan pendidikan yang terkhusus ke “Bimbingan dan Konseling”.

B.    Rumusan Masalah
Bertolak dari latar belakang maka kami formulasikan beberapa rumusan yakni sebagai berikut :
a.     Bagaimanakah latar belakang dari bimbingan dan konseling itu ?
b.    Bagaimanakah hakekat bimbingan dan konseling itu ?

C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas makalah ini bertujuan yakni sebagai berikut :
a.     Untuk mengetahui latar belakang dari bimbingan dan konseling
b.    Untuk mengetahui hakekat bimbingan dan konseling.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Latar Belakang Bimbingan dan Konseling
Bimbingan dan konseling merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang dilakukan oleh guru pembimbing (konselor),  guna membantu siswa dalam memenuhi kebutuhannya di sekolah. Dalam memenuhi kebutuhan siswa, terutama dalam proses belajar mengajar, guru pembimbing hendaknya bekerja sama dengan staf sekolah, khususnya dengan guru mata pelajaran. Perlunya kerja sama tersebut didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan:
1.     Guru mata pelajaran dalam melaksanakan tugas mengajarnya, menitikberatkan  pada pengembangan intelek siswa;  artinya, pembelajaran lebih ditekankan pada pemberian pengetahuan, peningkatan kecerdasan, pembinaan sikap dan kepribadian. Sedangkan guru pembimbing dalam menjalankan kepembimbingannya penekanannya pada hal-hal yang bersifat pengarahan dan pembinaan siswa dalam bidang karier (vokasional), kemampuan menghadapi persoalan hidup, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan mengenal diri dan merencanakan studi dan kehidupan, di samping pembinaan sikap dan kepribadian siswa.
2.     Perhatian guru di kelas lebih banyak tertuju kepada siswa sebagai bagian dari kelompok (pendekatan klasikal) daripada sebagai pribadi. Sedangkan guru pembimbing, perhatiannya lebih tertuju pada pendekatan individual/pribadi. Artinya, secara individu siswa memerlukan bimbingan dari proses perkembangannya pada setiap fase perkembangan yang menimbulkan kebutuhan-kebutuhan, persoalan-persoalan, dan tantangan-tantangan tersendiri bagi individu sebagai peserta didik baik pada jenjang pendidikan rendah maupun pada jenjang pendidikan tinggi.
Berikut ini dikemukakan beberapa pertimbangan yang melandasi mengapa bimbingan dan konseling diperlukan keberadaannya di sekolah.

1.     Landasan Legalistik
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah di Indonesia telah dirintis sejak tahun 1960-an. Mulai tahun 1975, pelayanan bimbingan dan konseling secara resmi telah memasuki sekolah-sekolah umum, dengan dicantumkannya pelayanan tersebut pada kurikulum 1975, yang berlaku di sekolah-sekolah seluruh Indonesia pada jenjang SD, SLTP, dan SLTA. Pada kurikulum 1984, keberadaan bimbingan dan konseling lebih dimantapkan lagi.
      Sejak tahun 1989 belaku sejumlah peraturan perundangan baru dalam bidang pendidikan. Undang-undang nomor 2, tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan sejumlah peraturan dasar pelaksanaanynya yaitu Peraturan Pemerintah (PP) nomor 27, 28, 29, 30 tahun 1980, nomor 72 dan 73 tahun 1991, serta nomor 38 tahun 1992 masing-masing tentang Pendidikan Prasekolah, Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah, Pendidikan Tinggi, Pendidikan Luar Biasa, Pendidikan Luar Sekolah, dan Tenaga Kependidikan. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut secara resmi mengakui sepenuhnya adanya berbagai tenaga yang berperanan di dalam dunia pendidikan, selain guru.
      Undang-undang No. 2 Tahun 1989 menjelaskan bahwa tenaga kependidikan meliputi tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik, pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran, teknisi sumber belajar (pasal 27, ayat 2). Tenaga pendidik bertugas membimbing, mengajar, dan/atau melatih pesert didik (pasal 1, ayat 8). Dalam pengertian tersebut jelaslah bahwa pekerjaan bimbingan di sekolah merupakan salah satu tugas dari tenaga pendidik. Dengan kata lain, tugas pendidik salah satu di antaranya adalah membimbing.
      Surat Keputusan (SK) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Nomor 026 tahun 1989 menyatakan secara eksplisit bahwa pekerjaan bimbingan dan penyuluhan (konseling) dan pekerjaan mengajar, satu sama lain berkedudukan seimbang dan sejajar. Dalam SK tersebut dicantumkan bahwa seorang guru di sekolah dapat mengerjakan kegiatan mengajar atau kegiatan pelayanan bimbingan dan penyuluhan. Keberadaan pelayanan bimbingan dan penyluhan di sekolah dipertegas lagi oleh Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1990 (tentang Pendidikan Dasar) dan No. 29 tahun 1990 (tentang Pendidikan Menengah). Di kedua Peraturan Pemerintah itu dicantumkan bahwa:
a.     Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan;
b.    Bimbingan diberikan oleh guru pembimbing.
Lebih lanjut PP. No. 29 Tahun 1990 secara rinci menyatakan sebagai berikut:
a.      Bimbingan dalam rangka menemukan pribadi siswa, dimaksudkan untuk membantu siswa mengenal kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya.
b.      Bimbingan dalam rangka mengenal lingkungan, dimaksudkan untuk membantu siswa menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial, ekonomi, budaya serta alam yang ada.
c.      Bimbingan dalam rangka merencanakan masa depan,mempersiapkan diri dengan langkah yang dipilihnya setelah tama belajar pada sekolah menengah serta karirnya di masa depan.
Peraturan perundangan tersebut di atas, memberikan legalisasi yang cukup mantap tentang keberadaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pekerjaan bimbingan dan konseling tidak dapat diganggu gugat lagi keberadaannya. Bahkan, dalam UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003, Bab I tentang ketentuan Umum, pasal 1 ayat 6 tercantum “Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Istilah konselor sebagai salah satu pendidik tenaga kependidikan digunakan sebagai pengganti guru pembimbing.

2.     Landasan Filosofis
Kata filosofis atau filsafat berasal dari bahasa Yunani: Philos artinya Cinta, Shopos artinya bijaksana. Jadi fisolofis berarti kecintaan terhadap kebijaksanaan. Lebih luas, Kamus Webster New Universal memberikan pengertian bahwa filsafat  merupakan ilmu yang mempelajari kekuatan yang didasari proses berpikir dan bertingkah laku, teori tentang prinsip-prinsip atau hukum-hukum data yang mengatur alam semesta serta mendasari semua pengetahuan dan kenyataan, termasuk di dalamnya studi tentang estetika, etika, logika, metafisika dan sebagainya. Dengan kata lain, filsafat merupakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, seluas-luasnya, setinggi-tingginya, selengkap-lengkapnya, serta setuntas-tuntasnya tentang sesuatu. Tidak ada lagi pemikiran yang lebih dalam, lebih luas, lebih tinggi, lebih lengkap, ataupun lebih tuntas selain pemikiran filosofis.
Pemikiran yang lebih dalam, lebih luas, paling tinggi, dan paling tuntas untuk mengarah kepada pemahaman tentang hakikat manusia. Sesuatu yang dipikirkan itu dikupas, diteliti dan dikaji serta direnugkan dari berbagi segi melalui proses pemikiran yang selurus-lurusnya dan setajam-tajamnya sehingga diperoleh pemahaman yang menyeluruh tentang hakikat keberadaan dan keadaan sesuatu itu. Hasil pemikiran yang menyeluruh itu selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk bertindak berkenaan dengan sesuatu yang dimaksudkan itu. Karena tindakan yang dilakukan didasarkan atas pemahaman yang sedalam-dalamnya, seluas-luasnya, setinggi-tingginya, selengkap-lengkapnya, serta setuntas-tuntasnya, maka tindakan itu tidak gegabah atau bersifat acak yang tidak tentu ujung pangkalnya, melainkan merupakan tindakan yang terarah, terpilih, terkendala, teratur, dan dapat dipertanggungjawabkan. Tindakan seperti itu teguh dan penuh kehati-hatian. Oleh karena pemahaman berdasarkan pemikiran filosofis itu mencakup juga segi-segi estetika, etika dan logika, maka tindakan yang berlandaskan pemahaman filosofis akan dapat dipertanggungjawabkan logis dan etis, serta dapat memenuhi tuntutan estetika. Tindakan seperti itulah yang merupakan tindakan bijaksana. Itulah sebabnya, mengapa istilah filosofis (filsafat) mempunyai makna cinta kebijaksanaan, karena orang-orang yang tindakannya didasarkan atsa pemikiran filsafat adalah orang-orang yang bijaksana.
Pelayanan bimbingan dan konseling meliputi serangkaian kegiatan atau tindakan yang diharapkan menjadi tindakan yang bijaksana. Untuk itu, diperlukan pemikiran filosofis tentang berbagai hal yang bersangkut paut dengan pelayanan bimbingan dan konseling. Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi konselor pada khususnya, yaitu membantu konselor dalam memahami situasi konseling dan dalam membuat keputusan yang tepat. Di samping itu, pemikiran dan pemahaman filosofis juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri lebih mantap, fasilitatif, serta lebih efektif dalam penerapan upaya pemberian bantuannya (Belkin, 1975).

3.     Landasan Religius
Prayitno (1999) mengemukakan landasan religius bagi layanan bimbingan dan konseling perlu ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu:
a.      Keyakinan bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk Tuhan;
b.      Sikap yang mendorong perkembangan dan prikehidupan manusia berjalan ke arah dan sesuai dengan kaidah-kaidah agama; dan
c.      Upaya memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan perangkat budaya (termasuk ilmu dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan masalah individu.
Tuhan Yang Maha Pemurah memberikan segenap potensial kepada manusia, yaitu kemampuan yang mengarah pada hubungan manusia dengan Tuhannya dan yang mengarah pada hubungan manusia dengan sesama manusia dan dunianya. Penerapan segenap kemampuan potensial itu secara langsung berkaitan dengan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Wujud ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa hendaklah seimbang dan lengkap, mencakup hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan dunianya.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945, agama dituliskan dalam bab tersendiri. Dalam sistem pendidikan nasional pentingnya peranan agama itu tertuang dalam rumusan tujuan yang hendak dicapai oleh tujuan pendidikan, yaitu tujuan yang menyangkut manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (UU No. 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional). Berkaitan dengan itu semua, dalam bimbingan dan konseling juga diperankan kaidah-kaidah agama, yaitu berkenaan dengan hakikat sasaran layanan (klien), serta konteks sosial budayanya. Peranan agama dalam bimbingan dan konseling akan memberikan warna, arah, dan suasana hubungan konseling yang tercipta antara klien dan konselor.

4.     Landasan Psikologis
Psikologis merupakan kajian tentang tingkah laku individu. Landasan psikologis dalam bimbingan dan konseling berarti memberikan pemahaman tentang tingkah laku individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Hal ini sangat penting karena bidang garapan bimbingan dan konseling adalah tingkah laku klien, yaitu tingkah laku yang perlu diubah atau dikembangkan dalam upaya mengatasi masalah yang dihadapi klien atau untuk mencapai tujuan-tujuan yang dikehendakinya.
Apakah tingkah laku individu itu? Secara sederhana diberi batasan bahwa tingkah laku adalah gerak hidup individu yang dapat dirumuskan dalam bentuk kata kerja. Jenis dan jumlah tingkah laku manusia terus berkembang sesuai dengan perkembangan budaya mereka. Tingkah laku individu ttidak terjadi dalam keadaan kosong melainkan mengandung latar belakang, latar depan, sangkut paut, dan isi tertentu (Prayitno, 1999). Tingkah laku itu berlangsung dalam kaitannya dengan lingkungan tertentu yang didalamnya terkandung unsur-unsur waktu, tempat, dan berbagai kondisi lainnya. Suatu tingkah laku merupakan perwujudan dari hasil interaksi antara keadaan interen (individu) dan keadaan eksteren (lingkungan).
Untuk keperluan bimbingan dan konseling, sejumlah daerah kajian psikologi perlu dikuasai, yaitu tentang; (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dasar dan lingkungan; (c) perkembngan individu; (d) belajar, balikan dan penguatan, dan (e) kepribadian (Prayitno, 1999).
Di bawah ini dikemukakan secara ringkas bidang psikologi yang dimaksud, yaitu:

a.      Motif dan Motivasi
Motif adalah dorongan yang menggerakkan seseorang bertingkah laku. Dorongan ini hidup pada diri seseorang dan setiap kali mengusik serta menggerakkan orang itu untuk melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang terkandung di dalam dorongan itu sendiri. Dengan demikian, suatu tingkah laku yang didasarkan pada motif tertentu tidaklah bersifat sembarangan atau acak, melainkan mengandung isi dan tema sesuai dengan motif yang mendasarinya.
Motif yang telah ada pada diri individu merupakan sesuatu yang laten, sewaktu-waktu dapat diaktifkan, mendorong terwujudkan suatu tingkah laku. Sedangkan usaha-usaha yang dilakukan untuk mengaktifkan motif-motif yang yang ada pada diri individu sehingga dapat melakukan sesuatu , disebut motivasi, ditandai dengan kekuatan yang dapat meningkat, sampai pada taraf yang amat tinggi. Oleh karena itu, sering kita jumpai ada orang yang motivasinya rendah atau tinggi, ada orang yang amat bersemangat melaksanakan suatu tindakan (tingkah laku), atau bahkan menggebu-gebu, sebaliknya ada yang semangatnya rendah atau kendur. Semuanya itu menggambakan kuat lemahnya motif yang sedang aktif mendorong tingkah laku yang dimaksudkan.
b.      Pembawaan dan Lingkungan
Setiap individu dilahirkan ke dunia dengan membawa kondisi fisik dan mental tertentuyang sering disebut dengan pembawaan. Dalam arti luas, pembawaan meliputi berbagai hal, seperti warna kulit, bentuk, dan warna rambut, golongan darah, kecenderungan pertumbuhan fisik, minat dan bakat khusus, kecerdasan, kecenderungan ciri-ciri kepribadian tertentu. Kerentanan terhadap penyakit tertentu sering kali juga dikaitkan dengan pembawaan. Pembawaan diturunkan melalui sifat-sifat bawaan yang terbentuk pada saat konsepsi, yaitu bersatunya sel telur dari ibu dengan sel sperma dari ayah.
Pembawaan dan lingkungan masing-masing individu tidak sama. Pembawaan yang diwariskan sejak lahir, berupa bakat, minat, intelegensi/kecerdasan, dan kemampuan lainnya berbeda-beda. Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang hidup dalam lingkungan yang kondusif dan ada pula yang hidup dalam lingkungan yang kurang mendukung. Karena itu, bimbingan dan konseling harus memahami  dengan baik faktor pembawaan dan lingkungan dari masing-masing siswanya.

c.      Perkembangan Individu
Havghurst (Hurlock, 1989) mengemukakan tugas-tugas perkembangan tersusun menurut suatu pola tertentu dan secara keseluruhan saling terkait. Tugas-tugas perkembangan tersebut dibentuk oleh unsur-unsur biologis, psikologis, dan kultural yang ada pada diri dan lingkungan individu. Berikut dikemukakan tugas-tugas perkembangan manusia (individu) remaja (12-18 tahun), yaitu:
a.   Mencapai hubungan –hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya antar jenis kelamin yang sama dan berbeda.
b.   Mencapai peranan social sebagai pria dan wanita.
c.   Menerima kesatuan tubuh sebagaimana adanya dan menggunakan secara efektif.
d.   Mencapai kemerdekaan emosional terhadap orang tua dan orang dewasa lainnya.
e.   Mencapai keadaan yang dimilikinya sebagai jaminan untuk kemerdekaan ekonomi.
f.    Memilih dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan.
g.   Mempersiapkan diri untuk pernikahan dan kehidupan keluarga.
h.   Mengembangkan keteramp;ilan intelektual dan konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan sebagai warga negara.
i.    Mengembangkan hasrat dan mencapai kemampuan bertingkah laku yang dapat dipertimbangkan secara sosial.
j.    Menguasai seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman.
Kegiatan bimbingan dan konseling terutama yang berkaitan dengan penanganan kasus atau siswa sebaiknya disesuaikan dengan tahap perkembangan siswa yang menjadi sasaran penanganan oleh guru pembimbing.

d.      Belajar, Balikan, dan Penguatan
Belajar merupakan salah satu konsep dari psikologi yang amat mendasar. Peristiwa belajar terentang dari bentuk-bentuk belajar yang ditandai oleh perubahan tingkah laku yang amat sederhana sebagai hasil latihan singkat sampai dengan proses mental tingkat tinggi. Topic tentang belajar menjadi materi dasar dalam pembahasan psikologi, bahkan menjadi inti dalam paparan tentang persepsi dan dan berpikir; kemampuan dan imajinasi berargumentasi, menilai dan mempertimbangkan; bersikap, ciri-ciri kepribadian, dan sistem nilai; serta perkembangan dan organisasi kegiatan yang membentuk kepribadian individu.
Inti perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan memanfaatkan apa yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan sesuatu yang baru itulah tujuan belajar, dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda perkembangan. Individu yang belajar dapat dilihat pada beberapa indikator, yaitu: Pertama, terjadinya perubahan dan/atau tercapainya sesuatu yang baru pada diri individu yang tidak berlangsung dengan sendirinya, melainkan harus diupayakan. Kedua, proses belajar tidak terjadi di dalam kekosongan melainkan dalam kondisi tertentu. Ketiga, hasil belajar yang diharapkan adalah sesuatu yang baru, baik dalam kawasan kognitif, afektif, konotatif, maupun psikomotorik/keterampilan. Keempat, kegiatan belajar sering kali memerlukan sejumlah sarana, baik perlatan maupun suasana hati dan hubungan social emosional. Kelima, hasil yang diperoleh dari kegiatan belajar hendaknya dapat diketahui dan diukur, baik oleh individu yang belajar maupun oleh orang lain. Keenam, upaya belajar merupakan upaya yang berkesinambungan.

5.     Landasan Sosial Budaya
Sebagai makhluk sosial, manusia tidak pernah dapat hidup seorang diri. Di manapun dan kapanpun manusia hidup senantiasa membentuk kelompok yang terdiri dari sejumlah anggota guna menjamin keselamatan, perkembangan , dan keturunan. Dalam kehidupan berkeolmpok itu, manusia harus mengembangkan ketentuan yang mengatur hak dan kewajiban masing-masing individu, baik sebagai individu (sendiri-sendiri) maupun sebagai anggota demi ketertiban pergaulan sosial mereka.
Sesuai dengan dimensi kesosialannya, individu-individu saling berkomunikasi dan menyesuaikan diri. Komunikasi dan penyesuaian diri antar-individu yang berasal dari latar belakang budaya yang sama cenderung lebih mudah daripada antara mereka yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda. Ada lima sumber hambatan yang mungkin timbul dalam berkomunikasi dan proses penyesuaian diri antarbudaya, yaitu (1) sumber-sumber berkenaan dengan perbedaan bahasa, (2) komunikasi non-verbal, (3) stereotip, (4) kecenderungan menilai, dan (5) kecemasan (Pedersen, 1976).
Inti proses dan pelayanan bimbingan dan konseling adalah komunikasi antar klien dan konselor atau antar guru pembimbing dan siswa. Dalam proses pelayanan bimbingan dan konseling yang bersifat antarbudaya (klien dan konselor) diperlukan pengetahuan dan pemahaman budaya masing-masing. Jika klien dan konselor berasal dari latar belakang social budaya yang berbeda maka terdapat kemungkinan terjadi hambatan dalam berkomunikasi. Misalnya, perbedaan dalam latar rasa atau etnik, kelas ekonomi, dan pola bahasa dapat menimbulkan masalah dalam hubungan konseling. Oleh karena itu, guru pembimbing/konselor ditantang untuk mempelajari aneka ragam budaya di Indonesia sekaligus penerapannya dalam kegiatan layanan bimbingan dan konseling.

B.    Hakekat Bimbingan dan Konseling
1.     Pengertian Bimbingan dan Konseling
Bimbingan  (guidance) dan konseling (counseling) merupakan dua istilah yang sering dirangkaikan bagaikan kata majemuk. Hal itu mengisyaratkan bahwa kegiatan bimbingan kadang-kadang dilanjutkan dengan kegiatan konseling. Beberapa ahli menyatakan bahwa konseling merupakan inti atau jantung kegiatan bimbingan. Ada pula yang menyatakan bahwa konseling merupaka salah satu jenis layanan bimbingan. Dengan demikian, istilah bimbingan sudah termasuk di dalamnya kegiatan konseling.
Kelompok yang sesuai dengan pandangan di atas menyatakan bahwa terminologi layanan bimbingan dan konseling dapat diganti dengan layanan bimbingan saja. Untuk memperjelas pengertian kedua istilah tersebut, berikut ini dikemukakan pengertian bimbingan dan pengertian konseling.
Para ahli merumuskan pengertian bimbingan dan konseling sesuai dengan sudut tinjauan masing-masing. Dalam merumuskan kedua istilah tersebut, mereka memberikan tekanan pada aspek tertentu dari kegiatan tersebut. Untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan beberapa rumusan tentang istilah bimbingan.
Menurut Jones (1963) “guidance is the help given by one person to another in making choice dan adjustments and in solving problems”. Maksud yang dikandung pengertian tersebut adalah bimbingan merupakan bantuan yang diberikan oleh seseorang kepada individu lain untuk membuat pilihan dan penyesuaian diri dalam memecahkan masalahnya.
Schertzer & Stone (1966) mengartikan “guidance as the process of helping an individual understand himself and his world”. Bimbingan ialah proses menolong individu memahami dirinya sendiri dan lingkungannya. Natawidjaja (1988) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu tersebut dapat memahami dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat. Dengan demikian ia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat umumnya. Bimbingan membantu individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial.
Selanjutnya Walgito (1982) mengemukakan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Beberapa pengertian bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas, dapat dikemukakan bahwa bimbingan adalah; (a) suatu proses yang berkesinambungan, (b) suatu proses membantu individu, (c) bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal sesuai dengan kemampuan/potensinya, dan (d) kegiatan yang bertujuan utama memberikan bantuan agar individu dapat memahami keadaan dirinya dann mampu menyesuaikan dengan lingkungannya.
a.   Pengertian Konseling
   Istilah konseling diartikan sebagai penyuluhan. Namun istilah penyuluhan dalam kegiatan bimbingan menurut beberapa ahli kurang tepat. Karena penyuluhan yang dikenal oleh masyarakat umum lebih terkesan pada pemberian informasi, seperti penyuluhan dalam bidang: pertanian, perikanan, kesehatan, dan keluarga berencana. (KB). Menurut mereka yang lebih tepat adalah konseling karena kegiatan konseling ini sifatnya lebih khusus, tidak sama dengan kegiatan-kegiatan penyuluhan lainnya. Untuk menekankan kekhususannya itulah maka dipakai istilah bimbingan dan konseling. Pelayanan konseling menuntut keahlian khusus, sehingga tidak semua orang dapat memberikan bimbingan mampu memberikan jenis layanan konseling ini. Untuk memperjelas pengertian konseling, di bawah ini akan dikemukakan beberapa definisi konseling.
Menurut James P. Adam (Depdikbud; 1976) konseling adalah suatu pertalian timbale balik antara dua oran individu di mana yang seorang (konselor) membantu yang lain (konseli) supaya dia dapat lebih baik memahami dirinya dalam hubungannya dengan masalah hidup yang dihadapinya pada waktu itu dan pada waktu yang akan dating.
Walgito (1982) menyatakan bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu dalam memecahkan masalah-masalah kehidupannya dalam wawancara, dengan cara-cara yang sesuai dengan keadaan hidup individu yang dihadapi untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.
Dalam Ensiklopedia Pendidikan (Winkel; 1991) dikemukakan bahwa konseling adalah suatu usaha dair pihak pimpinan suatu lembaga pendidikan untuk membantu siswa secara perseorangan, agar dalam menghadapi masalah yang berhubungan dengan studi dan kemasyarakatan secara optimal mencapai penyelesaian, yang selanjutnya akan mengakibatkan tercapainya hasil maksimal pula dari studi dan perkembangan sosialnya. Konseling dilaksanakan melalui wawancara dan pembicaraan, di mana siswa dibantu untuk menentukan keputusan-keputusan  serta pilihan-pilihannya (dibatasi pada konseling di sekolah).
Berdasarkan pada pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan konseling itu mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1)   Pada umumnya dilaksanakan secara individual.
2)   Pada umumnya dilakukan dalam suatu perjumpaan tatap muka.
3)   Untuk pelaksanaan konseling dibutuhkan orang yang ahli.
4)   Tujuan pembicaraan dalam konseling ini diarahkan untuk memecahkan masalah yang dihadapi klien.
5)   Individu yang menerima layanan (klien) akhirnya mampu memecahkan masalahnya dengan kemampuannya sendiri.
b.   Tujuan Bimbingan
Secara umum dan luas, bimbingan dilaksanakan dengan tujuan untuk membantu individu dalam mencapai: (a) kebahgiaan hidup pribadi, (b) kehidupan yang produktif dan efektif dalam masyarakat, (c) hidup bersama-sama dengan inidvidu-individu lain, dan (d) harmoni antara cita-cita individu dengan kemampuan yang dimilikinya (Natawidjaya; 1988).
Suatu bimbingan dikatakan berhasil, apabila individu yang mendapat bimbingan berhasil mencapai  keempat tujuan itu secara menyeluruh. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, individu harus mendapat kesempatan untuk:
1)   Mengenal dan melaksanakan tujuan hidup serta merumuskan rencana hidup yang didasarkan atas tujuan itu;
2)   Mengenal dan memahami kebutuhannya secara realistis;
3)   Mengenal dan menanggulangi kesulitan-kesulitannya sendiri;
4)   Mengenal dan mengembangkan kemampuannya secara optimal;
5)   Menggunakan kemampuannya untuk kepentingan pribadi dan untuk kepentingan umum dalam kehidupan bersama;
6)   Menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan di dalam lingkungannya;
7)   Mengembangkan segala yang dimilikinya secara tepat dan teratur sesuai dengan tugas perkembangannya sampai batas optimal (Natawidjaya; 1988).
Tujuan bimbingan di sekolah dapat dibagi ke dalam beberapa sudut tinjauan, antara lain:

Ditinjau dari sudut program, bimbingan bertujuan agar para siswa dapat:
1)     Mengembangkan pengertian dan pemahaman diri tentang kemajuannya di sekolah;
2)     Mengembangkan pengetahuan tentang dunia kerja, kesempatan kerja, serta rasa tanggung jawab dalam memilih suatu kesempatan kerja;
3)     Mengembangkan kemampuan untuk memilih dan mempertemukan pengetahuan tentang dirinya dengan informasi tentang kesempatan yang ada secara bertanggung jawab;
4)     Mewujudkan penghargaan terhadap kepentingan dan harga diri orang lain;
5)     Memanfaatkan pelayanan pendidikan di sekolah untuk mencapai kehidupan keluarga yang lebih harmonis;
6)     Mengembangkan kemampuan untuk menanggulangi masalah-masalah dalam masyarakat dan kehidupan pada umumnya.
7)     Mencapai penyesuaian diri pada umumnya (Natawidjaya; 1988).

Ditinjau dari sudut pelayanan, tujuan bimbingan di sekolah sebagai berikut:
1)     Membantu siswa agar dapat membuat pilihan pendidikan dan jabatan secara bijaksana.
2)     Membantu siswa agar dapat melalui berbagai tahap perkembangan di sekolah dan transisi dari sekolah ke dunia kerja dengan baik.
3)     Membantu siswa agar memperoleh penyesuaian kepribadian yang lebih baik.
4)     Membantu siswa agar memperoleh penyesuaian diri dengan baik dalam menghadapi perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat (BPP, 1974a).

Ditinjau dari pihak siswa, tujuan bimbingan ialah agar siswa mampu:
1)     Mengatasi kesulitan dalam memahami dirinya sendiri;
2)     Mengatasi kesulitan dalam memahami lingkungannya yang meliputi lingkungan sekolah, keluarga, pekerjaan, sosial ekonomi, dan kebudayaan;
3)     Mengatasi kesulitan dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah;
4)     Mengatasi kesulitan dalam menyalurkan kemampuan, minat, dan bakatnya dalam bidang pendidikan dan pekerjaan;
5)     Memperoleh bantuan secara tepat dari pihak-pihak di luar sekolah untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang tidak dapat dipecahkan di sekolah (BPP, 1974).

c.   Fungsi Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling mengembangkan sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling. Prayitno (1997) mengemukakan ada empat fungsi bimbingan dan konseling, yaitu fungsi pemahaman, pencegahan, pengentasan, dan pemeliharaan dan pengembangan. Selanjutnya akan dikemukakan uraian singkat keempat fungsi bimbingan dan konseling sebagai berikut.
Fungsi pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan kepentingan pengembangan peserta didik; meliputi pemahaman tentang:
1)     Diri peserta didik (siswa), terutama oleh peserta didik sendiri, orang tua, guru pada umumnya, dan guru pembimbing.
2)     Lingkungan peserta didik (termasuk di dalamnya lingkungan keluarga dan sekolah), terutam peserta didik sendiri, orang tua, guru pada umumnya, dan guru pembimbing.
3)     Lingkungan “yang lebih luas” (termasuk di dalamnya informasi pendidikan, informasi jabatan/pekerjaan, dan informasi social dan budaya/nilai-nilai), terutama oleh peserta didik.
Fungsi pencegahan; yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang menjadikan peserta didik tercegah atau terhindar dari berbagai permasalahan yang mungkin timbul, yang dapat mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dan kerugian-kerugian tertentu dalam proses pengembangannya.
Fungsi pengentasan; yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang dialami oleh peserta didik.
Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan menghasilkan terpelihara dan terkembangkannya berbagai potensi dan keadaan positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya secara mantap dan berkelanjutan.
Fungsi-fungsi bimbingan tersebut diwujudkan melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling. Setiap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling yang dilaksanakan harus secara langsung mengacu kepada satu atau lebih fungsi-fungsi tersebut agar hasil-hasil yang hendak dicapainya secara jelas dapat diidentifikasi dan dievaluasi.
Fungsi bimbingan dan konseling yang lain yakni sebagai berikut (http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/01/fungsi-bimbingan-konseling.html) :
  • Fungsi Pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konselor agar memiliki pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan, pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseling diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
  • Fungsi Preventif, yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini, konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan, diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
  • Fungsi Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif, yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat (brain storming), home room, dan karyawisata.
  • Fungsi Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah konseling, dan remedial teaching.
  • Fungsi Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
  • Fungsi Adaptasi, yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli, pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah, memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
  • Fungsi Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
  • Fungsi Perbaikan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
  • Fungsi Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
  • Fungsi Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif (pilihan) sesuai dengan minat konseli
2.     Prinsip, Asas, Orientasi, dan Ruang Lingkup Bimbingan dan Konseling
a. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling
Dalam layanan bimbingan dan konseling perlu diperhatikan sejumlah prinsip, yaitu:
1)   Prinsip-prinsip berkenaan dengan sasaran layanan, bimbingan dan konseling:
a)     Melayani semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, agama, ras, dan status sosial ekonomi;
b)    Berkaitan/berhubungan dengan pribadi dan tingkah laku individu yang unik dan dinamis;
c)     Memperhatikan sepenuhnya tahap dan berbagai aspek perkembangan individu;
d)    Memberikan perhatian utama kepada perbedaan individual yang menjadi orientasi pokok pelayanannya.
2)     Prinsip-prinsip berkenaan dengan permasalahan individu, bimbingan dan konseling berkaitan dengan hal-hal yang menyangkut:
a)     Pengaruh kondisi mental/fisik individu terhadap penyesuaian diri di rumah, di sekolah serta kaitannya dengan kontak social dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu;
b)    Kesenjangan social, ekonomi, dan kebudayaan yang dapat merupakan faktor timbulnya permasalahan pada individu.
3)     Prinsip-prinsip berkenaan dengan program layanan, bimbingan dan konseling merupakan:
a)     Bagian integral dari upaya pendidikan dan pengembangan individu; oleh karena itu program bimbingan dan konseling harus diselaraskan dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta didik;
b)    Program yang harus fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan individu, masyarakat, dan kondisi lembaga.
c)     Program yang disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan yang terendah sampai tertinggi;
d)    Program yang perlu dan harus diadakan penilaian yang teratur dan terarah terhadap isi dan pelaksanaannya.
4)     Prinsip-prinsip berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling:
a)     Diarahkan untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalam menghadapi permasalahannya;
b)    Dalam proses bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan akan dilakukan oleh individu hendaknya atas kemauan individu itu sendiri, bukan karena kemauan atau desakan dari pembimbing atau pihak lain;
c)     Permasalahan individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan permasalahan yang dihadapi;
d)    Kerja sama antara guru pembimbing, guru mata pelajaran, staf sekolah lainnya, dan orang tua amat menentukan layanan bimbingan;
e)     Pengembangan program layanan bimbingan dan konseling ditempuh melalui pemanfaatan yang maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlibat dalam proses layanan dan program bimbingan dan konseling itu sendiri.


b.    Asas-asas Bimbingan dan Konseling
Penyelengaraan layanan bimbingan dan konseling disamping dimuati oleh fungsi dan didasarkan pada prinsip-prinsip bimbingan, juga dituntut untuk memenuhi asas-asas bimbingan. Pemenuhan atas asas-asas BK dapat memperlancar pelaksanaan dan lebih menjamin keberhasilan atau kegiatan/layanannya. Asas-asas tersebut adalah:
1)   Asas kerahasiaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya data dan keterangan tentang peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan. Data tersebut berupa keterangan yang sifatnya sangat pribadi, tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaannya benar-benar terjamin.
2)   Asas kesukarelaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan kerelaan peserta didik (klien) untuk mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang diperuntukkan baginya. Guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan komunikasi antarpribadi sehingga klien dapat secara sukarela mendatangi guru pembimbing.
3)   Asas keterbukaan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura, baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan peserta didik (klien). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri peserta didik yang menjadi sasaran layanan/kegiatan. Agar peserta didik dapat terbuka, guru pembimbing terlebih dahulu harus bersifat terbuka dan tidak berpura-pura.
4)   Asas kegiatan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan layanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong peserta didik untuk aktif dalam setiap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukkan baginya.
5)   Asas kemandirian, yaitu asas bimbingan dan konseling menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan konseling, yaitu: peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan bimbingan dan konseling diharapkan menjadi individu yang mandiri dengan cirri-ciri kemampuan: (1) mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, (2) mengambil keputusan, (3) mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri sebagaimana telah diutarakan terlebih dahulu. Dalam hal ini guru pembimbing hendaknya mampu mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.
6)   Asas kekinian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar obyek sasaran layanan bimbingan dan konseling itu berkaitan dengan permasalahan peserta didik (klien) dalam kondisinya sekarang. Layanan yang berkenaan dengan “masa depan atau kondisi masa lampaupun” dilhat dampak dan atau kaitannya dengan kondisi yang ada dan apa yang dapat diperbuat sekarang.
7)   Asas kedinamisan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi layanan terhadap sasaran layanan (klien) yang sama hendaknya selalu bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8)   Asas keterpaduan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terintegrasikan/terpadukan. Dalam hal ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperanan dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan. Koordinasi segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9)   Asas kenormatifan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma dan tidak boleh bertentangan dengan nilai dan norma-norma yang ada, yaitu norma-norma agama, hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang belaku.
10)    Asas keahlian, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah professional. Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling.
11)    Asas ahli tangan, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan peserta didik (klien) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain atau ahli lain; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan ahli-ahli lain.
12)    Asas tut wuri handayani, yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan konseling secara keseluruan dapat menciptakan suasana yang mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien) untuk maju.

c.     Orientasi Bimbingan dan Konseling
Layanan bimbingan dan konseling memiliki orientasi tertentu. Sikap dasar pekerjaan bimbingan adalah individual, artinya melayani klien (siswa/peserta didik) secara individual.
Dalam kurikulum1975 tentang pedoman bimbingan dan penyuluhan Buku III C (1976) dinyatakan bahwa Bimbingan di SMA merupakan bantuan khusus yang diberikan kepada siswa SMA dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan dan kenyataan tentang adanya kesulitan yang dihadapi dalam rangka perkembangannya yang optimal, sehingga mereka dapat memahami diri, mengarahkan diri, dan bertindak serta bersikap sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Pengertian di atas menekankan bahwa layanan bimbingan hendaknya berfokus pada perkembangan individu. Prayitno (1997) menyatakan bahwa layanan bimbingan dan konseling harus berorientasi pada masalah yang dihadapi oleh klien pada saat ia berkonsentrasi. Hal ini berarti bahwa layanan bimbingan dan konseling harus berorientasi pada masalah yang dihadapi oleh klien saat ini (lihat asas kekinian)
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut disimpulkan bahwa layanan bimbingan dan konseling hendaknya menekankan pada: (1) orientasi individual, (2) orientasi perkembangan siswa dan (3) orientasi permasalahan yang dihadapi siswa.

1)   Orientasi individual
Pada hakikatnya setiap individu itu mempunyai perbedaan satu sama lain. Perbedaan itu dapat bersumber dari latar belakang pengalaman, pendidikan, sifat-sifat kepribadian yang dimiliki dan sebagainya. Perbedaan latar belakang kehidupan individu ini dapat mempengaruhinya dalam cara berpikir, cara berperasaan dan cara menganalisis masalah. Dalam layanan bimbingan dan konseling hal ini harus menjadi perhatian besar oleh guru pembimbing.

2)   Orientasi perkembangan
Setiap tahapan perkembangan individu hendaknya mampu mewujudkan tugas-tugas perkembangan itu. Setiap tahap atau periode perkembangan mempunyai tugas-tugas perkembangan sendiri-sendiri yang sudah harus dicapai pada akhir tahap masa perkembangannya. Pencapaian tugas perkembangan di suatu tahapan perkembangan akan mempengaruhi perkembangan berikutnya. Pencapaian tugas perkembangan pada masa kanak-kanak merupakan faktor yang sangat penting bagi mereka agar berhasil pada tahap selanjutnya (masa remaja), begitu pula pencapaian tugas perkembangan pada masa remaja akan mewarnai keberhasilan dalam melaksanakan tugas perkembangan masa dewasa dan seterusnya.
Tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Havighurst (Hurlock, 1980) antara lain:
a)         Mampu mengadakan hubungan-hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik laki-laki maupun perempuan.
b)         Dapat berperan sosial yang sesuai, baik perannya sebagai laki-laki maupun sebagai perempuan.
c)         Menerima keadaan fisik serta dapat memanfaatkan kondisi fisiknya dengan baik.
d)         Mampu menerima tanggung jawab sosial dan bertingkah laku sesuai dengan tanggung jawab sosial.
e)         Tidak tergantung secara emosional pada orang tua atau orang dewasa lainnya.
f)          Menyiapkan diri terhadap karir dan ekonomi.
g)         Menyiapkan diri terhadap perkawinan dan kehidupan berkeluarga.
h)         Memperoleh nilai-nilai sistem etis sebagai pedoman dalam bertingkah laku serta dapat mengembangkan suatu ideologi.
Tugas-tugas perkembangan masa remaja menuntut adanya perubahan sikap dan pola tingkah laku yang berbeda dengan sikap dan pola tingkah laku pada masa anak-anak. Pencapaian atau perwujudan tugas-tugas perkembangan setiap tahap atau periode merupakan salah satu tolak ukur dalam mendeteksi masalah yang dihadapi klien. Penyimpangan tingkah laku dan pola pikir klien dan pencapaian tugas-tugas perkembangannya.
3)   Orientasi masalah
Layanan bimbingan dan konseling harus bertolak dari masalah yang sedang dihadapi oleh klien. Guru pembimbing hendaknya tidak terperangkap dalam masalah lain yang tidak dikeluhkan klien. Artinya, pembahasan masalah difokuskan pada masalah saat ini (saat berkonsultasi) dirasakan oleh klien. Kadang-kadang konselor terperangkap dalam hal-hal lain yang sebenarnya tidak dirasakan sebagai masalah oleh klien yang bersangkutan. Akibatnya masalah yang seharusnya justru tidak teratasi atau bahkan timbul masalah baru. Konselor dapat saja membahas hal-hal lain asal masih ada kaitannya dengan masalah yang dihadapi klien.
Apabila klien menyampaikan informasi atau berbicara tentang masalah yang tidak ada kaitannya dengan kesulitan yang sedang dikonsultasikan, maka konselor harus membawanya kembali kepada masalah yang sedang dihadapi. Jangan sampai konselor hanyut dalam pembicaraan klien yang menyimpang dari tujuan pemecahan masalah. Oleh karena itu konselor harus arif dan bijaksana menanggapi pembicaraan klien. Konselor harus selalu sadar akan arah sasaran yang akan dituju untuk memecahkan masalah klien.

d.    Ruang Lingkup Layanan Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling memiliki peranan penting, baik bagi individu yang berada dalam lingkungan sekolah, rumah tangga (keluarga) maupun masyarakat pada umumnya. Uraian di bawah ini membicarakan peranan bimbingan dan konseling dibatasi pada pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Sekolah merupakan lembaga formal yang khusus dibentuk untuk menyelenggarakan pendidikan bagi warga masyarakat. Dalam kelembagaan sekolah terdapat sejumlah bidang kegiatan dan bidang pelayanan bimbingan dan konseling mempunyai kedudukan dan peranan yang khusus.

1)   Keterkaitan antara bidang pelayanan bimbingan konseling dan bidang-bidang lainnya
Proses pendidikan, khususnya di sekolah, menurut Mortensen dan Schmuller (1976) memuat adanya bidang-bidang tugas atau pelayanan yang saling terkait itu. Bidang-bidang tersebut hendaknya secara lengkap ada apabila diinginkan agar pendidikan di sekolah dapat berjalan dengan sebaik-baiknya untuk memenuhi secara optimal kebutuhan peserta didik dalam proses perkembangannya.
Terdapat tiga bidang pelayanan pendidikan, yaitu bidang kurikulum dan pengajaran, bidang administrasi dan kepemimpinan, dan bidang kesiswaan. Masing-masing bidang itu mempunyai tugas sendiri-sendiri, yaitu:
a)         Bidang kurikulum dan pengajaran, meliputi semua bentuk pengembangan kurikulum dan pelaksanaan pengajaran, penyampaian dan pengembangan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan berkomunikasi siswa/peserta didik.
b)         Bidang administrasi dan kepemimpinan, meliputi berbagai fungsi yang berkenaan dengan tanggung jawab dan pengambilan kebijaksanaan, serta bentuk-bentuk kegiatan dan pengelolaan administrasi sekolah, seperti perencanaan, pembiayaan, pengadaan, dan pengembangan staf, prasarana dan sarana fisik, dan pengawasan.
c)         Bidang kesiswaan, meliputi berbagai fungsi dan kegiatan yang mengacu kepada pelayanan siswa secara individual agar masing-masing siswa itu dapat berkembang sesuai dengan bakat, potensi, dan minat-minatnya, serta tahap-tahap perkembangannya. Bidang ini dikenal sebagai bidang pelayanan bimbingan dan konseling.
Meskipun ketiga bidang tersebut tampaknya terpisah antara satu dan yang lain, namun semuanya memiliki arah yang sama, yaitu memberikan kemudahan bagi pencapaian perkembangan yang optimal peserta didik. Antara bidang yang satu dengan bidang yang lain saling mengisi. Pelayanan bimbingan dan konseling dapat memberikan sumbangan yang berarti terhadap pengajaran. Misalnya, proses belajar-mengajar dapat berjalan dengan efektif apabila siswa terbebas dari masalah yang mengganggu proses belajarnya. Pembebasan masalah siswa itu dilakukan melalui pelayanan bimbingan dan konseling. Selanjutnya, materi layanan bimbingan dan konseling dapat dimanfaatkan oleh guru untuk penyesuaian pengajaran dengan individualitas siswa. Demikian juga terhadap administrasi dan supervisi, bimbingan dan konseling dapat memberikan sumbangan yang berarti. Misalnya, dalam kaitannya dengan penyusunan kurikulum, pengembangan program-program belajar, pengambilan kebijakan yang tepat dalam rangka penciptaan iklim sekolah yang benar-benar menunjang bagi pemenuhan kebutuhan dan perkembangan siswa.
Bidang pengajaran dan administrasi dapat memberikan sumbangan yang besar bagi suksesnya bidang bimbingan dan konseling. Bidang kurikulum dan pengajaran merupakan lahan yang sangat efektif bagi terlaksananya di dalam praktik materi-materi layanan bimbingan dan konseling. Pelaksanaan pengajaran yang mantap, baik dalam isi maupun suasananya, akan memberikan sumbangan besar bagi pencegahan timbulnya masalah siswa, dan juga merupakan wahana bagi pengetahuan tentang masalah-masalah siswa. Pengajaran perbaikan dan pemberian materi layanan bimbingan yang diselenggarakan melalui kegiatan pengajaran.
Bidang pengelolaan dan administrasi dapat memberikan sumbangan besar bagi pelayanan bimbingan dan konseling melalui berbagai kebijaksanaan dan pengaturan yang menghasilkan kondisi yang memungkinkan berjalannya layanan itu secara optimal, sehingga segenap fungsi-fungsi dan jenis layanan serta kegiatan bimbingan dan konseling dapat terlaksana dengan lancar dan mencapai sasaran.
Dalam bidang bimbingan dan konseling diwujudkan segenap fungsi-fungsi bimbingan dan konseling melalui berbagai layanan dan kegiatan. Guru pembimbing/konselor dengan kemampuan profesional mengisi bidang tersebut sepenuhnya dengan bekerja sama dengan berbagai pihak yang dapat menunjang pencapaian tujuan pelayanan bimbingan dan konseling.

2)   Tanggung jawab guru pembimbing/konselor
Tenaga inti dalam bidang pelayanan bimbingan dan konseling adalah guru pembimbing. Guru pembimbing inilah yang mengendalikan dan melaksanakan berbagai kegiatan/layanan bimbingan dan konseling yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam pelaksanaan tugas-tugas dan tanggung jawabnya itu, guru pembimbing menjadi “pelayan” bagi pencapaian pendidikan secara menyeluruh khususnya bagi terpenuhinya kebutuhan dan tercapainya tujuan-tujuan perkembngan masing-masing siswa. Dalam kaitannya dengan tujuan yang lebih luas, guru pembimbing tidak hanya berhubungan dengan siswa-siswa saja (sebagai sasaran utama layanan), melainkan juga berbagai pihak yang dapat secara bersama-sama menunjang pencapaian tujuan itu, seperti sejawat (sesama guru pembimbing, guru mata pelajaran, dan personil sekolah lainnya), orang tua siswa dan masyarakat pada umumnya.
a)   Tanggung jawab kepada siswa, yaitu guru pembimbing:
(1)   Memiliki kewajiban dan kesetiaan utama dan terutama kepada siswa yang harus diperlakukan sebagai individu yang unik;
(2)   Memperhatikan berbagai kebutuhan siswa (menyangkut pendidikan, jabatan/pekerjaan, pribadi, dan sosial), mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bagi setiap siswa;
(3)   Menyampaikan kepada siswa tentang tujuan dan teknik layanan bimbinga dan konseling, serta aturan ataupun prosedur yang harus dilalui apabil siswa menghendaki bantuan bimbingan dan konseling;
(4)   Menjaga kerahasiaan data siswa;
(5)   Menyampaikan kepada pihak yang berwenang apabila ada petunjuk yang kuat mengenai sesuatu yang berbahaya akan terjadi;
(6)   Menyelenggarakan pengungkapan data secara tepat dan menyampaikan kepada siswa tentang hasil kegiatan itu dengan cara sederhana dan mudah dimengerti;
(7)   Menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan professional;
(8)   Tidak memaksa kehendak terhadap nilai-nilai yang dianggap baik oleh guru pembimbing;
(9)   Melakukan referral (alih tangan) kasus secara tepat.

b)   Tanggung jawab kepada orang tua siswa, yaitu guru pembimbing:
(1)     Menghormati hak dan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya dan berusaha membangun hubungan erat dengan orang tua guna perkembangan pencapaian perkembangan optimal siswa;
(2)     Menyampaikan kepada orang tua siswa mengenai peranan guru pembimbing dan asas kerahasiaannya;
(3)     Menyediakan berbagai informasi yang berguna kepada orang tua siswa dengan cara yang baiknya untuk kepentingan perkembangan siswa;
(4)     Memperlakukan informasi yang diterima dari orang tua siswa dengan menerapkan asas kerahasiaaan dan dengan cara yang baiknya;
(5)     Menyampaikan informasi (tentang siswa dan orang tuanya) hanya kepada pihak-pihak yang berhak mengetahui informasi tersebut tanpa merugikan siswa dan orang tuanya

c)   Tanggung jawab kepada teman sejawat, yaitu guru pembimbing;
(1)   Memperlakukan teman dengan penuh kehormatan, keadilan, keobjektifan, dan kesetia-kawanannya;
(2)   Mengembangkan hubungan kerja sama dengan teman sejawat dan staf administrasi guna terbinanya pelayanan bimbingan dan konseling dengan maksimum;
(3)   Membangun kesadaran tentang perlunya asas kerahasiaan, perbedaan anatara data umum dan pribadi serta pentingnya konsultasi sejawat;
(4)   Menyediakan informasi yang tepat, objektif, luas, dan berguna bagi sejawat untuk membantu menangani masalah siswa; dan
(5)   Membantu proses alih tangan kasus.

d)   Tanggung jawab kepada profesi, guru pembimbing;
(1)   Bertindak sedemikian sebagai konselor/guru pembimbing dan profesi;
(2)   Melakukan penelitian dan melaporkan penemuannya sehingga memperkaya khasanah dunia bimbingan dan konseling;
(3)   Berpartisipasi secara aktif dalam kegiatan organisasi professional bimbingan dan konseling baik di tempatnya sendiri, di daerah, maupun dalam lingkungan nasional;
(4)   Menjalankan dan mempertahankan standar profesi bimbingan dan konseling serta kebijaksanaan yang berlaku berkenaan dengan pelayanan bimbingan dan konseling;
(5)   Membedakan dengan jelas antara pernyataan yang bersifat pribadi dan pernyataan yang menyangkut profesi bimbingan serta memperhatikan dengan sungguh-sungguh implikasi-nya terhadap pelayanan bimbingan dan konseling.

3)   Bidang, Jenis Layanan, Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling
Berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung perlu dilakukan sebagai wujud nyata penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling terhadap sasaran layanan, yaitu siswa (klien) sebagai peserta didik. Ada sejumlah layanan dan kegiatan pendukung dalam bimbingan dan konseling di sekolah.

a)   Bidang-bidang bimbingan dan konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah, meliputi empat bidang yaitu bidang bimbingan: (1) pribadi, (2) sosial, (3) belajar, dan (4) karier (Prayitno, 1999). Berikut ini akan dikemukakan penjelasan dari masing-masing bidang tersebut secara singkat.
(1)     Bimbingan Pribadi, pelayanan bimbingan pribadi membantu siswa menemukan dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, mantap dan mandiri, serta sehat jasmani dan rohani. Bidang ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok berikut:
(a)   Pemantapan sikap dan kebiasaan serta mengembangkan wawasan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
(b)   Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatan-kegiatan yang produktif, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk penerapannya di masa depan;
(c)   Pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta penyaluran dan pengembangannya pada/melalui kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif;
(d)   Pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan upaya-upaya penanggulangannya;
(e)   Pemantapan kemampuan mengambil keputusan;
(f)    Pemantapan kemampuan dalam mengarahkan sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya;
(g)   Pemantapan perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat secara fisik dan psikis.
(2)     Bimbingan Sosial, layanan bimbingan dan konseling mengenal dan berhubungan dengan lingkungan sosialnya yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggung jawab kemasyarakatan dan kenegaraan. Bidang ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok berikut.
(a)   Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan secara efektif;
(b)   Pemantapan kemampuan menerima dan menyampaikan pendapat serta berargumentasi secara dinamis, kreatif dan produktif;
(c)   Pemantapan kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial, baik di rumah, di sekolah, di masyarakat luas dengan menjunjung tinggi tata krama, sopan santun, serta nilai-nilai agama, adat istiadat, hukum, ilmu, dan kebiasaan yang berlaku;
(d)   Pemantapan hubungan yang dinamis, harmonis, dan produktif dengan teman sebaya, baik di sekolah yang sama, di sekolah yang lain, di luar sekolah sekolah maupun di masyarakat pada umumnya;
(e)   Pemantapan pemahaman kondisi dan peraturan sekolah serta upaya pelaksanaannya secara dinamis dan bertanggung jawab; dan
(f)    Orientasi tentang hidup berkeluarga.

(3)     Bimbingan belajar, pelayanan bimbingan dan konseling membantu siswa mengembangkan diri, sikap, dan kebiasaan belajar yang baik untuk menguasai pengetahuan dan ketermpilan, dan menyiapkannya melanjutkan pendidikan pada tingkat yang lebih tinggi. Bidang ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok berikut:
(a)   Pemantapan sikap dan kebiasaan belajar yang efektif dan efisien serta produktif, baik dalam mencari informasi dari berbagai sumber belajar, bersikap baik terhadap guru dan narasumber lainnya, mengembangkan keterampilan blajar, mengerjakan tugas-tugas pelajaran, dan menjalani program penilaian hasil belajar;
(b)   Pemantapan disiplin belajar dan  berlatih, baik secara mandiri maupun berkelompok;
(c)   Pemantapan penguasaan materi program belajar di sekolah sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi, dan kesenian; dan
(d)   Pemantapan pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial, dan budaya yang ada di sekolah, lingkungan sekitar masyarakat untuk pengembangan pengetahuan dan kemampuan, serta pengembangan pribadi.

(4)      Bimbingan karier, pelayanan bimbingan dan konseling membantu siswa merencanakan dan mengembangkan masa depan kariernya. Bidang ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok berikut:
(a)   Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karier yang hendak dikembangkan;
(b)   Pemantapan orientasi dan informasi karier pada umumnya, khususnya karier yang hendak dikembangkan;
(c)   Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan upaya memperoleh penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup; dan
(d)   Orientasi dan informasi terhadap pendidikan yang lebih tinggi, khususnya sesuai dengan karier yang hendak dikembangkan;

b)   Jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling
Suatu kegiatan bimbingan dan konseling disebut layanan apabila kegiatan tersebut dilakukan melalui kontak langsung dengan sasaran (klien), dan secara langsung berkaitan dengan permasalahan atau kepentingan tertentu yang dirasakan oleh sasaran layanan. Berikut dikemukakan layanan-layanan bimbingan konseling.
(1)      Layanan orientasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa (klien) memahami lingkungan (sekolah) yang baru dimasukinya, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya siswa di lingkungan yang baru tersebut.
(2)     Layanan informasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa (klien) menerima dan memahami berbagai informasi (seperti informasi pendidikan dan jabatan) yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan siswa.
(3)     Layanan penempatan dan penyaluran, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa (klien) memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat (misalnya penempatan/penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar, jurusan/program studi. Program latihan, magang, kegiatan ko/ekstra kurikuler) sesuai dengan potensi, bakat, dan minat serta kondisi pribadinya.
(4)     Layanan pembelajaran, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkingkan siswa (klien) mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan belajar yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya.
(5)     Layanan konseling perseorang, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa (klien) yang memungkinkan siswa mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perseorangan) dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan dan pengentasan permasalahan pribadi yang dialaminya.
(6)     Layanan bimbingan kelompok, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa (klien) secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari guru pembimbing), dan/atau membahas secara bersama-sama pokok bahasan tertentu yang berguna untuk perkembangan dirinya sebagai individu dan pelajar, serta untuk pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan tertentu.
(7)     Layanan konseling kelompok, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa (klien) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok; masalah yang dibahas adalah masalah pribadi yang dialami langsung oleh masing-masing anggota kelompok.
Dari ketujuh jenis layanan tersebut di atas dapat saling terkait dan menunjang yang satu terhadap yang lain, sesuai dengan asas keterpaduan dalam bimbingan dan konseling.
c)   Kegiatan pendukung bimbingan dan konseling
Di samping kegiatan layanan tersebut di atas, dalam bimbingan dan konseling dapat dilakukan sejumlah kegiatan lain, yang disebut kegiatan pendukung. Kegiatan pendukung pada umumnya tidak ditujukan secara langsung untuk memecahkan atau mengentaskan masalah siswa (klien), melainkan untuk memungkinkan diperolehnya data dan keterangan lain, serta kemudahan-kemudahan atau komitmen yang akan membantu kelancaran dan keberhasilan kegiatan terhadap siswa. Kegiatan pendukung ini pada umumnya dilaksanakan tanpa kontak langsung dengan sasaran layanan. Sejumlah kegiatan pendukung yang utama di sekolah, sebagai berikut.
(1)     Aplikasi instrumentasi bimbingan dan konseling, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang siswa (klien), keterangan tentang linkungan siswa dan “lingkungan lebih luas”. Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen baik tes maupun non-tes.
(2)     Penyelenggaraan himpunan data, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan siswa. Himpunan data perlu dilaksanakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu, dan sifatnya tertutup.
(3)     Konferensi kasus, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk membahas permasalahan yang dialami oleh siswa dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai pihak yang diharapkan dapat memberikan bantuan, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan siswa tersebut. Pertemuan dalam rangka konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup.
(4)     Kunjungan rumah, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan siswa melalui kunjungan rumahnya. Kegiatan ini memerlukan kerja sama yang baik dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.
(5)     Alih tangan kasus, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami siswa dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak ke pihak lainnya. Kegiatan ini memerlukan kerja sama yang erat dan mantap antara berbagai pihak yang dapat memberikan bantuan atas penanganan masalah tersebut (terutama kerja sama dari ahli lain tempat kasus itu dialihtangankan).
Kegiatan layanan dan pendukung bimbingan dan konseling tersebut kesemuanya saling terkait dan saling menunjang baik langsung maupun tidak langsung. Saling keterkaitan dan menunjang antara layanan dan kegiatan pendukung itu menyangkut pula fungsi-fungsi yang diemban oleh masing-masing layanan/kegiatan pendukung.
Dalam kaitan dengan pekerjaan guru pembimbing di sekolah, guru pembimbing wajib menyelenggarakan bidang-bidang dan jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling tersebut dengan penyesuaian sepenuhnya terhadap karakteristik siswa (klien) yang dilayani. Penyelenggaraan bidang dan jenis-jenis layanan itu dibantu oleh kegiatan pendukung. Dalam hal ini, perlu diingat bahwa kegiatan pendukung tidak boleh mengganggu atau mengurangi frekuensi dan intensitas pelaksanaan jenis-jenis layanan yang sifatnya lebih utama. Penyelenggaraan empat bidang bimbingan dan konseling, tujuh layanan dan lima kegiatan pendukung, dilengkapi dengan satu pemahaman utuh tentang bimbingan dan konseling, itulah yang dikenal dengan istilah populernya “Pola Tujuh Belas”.

3.     Kode Etik Bimbingan dan Konseling
Kode etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota profesi tentang tata cara melaksanakan profesinya. Untuk menyatukan pandangan tentang kode etik jabatan, berikut ini dikemukakan suatu rumusan Winkel (Soetjipto, 1994) yaitu “ kode etik jabatan ialah pola ketentuan/aturan/tata cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi”.
Sehubungan dengan itu, pendapat Bimo Walgito (Sutjipto, 1994) tentang butir-butir rumusan kode etik bimbingan dan konseling sebagai berikut:
a.         Membimbing atau pejabat lain yang memegang jabatan dalam bidang bimbingan dan penyuluhan harus memegang teguh prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
b.         Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin untuk dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada kehliannya atau wewenangnya. Karena itu pembimbing jangan sampai mencampuri wewenang serta tanggung jawabnya.
c.         Oleh karena itu pekerjaan pembimbing langsung dengan kehidupan pribadi orang seperti telah dikemukakan di atas maka seorang pembimbing harus:
1)     Dapat memegang atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-baiknya;
2)     Menunjukkan sikap hormat kepada klien;
3)     Menunjukkan penghargaan yang sama kepada bermacam-macam klien pembimbing harus memperlakukan klien sama derajad;
4)     Membimbing tidak diperkenankan:
a)      Menggunakan tenaga-tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak lemah;
b)      Menggunakan alat-alat yang kurang dapat dipertanggungjawabkan;
c)      Mengambil tindakan-tindakan yang mungkin menimbulkan hal-hal yang tidak baik bagi klien;
d)      Mengalihkan klien kepada konselor lain, tanpa persetujuan konselor tersebut.
5)     Meminta bantuan ahli dalam bidang lain di luar kemampuannya atau di luar keahliannya ataupun di luar keahlian stafnya yang diperlukan; dan
6)     Pembimbing harus selalu menyadari akan tanggung jawabnya yang berat yang memerlukan pengabdian penuh.
Di samping rumusan tersebut, rumusan kode etik bimbingan dan konseling yang dirumuskan oleh Ikatan Petugas Bimbingan Indonesia (Sutjipto, 1994) sebagai berikut:
a.     Pembimbing/konselor menghormati harkat pribadi, integritas, keyakinan klien.
b.    Pembimbing/konselor menempatkan kepentingan klien di atas kepentingan pribadi pembimbing/konselor sendiri.
c.     Pembimbing/konselor tidak membedakan klien atas dasar suku bangsa, warna kulit, kepercayaan, atau status sosial ekonominya.
d.     Pembimbing/konselor dapat menguasai dirinya dalam arti kata berusaha untuk mengerti kekurangan-kekurangannya dan prasangka-prasangka yang ada pada dirinya yang dapat mengakibatkan rendahnya mutu layanan yang akan diberikan serta merugikan klien.
e.     Pembimbing/konselor mempunyai serta memperlihatkan sifat-sifat rendah hati, sederhana, sabar, tertib, dan percaya pada paham hidup sehat.
f.     Pembimbing/konselor terbuka terhadap saran atau pandangan yang diberikan padanya, dalam hubungannya dengan ketentuan-ketentuan tingkah laku professional sebagaimana dikemukakan dalam kode etik bimbingan dan konseling.
g.    Pembimbing/konselor memiliki sikap tanggung jawab baik terhadap lembaga dan orang-orang yang dilayani, maupun terhadap profesinya.
h.     Pembimbing/konselor mengusahakan mutu kerjanya setinggi mungkin. Dalam hal ini dia perlu menguasai keterampilan dan menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur khusus yang dikembangkan atas dasar ilmiah.
i.      Pembimbing/konselor menguasai pengetahuan dasar yang memadai tentang hakikat dan tingkah laku orang, serta tentang teknik dan prosedur layanan bimbingan guna dapat memberikan layanan dengan sebaik-baiknya.
j.      Seluruh catatan tentang diri klien merupakan informasi yang bersifat rahasia, dan pembimbing menjaga kerahasiaan ini. Data ini hanya dapat disampaikan kepada orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya, dan hanya diberikan atas dasar persetujuan klien.
k.     Sesuatu tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakannya dan menafsirkan hasilnya.
l.      Testing psikologi baru boleh diberikan dalam penanganan kasus dan keperluan lain yang membutuhkan data tentang sifat atau diri kepribadian seperti taraf intelegensi, minat, bakat, dan kecenderungan-kecenderungan dalam diri pribadi seseorang.
m.   Data hasil tes psikologis harus diintegrasikan dengan informasi lainnya yang diperoleh dari sumber lain, serta harus diperlakukan setaraf dengan informasi lainnya itu.
n.     Konselor memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya tes psikologis dan apa hubungannya dengan masalah yang dihadapi klien.
o.    Hasil tes psikologis harus diberitahukan kepada klien dengan disertai alas an-alasan tentang kegiatannya dan hasil tersebut dapat diberitahukan kepada pihak lain, sejauh pihak yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan pada klien dan tidak merugikan klien. 

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Adapun yang dapat kami simpulkan dari makalah ini yakni sebagai berikut :
a.     Bimbingan dan konseling ini memiliki beberapa landasan yakni landasan legalistic, landasan filosofis, landasan religious, landasan psikologis, dan landasan social budaya
b.    Hakekat dari bimbingan dan konseling meliputi pengertian dari bimbingan dan konseling, tujuan bimbingan, dan fungsi bimbingan dan konseling.
c.     Bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan bantuan dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya dan siswa pada khususnya di sekolah.
d.    Tujuan bimbingan adalah untuk membantu individu dalam mencapai: (a) kebahgiaan hidup pribadi, (b) kehidupan yang produktif dan efektif dalam masyarakat, (c) hidup bersama-sama dengan inidvidu-individu lain, dan (d) harmoni antara cita-cita individu dengan kemampuan yang dimilikinya
e.     Fungsi bimbingan dan konseling meliputi fungsi pemahaman, fungsi preventif, fungsi pengembangan, fungsi penyembuhan, fungsi penyaluran, fungsi adaptasi, fungsi penyesuaian, fungsi perbaikan, fungsi fasilitasi, fungsi pemeliharaan

B.    Saran
a.   Sebagai pendidik harus mampu memberikan membantu individu dalam mencapai kebahgiaan hidup pribadi, kehidupan yang produktif dan efektif dalam masyarakat, hidup bersama-sama dengan inidvidu-individu lain, dan harmoni antara cita-cita individu dengan kemampuan yang dimilikinya.
b.    Sebagai pendidik bimbingan dan konseling juga harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan kode etik bimbingan dan konseling.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar