BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Bimbingan
dan konseling merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang dilakukan
oleh guru pembimbing (konselor), guna
membantu siswa dalam memenuhi kebutuhannya di sekolah. Dalam memenuhi kebutuhan
siswa, terutama dalam proses belajar mengajar, guru pembimbing hendaknya
bekerja sama dengan staf sekolah, khususnya dengan guru mata pelajaran.
Ada
banyak pertimbangan sehingga bimbingan dan konseling ini perlu ditinjau lebih
detil lagi, karena ini merupakan hal yang sangat penting dalam proses
perkembangan dan pembentukan kepribadian peserta didik.
Di
masa sekarang ini guru mata pelajaran dalam melaksanakan tugas mengajarnya,
menitikberatkan pada pengembangan
intelek siswa; artinya, pembelajaran
lebih ditekankan pada pemberian pengetahuan, peningkatan kecerdasan, pembinaan
sikap dan kepribadian. Sedangkan guru pembimbing dalam menjalankan
kepembimbingannya penekanannya pada hal-hal yang bersifat pengarahan dan
pembinaan siswa dalam bidang karier (vokasional), kemampuan menghadapi
persoalan hidup, kemampuan mengambil keputusan, kemampuan mengenal diri dan
merencanakan studi dan kehidupan, di samping pembinaan sikap dan kepribadian
siswa.
Selain
daripada itu, Perhatian guru di kelas lebih banyak tertuju kepada siswa sebagai
bagian dari kelompok (pendekatan klasikal) daripada sebagai pribadi. Sedangkan
guru pembimbing, perhatiannya lebih tertuju pada pendekatan individual/pribadi.
Artinya, secara individu siswa memerlukan bimbingan dari proses perkembangannya
pada setiap fase perkembangan yang menimbulkan kebutuhan-kebutuhan,
persoalan-persoalan, dan tantangan-tantangan tersendiri bagi individu sebagai
peserta didik baik pada jenjang pendidikan rendah maupun pada jenjang
pendidikan tinggi.
Sekarang
ini pula banyak peserta didik yang menghadapi berbagai masalah namun mereka
belum mampu untuk bisa menyelesaikan hal itu dengan jalan yang baik, sehingga
jarang kita temukan pendidikan peserta didik berjalan dengan lancar. Hal seperti inilah yang perlu menjadi
pertimbangan yang andil yang harus dilakukan oleh para pendidik agar para
peserta didik tidak lagi mengalami kesulitan dalam hal menentukan, memilah dan
memilih suatu keputusan atau pilihan.
Karena
kita tentunya tahu bahwa pendidik dilahirkan untuk mampu bersama-sama membantu
menyelesaikan problema-problema para peserta didik agar lebih terarah ke hal
yang lebih positif dan bermanfaat buat bangsa dan Negara terkhusus untuk
dirinya secara pribadi.
Maka
kami membuat makalah ini sebagai penunjang pertumbuhan dan perkembangan
pendidikan yang terkhusus ke “Bimbingan dan Konseling”.
B.
Rumusan
Masalah
Bertolak
dari latar belakang maka kami formulasikan beberapa rumusan yakni sebagai
berikut :
a. Bagaimanakah
latar belakang dari bimbingan dan konseling itu ?
b. Bagaimanakah
hakekat bimbingan dan konseling itu ?
C.
Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah
di atas makalah ini bertujuan yakni sebagai berikut :
a. Untuk
mengetahui latar belakang dari bimbingan dan konseling
b. Untuk
mengetahui hakekat bimbingan dan konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Latar
Belakang Bimbingan dan Konseling
Bimbingan
dan konseling merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan yang dilakukan
oleh guru pembimbing (konselor), guna
membantu siswa dalam memenuhi kebutuhannya di sekolah. Dalam memenuhi kebutuhan
siswa, terutama dalam proses belajar mengajar, guru pembimbing hendaknya
bekerja sama dengan staf sekolah, khususnya dengan guru mata pelajaran.
Perlunya kerja sama tersebut didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan:
1. Guru
mata pelajaran dalam melaksanakan tugas mengajarnya, menitikberatkan pada pengembangan intelek siswa; artinya, pembelajaran lebih ditekankan pada
pemberian pengetahuan, peningkatan kecerdasan, pembinaan sikap dan kepribadian.
Sedangkan guru pembimbing dalam menjalankan kepembimbingannya penekanannya pada
hal-hal yang bersifat pengarahan dan pembinaan siswa dalam bidang karier
(vokasional), kemampuan menghadapi persoalan hidup, kemampuan mengambil
keputusan, kemampuan mengenal diri dan merencanakan studi dan kehidupan, di
samping pembinaan sikap dan kepribadian siswa.
2. Perhatian
guru di kelas lebih banyak tertuju kepada siswa sebagai bagian dari kelompok
(pendekatan klasikal) daripada sebagai pribadi. Sedangkan guru pembimbing,
perhatiannya lebih tertuju pada pendekatan individual/pribadi. Artinya, secara individu
siswa memerlukan bimbingan dari proses perkembangannya pada setiap fase
perkembangan yang menimbulkan kebutuhan-kebutuhan, persoalan-persoalan, dan
tantangan-tantangan tersendiri bagi individu sebagai peserta didik baik pada
jenjang pendidikan rendah maupun pada jenjang pendidikan tinggi.
Berikut
ini dikemukakan beberapa pertimbangan yang melandasi mengapa bimbingan dan
konseling diperlukan keberadaannya di sekolah.
1.
Landasan
Legalistik
Pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolah di Indonesia telah dirintis sejak tahun
1960-an. Mulai tahun 1975, pelayanan bimbingan dan konseling secara resmi telah
memasuki sekolah-sekolah umum, dengan dicantumkannya pelayanan tersebut pada
kurikulum 1975, yang berlaku di sekolah-sekolah seluruh Indonesia pada jenjang
SD, SLTP, dan SLTA. Pada kurikulum 1984, keberadaan bimbingan dan konseling
lebih dimantapkan lagi.
Sejak
tahun 1989 belaku sejumlah peraturan perundangan baru dalam bidang pendidikan.
Undang-undang nomor 2, tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan
sejumlah peraturan dasar pelaksanaanynya yaitu Peraturan Pemerintah (PP) nomor
27, 28, 29, 30 tahun 1980, nomor 72 dan 73 tahun 1991, serta nomor 38 tahun
1992 masing-masing tentang Pendidikan Prasekolah, Pendidikan Dasar, Pendidikan
Menengah, Pendidikan Tinggi, Pendidikan Luar Biasa, Pendidikan Luar Sekolah,
dan Tenaga Kependidikan. Dalam Peraturan Pemerintah tersebut secara resmi
mengakui sepenuhnya adanya berbagai tenaga yang berperanan di dalam dunia
pendidikan, selain guru.
Undang-undang No. 2 Tahun 1989 menjelaskan bahwa tenaga
kependidikan meliputi tenaga pendidik, pengelola satuan pendidikan, penilik,
pengawas, peneliti dan pengembang di bidang pendidikan, pustakawan, laboran,
teknisi sumber belajar (pasal 27, ayat 2). Tenaga pendidik bertugas membimbing,
mengajar, dan/atau melatih pesert didik (pasal 1, ayat 8). Dalam pengertian
tersebut jelaslah bahwa pekerjaan bimbingan di sekolah merupakan salah satu
tugas dari tenaga pendidik. Dengan kata lain, tugas pendidik salah satu di
antaranya adalah membimbing.
Surat Keputusan (SK) Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara,
Nomor 026 tahun 1989 menyatakan secara eksplisit bahwa pekerjaan bimbingan dan
penyuluhan (konseling) dan pekerjaan mengajar, satu sama lain berkedudukan
seimbang dan sejajar. Dalam SK tersebut dicantumkan bahwa seorang guru di
sekolah dapat mengerjakan kegiatan mengajar atau kegiatan pelayanan bimbingan
dan penyuluhan. Keberadaan pelayanan bimbingan dan penyluhan di sekolah
dipertegas lagi oleh Peraturan Pemerintah No. 28 tahun 1990 (tentang Pendidikan
Dasar) dan No. 29 tahun 1990 (tentang Pendidikan Menengah). Di kedua Peraturan
Pemerintah itu dicantumkan bahwa:
a. Bimbingan
merupakan bantuan yang diberikan kepada siswa dalam rangka menemukan pribadi,
mengenal lingkungan dan merencanakan masa depan;
b. Bimbingan
diberikan oleh guru pembimbing.
Lebih lanjut PP. No. 29
Tahun 1990 secara rinci menyatakan sebagai berikut:
a. Bimbingan
dalam rangka menemukan pribadi siswa, dimaksudkan untuk membantu siswa mengenal
kelebihan dan kekurangan yang ada pada dirinya.
b. Bimbingan
dalam rangka mengenal lingkungan, dimaksudkan untuk membantu siswa menyesuaikan
diri dengan lingkungan sosial, ekonomi, budaya serta alam yang ada.
c. Bimbingan
dalam rangka merencanakan masa depan,mempersiapkan diri dengan langkah yang
dipilihnya setelah tama belajar pada sekolah menengah serta karirnya di masa
depan.
Peraturan
perundangan tersebut di atas, memberikan legalisasi yang cukup mantap tentang
keberadaan pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah. Oleh karena itu, dapat
dikatakan bahwa pekerjaan bimbingan dan konseling tidak dapat diganggu gugat
lagi keberadaannya. Bahkan, dalam UU Sistem Pendidikan Nasional tahun 2003, Bab
I tentang ketentuan Umum, pasal 1 ayat 6 tercantum “Pendidik adalah tenaga
kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar,
widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai
dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan.
Istilah konselor sebagai salah satu
pendidik tenaga kependidikan digunakan sebagai pengganti guru pembimbing.
2.
Landasan
Filosofis
Kata
filosofis atau filsafat berasal dari bahasa Yunani: Philos artinya Cinta,
Shopos artinya bijaksana. Jadi fisolofis berarti kecintaan terhadap
kebijaksanaan. Lebih luas, Kamus Webster New Universal memberikan pengertian
bahwa filsafat merupakan ilmu yang
mempelajari kekuatan yang didasari proses berpikir dan bertingkah laku, teori
tentang prinsip-prinsip atau hukum-hukum data yang mengatur alam semesta serta
mendasari semua pengetahuan dan kenyataan, termasuk di dalamnya studi tentang
estetika, etika, logika, metafisika dan sebagainya. Dengan kata lain, filsafat
merupakan pemikiran yang sedalam-dalamnya, seluas-luasnya, setinggi-tingginya,
selengkap-lengkapnya, serta setuntas-tuntasnya tentang sesuatu. Tidak ada lagi
pemikiran yang lebih dalam, lebih luas, lebih tinggi, lebih lengkap, ataupun
lebih tuntas selain pemikiran filosofis.
Pemikiran
yang lebih dalam, lebih luas, paling tinggi, dan paling tuntas untuk mengarah
kepada pemahaman tentang hakikat manusia. Sesuatu yang dipikirkan itu dikupas,
diteliti dan dikaji serta direnugkan dari berbagi segi melalui proses pemikiran
yang selurus-lurusnya dan setajam-tajamnya sehingga diperoleh pemahaman yang
menyeluruh tentang hakikat keberadaan dan keadaan sesuatu itu. Hasil pemikiran
yang menyeluruh itu selanjutnya dipakai sebagai dasar untuk bertindak berkenaan
dengan sesuatu yang dimaksudkan itu. Karena tindakan yang dilakukan didasarkan
atas pemahaman yang sedalam-dalamnya, seluas-luasnya, setinggi-tingginya,
selengkap-lengkapnya, serta setuntas-tuntasnya, maka tindakan itu tidak gegabah
atau bersifat acak yang tidak tentu ujung pangkalnya, melainkan merupakan tindakan
yang terarah, terpilih, terkendala, teratur, dan dapat dipertanggungjawabkan.
Tindakan seperti itu teguh dan penuh kehati-hatian. Oleh karena pemahaman
berdasarkan pemikiran filosofis itu mencakup juga segi-segi estetika, etika dan
logika, maka tindakan yang berlandaskan pemahaman filosofis akan dapat
dipertanggungjawabkan logis dan etis, serta dapat memenuhi tuntutan estetika.
Tindakan seperti itulah yang merupakan tindakan bijaksana. Itulah sebabnya,
mengapa istilah filosofis (filsafat) mempunyai makna cinta kebijaksanaan,
karena orang-orang yang tindakannya didasarkan atsa pemikiran filsafat adalah
orang-orang yang bijaksana.
Pelayanan
bimbingan dan konseling meliputi serangkaian kegiatan atau tindakan yang
diharapkan menjadi tindakan yang bijaksana. Untuk itu, diperlukan pemikiran
filosofis tentang berbagai hal yang bersangkut paut dengan pelayanan bimbingan
dan konseling. Pemikiran dan pemahaman filosofis menjadi alat yang bermanfaat
bagi pelayanan bimbingan dan konseling pada umumnya, dan bagi konselor pada
khususnya, yaitu membantu konselor dalam memahami situasi konseling dan dalam
membuat keputusan yang tepat. Di samping itu, pemikiran dan pemahaman filosofis
juga memungkinkan konselor menjadikan hidupnya sendiri lebih mantap,
fasilitatif, serta lebih efektif dalam penerapan upaya pemberian bantuannya
(Belkin, 1975).
3.
Landasan
Religius
Prayitno
(1999) mengemukakan landasan religius bagi layanan bimbingan dan konseling
perlu ditekankan pada tiga hal pokok, yaitu:
a. Keyakinan
bahwa manusia dan seluruh alam semesta adalah makhluk Tuhan;
b. Sikap
yang mendorong perkembangan dan prikehidupan manusia berjalan ke arah dan
sesuai dengan kaidah-kaidah agama; dan
c. Upaya
memungkinkan berkembang dan dimanfaatkannya secara optimal suasana dan
perangkat budaya (termasuk ilmu dan teknologi) serta kemasyarakatan yang sesuai
dan meneguhkan kehidupan beragama untuk membantu perkembangan dan pemecahan
masalah individu.
Tuhan
Yang Maha Pemurah memberikan segenap potensial kepada manusia, yaitu kemampuan
yang mengarah pada hubungan manusia dengan Tuhannya dan yang mengarah pada
hubungan manusia dengan sesama manusia dan dunianya. Penerapan segenap
kemampuan potensial itu secara langsung berkaitan dengan ketaqwaan terhadap
Tuhan Yang Maha Esa. Wujud ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa hendaklah
seimbang dan lengkap, mencakup hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia
dengan manusia, dan hubungan manusia dengan dunianya.
Dalam
Undang-Undang Dasar 1945, agama dituliskan dalam bab tersendiri. Dalam sistem
pendidikan nasional pentingnya peranan agama itu tertuang dalam rumusan tujuan
yang hendak dicapai oleh tujuan pendidikan, yaitu tujuan yang menyangkut
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa (UU No. 2/1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional). Berkaitan dengan itu semua, dalam
bimbingan dan konseling juga diperankan kaidah-kaidah agama, yaitu berkenaan
dengan hakikat sasaran layanan (klien), serta konteks sosial budayanya. Peranan
agama dalam bimbingan dan konseling akan memberikan warna, arah, dan suasana hubungan
konseling yang tercipta antara klien dan konselor.
4.
Landasan
Psikologis
Psikologis
merupakan kajian tentang tingkah laku individu. Landasan psikologis dalam
bimbingan dan konseling berarti memberikan pemahaman tentang tingkah laku
individu yang menjadi sasaran layanan (klien). Hal ini sangat penting karena
bidang garapan bimbingan dan konseling adalah tingkah laku klien, yaitu tingkah
laku yang perlu diubah atau dikembangkan dalam upaya mengatasi masalah yang
dihadapi klien atau untuk mencapai tujuan-tujuan yang dikehendakinya.
Apakah
tingkah laku individu itu? Secara sederhana diberi batasan bahwa tingkah laku
adalah gerak hidup individu yang dapat dirumuskan dalam bentuk kata kerja.
Jenis dan jumlah tingkah laku manusia terus berkembang sesuai dengan
perkembangan budaya mereka. Tingkah laku individu ttidak terjadi dalam keadaan
kosong melainkan mengandung latar belakang, latar depan, sangkut paut, dan isi
tertentu (Prayitno, 1999). Tingkah laku itu berlangsung dalam kaitannya dengan
lingkungan tertentu yang didalamnya terkandung unsur-unsur waktu, tempat, dan
berbagai kondisi lainnya. Suatu tingkah laku merupakan perwujudan dari hasil
interaksi antara keadaan interen (individu) dan keadaan eksteren (lingkungan).
Untuk
keperluan bimbingan dan konseling, sejumlah daerah kajian psikologi perlu
dikuasai, yaitu tentang; (a) motif dan motivasi; (b) pembawaan dasar dan
lingkungan; (c) perkembngan individu; (d) belajar, balikan dan penguatan, dan
(e) kepribadian (Prayitno, 1999).
Di
bawah ini dikemukakan secara ringkas bidang psikologi yang dimaksud, yaitu:
a.
Motif
dan Motivasi
Motif adalah dorongan yang menggerakkan
seseorang bertingkah laku. Dorongan ini hidup pada diri seseorang dan setiap
kali mengusik serta menggerakkan orang itu untuk melakukan sesuatu sesuai
dengan apa yang terkandung di dalam dorongan itu sendiri. Dengan demikian,
suatu tingkah laku yang didasarkan pada motif tertentu tidaklah bersifat
sembarangan atau acak, melainkan mengandung isi dan tema sesuai dengan motif
yang mendasarinya.
Motif yang telah ada pada diri individu
merupakan sesuatu yang laten, sewaktu-waktu dapat diaktifkan, mendorong
terwujudkan suatu tingkah laku. Sedangkan usaha-usaha yang dilakukan untuk
mengaktifkan motif-motif yang yang ada pada diri individu sehingga dapat melakukan
sesuatu , disebut motivasi, ditandai dengan kekuatan yang dapat meningkat,
sampai pada taraf yang amat tinggi. Oleh karena itu, sering kita jumpai ada
orang yang motivasinya rendah atau tinggi, ada orang yang amat bersemangat
melaksanakan suatu tindakan (tingkah laku), atau bahkan menggebu-gebu,
sebaliknya ada yang semangatnya rendah atau kendur. Semuanya itu menggambakan
kuat lemahnya motif yang sedang aktif mendorong tingkah laku yang dimaksudkan.
b.
Pembawaan
dan Lingkungan
Setiap
individu dilahirkan ke dunia dengan membawa kondisi fisik dan mental
tertentuyang sering disebut dengan pembawaan. Dalam arti luas, pembawaan
meliputi berbagai hal, seperti warna kulit, bentuk, dan warna rambut, golongan
darah, kecenderungan pertumbuhan fisik, minat dan bakat khusus, kecerdasan,
kecenderungan ciri-ciri kepribadian tertentu. Kerentanan terhadap penyakit
tertentu sering kali juga dikaitkan dengan pembawaan. Pembawaan diturunkan
melalui sifat-sifat bawaan yang terbentuk pada saat konsepsi, yaitu bersatunya
sel telur dari ibu dengan sel sperma dari ayah.
Pembawaan
dan lingkungan masing-masing individu tidak sama. Pembawaan yang diwariskan
sejak lahir, berupa bakat, minat, intelegensi/kecerdasan, dan kemampuan lainnya
berbeda-beda. Demikian pula dengan lingkungan, ada individu yang hidup dalam
lingkungan yang kondusif dan ada pula yang hidup dalam lingkungan yang kurang
mendukung. Karena itu, bimbingan dan konseling harus memahami dengan baik faktor pembawaan dan lingkungan
dari masing-masing siswanya.
c.
Perkembangan
Individu
Havghurst
(Hurlock, 1989) mengemukakan tugas-tugas perkembangan tersusun menurut suatu
pola tertentu dan secara keseluruhan saling terkait. Tugas-tugas perkembangan
tersebut dibentuk oleh unsur-unsur biologis, psikologis, dan kultural yang ada
pada diri dan lingkungan individu. Berikut dikemukakan tugas-tugas perkembangan
manusia (individu) remaja (12-18 tahun), yaitu:
a. Mencapai
hubungan –hubungan yang baru dan lebih matang dengan teman sebaya antar jenis
kelamin yang sama dan berbeda.
b. Mencapai
peranan social sebagai pria dan wanita.
c. Menerima
kesatuan tubuh sebagaimana adanya dan menggunakan secara efektif.
d. Mencapai
kemerdekaan emosional terhadap orang tua dan orang dewasa lainnya.
e. Mencapai
keadaan yang dimilikinya sebagai jaminan untuk kemerdekaan ekonomi.
f. Memilih
dan mempersiapkan diri untuk suatu pekerjaan.
g. Mempersiapkan
diri untuk pernikahan dan kehidupan keluarga.
h. Mengembangkan
keteramp;ilan intelektual dan konsep-konsep yang perlu untuk kehidupan sebagai
warga negara.
i. Mengembangkan
hasrat dan mencapai kemampuan bertingkah laku yang dapat dipertimbangkan secara
sosial.
j. Menguasai
seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman.
Kegiatan
bimbingan dan konseling terutama yang berkaitan dengan penanganan kasus atau
siswa sebaiknya disesuaikan dengan tahap perkembangan siswa yang menjadi
sasaran penanganan oleh guru pembimbing.
d.
Belajar,
Balikan, dan Penguatan
Belajar
merupakan salah satu konsep dari psikologi yang amat mendasar. Peristiwa
belajar terentang dari bentuk-bentuk belajar yang ditandai oleh perubahan
tingkah laku yang amat sederhana sebagai hasil latihan singkat sampai dengan
proses mental tingkat tinggi. Topic tentang belajar menjadi materi dasar dalam
pembahasan psikologi, bahkan menjadi inti dalam paparan tentang persepsi dan dan
berpikir; kemampuan dan imajinasi berargumentasi, menilai dan mempertimbangkan;
bersikap, ciri-ciri kepribadian, dan sistem nilai; serta perkembangan dan
organisasi kegiatan yang membentuk kepribadian individu.
Inti
perbuatan belajar adalah upaya untuk menguasai sesuatu yang baru dengan
memanfaatkan apa yang sudah ada pada diri individu. Penguasaan sesuatu yang
baru itulah tujuan belajar, dan pencapaian sesuatu yang baru itulah tanda-tanda
perkembangan. Individu yang belajar dapat dilihat pada beberapa indikator,
yaitu: Pertama, terjadinya perubahan
dan/atau tercapainya sesuatu yang baru pada diri individu yang tidak
berlangsung dengan sendirinya, melainkan harus diupayakan. Kedua, proses belajar tidak terjadi di dalam kekosongan melainkan
dalam kondisi tertentu. Ketiga,
hasil belajar yang diharapkan adalah sesuatu yang baru, baik dalam kawasan
kognitif, afektif, konotatif, maupun psikomotorik/keterampilan. Keempat, kegiatan belajar sering kali
memerlukan sejumlah sarana, baik perlatan maupun suasana hati dan hubungan
social emosional. Kelima, hasil yang
diperoleh dari kegiatan belajar hendaknya dapat diketahui dan diukur, baik oleh
individu yang belajar maupun oleh orang lain. Keenam, upaya belajar merupakan upaya yang berkesinambungan.
5.
Landasan
Sosial Budaya
Sebagai
makhluk sosial, manusia tidak pernah dapat hidup seorang diri. Di manapun dan
kapanpun manusia hidup senantiasa membentuk kelompok yang terdiri dari sejumlah
anggota guna menjamin keselamatan, perkembangan , dan keturunan. Dalam
kehidupan berkeolmpok itu, manusia harus mengembangkan ketentuan yang mengatur
hak dan kewajiban masing-masing individu, baik sebagai individu
(sendiri-sendiri) maupun sebagai anggota demi ketertiban pergaulan sosial
mereka.
Sesuai
dengan dimensi kesosialannya, individu-individu saling berkomunikasi dan
menyesuaikan diri. Komunikasi dan penyesuaian diri antar-individu yang berasal
dari latar belakang budaya yang sama cenderung lebih mudah daripada antara
mereka yang berasal dari latar belakang budaya yang berbeda. Ada lima sumber
hambatan yang mungkin timbul dalam berkomunikasi dan proses penyesuaian diri
antarbudaya, yaitu (1) sumber-sumber berkenaan dengan perbedaan bahasa, (2)
komunikasi non-verbal, (3) stereotip, (4) kecenderungan menilai, dan (5)
kecemasan (Pedersen, 1976).
Inti
proses dan pelayanan bimbingan dan konseling adalah komunikasi antar klien dan
konselor atau antar guru pembimbing dan siswa. Dalam proses pelayanan bimbingan
dan konseling yang bersifat antarbudaya (klien dan konselor) diperlukan
pengetahuan dan pemahaman budaya masing-masing. Jika klien dan konselor berasal
dari latar belakang social budaya yang berbeda maka terdapat kemungkinan
terjadi hambatan dalam berkomunikasi. Misalnya, perbedaan dalam latar rasa atau
etnik, kelas ekonomi, dan pola bahasa dapat menimbulkan masalah dalam hubungan
konseling. Oleh karena itu, guru pembimbing/konselor ditantang untuk
mempelajari aneka ragam budaya di Indonesia sekaligus penerapannya dalam
kegiatan layanan bimbingan dan konseling.
B.
Hakekat
Bimbingan dan Konseling
1.
Pengertian
Bimbingan dan Konseling
Bimbingan (guidance)
dan konseling (counseling) merupakan
dua istilah yang sering dirangkaikan bagaikan kata majemuk. Hal itu
mengisyaratkan bahwa kegiatan bimbingan kadang-kadang dilanjutkan dengan
kegiatan konseling. Beberapa ahli menyatakan bahwa konseling merupakan inti
atau jantung kegiatan bimbingan. Ada pula yang menyatakan bahwa konseling
merupaka salah satu jenis layanan bimbingan. Dengan demikian, istilah bimbingan
sudah termasuk di dalamnya kegiatan konseling.
Kelompok yang sesuai
dengan pandangan di atas menyatakan bahwa terminologi layanan bimbingan dan
konseling dapat diganti dengan layanan bimbingan saja. Untuk memperjelas
pengertian kedua istilah tersebut, berikut ini dikemukakan pengertian bimbingan
dan pengertian konseling.
Para ahli merumuskan
pengertian bimbingan dan konseling sesuai dengan sudut tinjauan masing-masing.
Dalam merumuskan kedua istilah tersebut, mereka memberikan tekanan pada aspek
tertentu dari kegiatan tersebut. Untuk lebih jelasnya berikut ini dikemukakan
beberapa rumusan tentang istilah bimbingan.
Menurut Jones (1963)
“guidance is the help given by one person
to another in making choice dan adjustments and in solving problems”.
Maksud yang dikandung pengertian tersebut adalah bimbingan merupakan bantuan
yang diberikan oleh seseorang kepada individu lain untuk membuat pilihan dan
penyesuaian diri dalam memecahkan masalahnya.
Schertzer & Stone
(1966) mengartikan “guidance as the
process of helping an individual understand himself and his world”.
Bimbingan ialah proses menolong individu memahami dirinya sendiri dan lingkungannya.
Natawidjaja (1988) mengemukakan bahwa bimbingan adalah proses pemberian bantuan
kepada individu yang dilakukan secara berkesinambungan, supaya individu
tersebut dapat memahami dirinya sehingga ia sanggup mengarahkan diri dan dapat
bertindak wajar sesuai dengan tuntutan dan keadaan keluarga serta masyarakat.
Dengan demikian ia dapat mengecap kebahagiaan hidupnya serta dapat memberikan
sumbangan yang berarti kepada kehidupan masyarakat umumnya. Bimbingan membantu
individu mencapai perkembangan diri secara optimal sebagai makhluk sosial.
Selanjutnya Walgito
(1982) mengemukakan bahwa bimbingan adalah bantuan atau pertolongan yang
diberikan kepada individu atau sekumpulan individu dalam menghindari atau
mengatasi kesulitan-kesulitan di dalam kehidupannya, agar individu atau
sekumpulan individu itu dapat mencapai kesejahteraan hidupnya.
Beberapa pengertian
bimbingan yang dikemukakan oleh para ahli tersebut di atas, dapat dikemukakan
bahwa bimbingan adalah; (a) suatu proses yang berkesinambungan, (b) suatu proses
membantu individu, (c) bantuan yang diberikan itu dimaksudkan agar individu
yang bersangkutan dapat mengarahkan dan mengembangkan dirinya secara optimal
sesuai dengan kemampuan/potensinya, dan (d) kegiatan yang bertujuan utama
memberikan bantuan agar individu dapat memahami keadaan dirinya dann mampu
menyesuaikan dengan lingkungannya.
a.
Pengertian
Konseling
Istilah konseling diartikan sebagai
penyuluhan. Namun istilah penyuluhan dalam kegiatan bimbingan menurut beberapa
ahli kurang tepat. Karena penyuluhan yang dikenal oleh masyarakat umum lebih
terkesan pada pemberian informasi, seperti penyuluhan dalam bidang: pertanian,
perikanan, kesehatan, dan keluarga berencana. (KB). Menurut mereka yang lebih
tepat adalah konseling karena kegiatan konseling ini sifatnya lebih khusus,
tidak sama dengan kegiatan-kegiatan penyuluhan lainnya. Untuk menekankan
kekhususannya itulah maka dipakai istilah bimbingan dan konseling. Pelayanan
konseling menuntut keahlian khusus, sehingga tidak semua orang dapat memberikan
bimbingan mampu memberikan jenis layanan konseling ini. Untuk memperjelas
pengertian konseling, di bawah ini akan dikemukakan beberapa definisi
konseling.
Menurut
James P. Adam (Depdikbud; 1976) konseling adalah suatu pertalian timbale balik
antara dua oran individu di mana yang seorang (konselor) membantu yang lain
(konseli) supaya dia dapat lebih baik memahami dirinya dalam hubungannya dengan
masalah hidup yang dihadapinya pada waktu itu dan pada waktu yang akan dating.
Walgito
(1982) menyatakan bahwa konseling adalah bantuan yang diberikan kepada individu
dalam memecahkan masalah-masalah kehidupannya dalam wawancara, dengan cara-cara
yang sesuai dengan keadaan hidup individu yang dihadapi untuk mencapai
kesejahteraan hidupnya.
Dalam
Ensiklopedia Pendidikan (Winkel; 1991) dikemukakan bahwa konseling adalah suatu
usaha dair pihak pimpinan suatu lembaga pendidikan untuk membantu siswa secara
perseorangan, agar dalam menghadapi masalah yang berhubungan dengan studi dan
kemasyarakatan secara optimal mencapai penyelesaian, yang selanjutnya akan
mengakibatkan tercapainya hasil maksimal pula dari studi dan perkembangan
sosialnya. Konseling dilaksanakan melalui wawancara dan pembicaraan, di mana
siswa dibantu untuk menentukan keputusan-keputusan serta pilihan-pilihannya (dibatasi pada
konseling di sekolah).
Berdasarkan
pada pendapat-pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa kegiatan konseling itu
mempunyai cirri-ciri sebagai berikut:
1) Pada
umumnya dilaksanakan secara individual.
2) Pada
umumnya dilakukan dalam suatu perjumpaan tatap muka.
3) Untuk
pelaksanaan konseling dibutuhkan orang yang ahli.
4) Tujuan
pembicaraan dalam konseling ini diarahkan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi klien.
5) Individu
yang menerima layanan (klien) akhirnya mampu memecahkan masalahnya dengan
kemampuannya sendiri.
b.
Tujuan
Bimbingan
Secara
umum dan luas, bimbingan dilaksanakan dengan tujuan untuk membantu individu
dalam mencapai: (a) kebahgiaan hidup pribadi, (b) kehidupan yang produktif dan
efektif dalam masyarakat, (c) hidup bersama-sama dengan inidvidu-individu lain,
dan (d) harmoni antara cita-cita individu dengan kemampuan yang dimilikinya
(Natawidjaya; 1988).
Suatu
bimbingan dikatakan berhasil, apabila individu yang mendapat bimbingan berhasil
mencapai keempat tujuan itu secara
menyeluruh. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, individu harus mendapat
kesempatan untuk:
1) Mengenal
dan melaksanakan tujuan hidup serta merumuskan rencana hidup yang didasarkan
atas tujuan itu;
2) Mengenal
dan memahami kebutuhannya secara realistis;
3) Mengenal
dan menanggulangi kesulitan-kesulitannya sendiri;
4) Mengenal
dan mengembangkan kemampuannya secara optimal;
5) Menggunakan
kemampuannya untuk kepentingan pribadi dan untuk kepentingan umum dalam
kehidupan bersama;
6) Menyesuaikan
diri dengan keadaan dan tuntutan di dalam lingkungannya;
7) Mengembangkan
segala yang dimilikinya secara tepat dan teratur sesuai dengan tugas
perkembangannya sampai batas optimal (Natawidjaya; 1988).
Tujuan
bimbingan di sekolah dapat dibagi ke dalam beberapa sudut tinjauan, antara
lain:
Ditinjau
dari sudut program, bimbingan bertujuan agar para siswa dapat:
1) Mengembangkan
pengertian dan pemahaman diri tentang kemajuannya di sekolah;
2) Mengembangkan
pengetahuan tentang dunia kerja, kesempatan kerja, serta rasa tanggung jawab
dalam memilih suatu kesempatan kerja;
3) Mengembangkan
kemampuan untuk memilih dan mempertemukan pengetahuan tentang dirinya dengan
informasi tentang kesempatan yang ada secara bertanggung jawab;
4) Mewujudkan
penghargaan terhadap kepentingan dan harga diri orang lain;
5) Memanfaatkan
pelayanan pendidikan di sekolah untuk mencapai kehidupan keluarga yang lebih
harmonis;
6) Mengembangkan
kemampuan untuk menanggulangi masalah-masalah dalam masyarakat dan kehidupan
pada umumnya.
7) Mencapai
penyesuaian diri pada umumnya (Natawidjaya; 1988).
Ditinjau
dari sudut pelayanan, tujuan bimbingan di sekolah sebagai
berikut:
1) Membantu
siswa agar dapat membuat pilihan pendidikan dan jabatan secara bijaksana.
2) Membantu
siswa agar dapat melalui berbagai tahap perkembangan di sekolah dan transisi
dari sekolah ke dunia kerja dengan baik.
3) Membantu
siswa agar memperoleh penyesuaian kepribadian yang lebih baik.
4) Membantu
siswa agar memperoleh penyesuaian diri dengan baik dalam menghadapi
perubahan-perubahan yang terjadi dalam masyarakat (BPP, 1974a).
Ditinjau
dari pihak siswa, tujuan bimbingan ialah agar siswa mampu:
1) Mengatasi
kesulitan dalam memahami dirinya sendiri;
2) Mengatasi
kesulitan dalam memahami lingkungannya yang meliputi lingkungan sekolah,
keluarga, pekerjaan, sosial ekonomi, dan kebudayaan;
3) Mengatasi
kesulitan dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah;
4) Mengatasi
kesulitan dalam menyalurkan kemampuan, minat, dan bakatnya dalam bidang
pendidikan dan pekerjaan;
5) Memperoleh
bantuan secara tepat dari pihak-pihak di luar sekolah untuk mengatasi
kesulitan-kesulitan yang tidak dapat dipecahkan di sekolah (BPP, 1974).
c.
Fungsi
Bimbingan dan Konseling
Pelayanan
bimbingan dan konseling mengembangkan sejumlah fungsi yang hendak dipenuhi
melalui pelaksanaan kegiatan bimbingan dan konseling. Prayitno (1997)
mengemukakan ada empat fungsi bimbingan dan konseling, yaitu fungsi pemahaman,
pencegahan, pengentasan, dan pemeliharaan dan pengembangan. Selanjutnya akan
dikemukakan uraian singkat keempat fungsi bimbingan dan konseling sebagai
berikut.
Fungsi
pemahaman, yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang akan
menghasilkan pemahaman tentang sesuatu oleh pihak-pihak tertentu sesuai dengan
kepentingan pengembangan peserta didik; meliputi pemahaman tentang:
1) Diri
peserta didik (siswa), terutama oleh peserta didik sendiri, orang tua, guru
pada umumnya, dan guru pembimbing.
2) Lingkungan
peserta didik (termasuk di dalamnya lingkungan keluarga dan sekolah), terutam
peserta didik sendiri, orang tua, guru pada umumnya, dan guru pembimbing.
3) Lingkungan
“yang lebih luas” (termasuk di dalamnya informasi pendidikan, informasi
jabatan/pekerjaan, dan informasi social dan budaya/nilai-nilai), terutama oleh
peserta didik.
Fungsi
pencegahan; yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang menjadikan
peserta didik tercegah atau terhindar dari berbagai permasalahan yang mungkin
timbul, yang dapat mengganggu, menghambat ataupun menimbulkan kesulitan dan
kerugian-kerugian tertentu dalam proses pengembangannya.
Fungsi
pengentasan; yaitu fungsi bimbingan dan konseling yang
akan menghasilkan terentaskannya atau teratasinya berbagai permasalahan yang
dialami oleh peserta didik.
Fungsi
pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan
konseling yang akan menghasilkan terpelihara dan terkembangkannya berbagai
potensi dan keadaan positif peserta didik dalam rangka perkembangan dirinya
secara mantap dan berkelanjutan.
Fungsi-fungsi
bimbingan tersebut diwujudkan melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling. Setiap layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
yang dilaksanakan harus secara langsung mengacu kepada satu atau lebih
fungsi-fungsi tersebut agar hasil-hasil yang hendak dicapainya secara jelas
dapat diidentifikasi dan dievaluasi.
Fungsi
bimbingan dan konseling yang lain yakni sebagai berikut (http://aadesanjaya.blogspot.com/2011/01/fungsi-bimbingan-konseling.html) :
- Fungsi Pemahaman,
yaitu fungsi bimbingan dan konseling membantu konselor agar memiliki
pemahaman terhadap dirinya (potensinya) dan lingkungannya (pendidikan,
pekerjaan, dan norma agama). Berdasarkan pemahaman ini, konseling
diharapkan mampu mengembangkan potensi dirinya secara optimal, dan
menyesuaikan dirinya dengan lingkungan secara dinamis dan konstruktif.
- Fungsi Preventif,
yaitu fungsi yang berkaitan dengan upaya konselor untuk senantiasa
mengantisipasi berbagai masalah yang mungkin terjadi dan berupaya untuk
mencegahnya, supaya tidak dialami oleh konseli. Melalui fungsi ini,
konselor memberikan bimbingan kepada konseli tentang cara menghindarkan
diri dari perbuatan atau kegiatan yang membahayakan dirinya. Adapun teknik
yang dapat digunakan adalah pelayanan orientasi, informasi, dan bimbingan
kelompok. Beberapa masalah yang perlu diinformasikan kepada para konseli
dalam rangka mencegah terjadinya tingkah laku yang tidak diharapkan,
diantaranya : bahayanya minuman keras, merokok, penyalahgunaan
obat-obatan, drop out, dan pergaulan bebas (free sex).
- Fungsi
Pengembangan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling
yang sifatnya lebih proaktif dari fungsi-fungsi lainnya. Konselor
senantiasa berupaya untuk menciptakan lingkungan belajar yang kondusif,
yang memfasilitasi perkembangan konseli. Konselor dan personel
Sekolah/Madrasah lainnya secara sinergi sebagai teamwork berkolaborasi
atau bekerjasama merencanakan dan melaksanakan program bimbingan secara
sistematis dan berkesinambungan dalam upaya membantu konseli mencapai
tugas-tugas perkembangannya. Teknik bimbingan yang dapat digunakan disini
adalah pelayanan informasi, tutorial, diskusi kelompok atau curah pendapat
(brain storming), home room, dan karyawisata.
- Fungsi
Penyembuhan, yaitu fungsi bimbingan dan konseling
yang bersifat kuratif. Fungsi ini berkaitan erat dengan upaya pemberian
bantuan kepada konseli yang telah mengalami masalah, baik menyangkut aspek
pribadi, sosial, belajar, maupun karir. Teknik yang dapat digunakan adalah
konseling, dan remedial teaching.
- Fungsi
Penyaluran, yaitu fungsi bimbingan dan konseling
dalam membantu konseli memilih kegiatan ekstrakurikuler, jurusan atau
program studi, dan memantapkan penguasaan karir atau jabatan yang sesuai
dengan minat, bakat, keahlian dan ciri-ciri kepribadian lainnya. Dalam
melaksanakan fungsi ini, konselor perlu bekerja sama dengan pendidik
lainnya di dalam maupun di luar lembaga pendidikan.
- Fungsi Adaptasi,
yaitu fungsi membantu para pelaksana pendidikan, kepala Sekolah/Madrasah
dan staf, konselor, dan guru untuk menyesuaikan program pendidikan
terhadap latar belakang pendidikan, minat, kemampuan, dan kebutuhan
konseli. Dengan menggunakan informasi yang memadai mengenai konseli,
pembimbing/konselor dapat membantu para guru dalam memperlakukan konseli
secara tepat, baik dalam memilih dan menyusun materi Sekolah/Madrasah,
memilih metode dan proses pembelajaran, maupun menyusun bahan pelajaran
sesuai dengan kemampuan dan kecepatan konseli.
- Fungsi
Penyesuaian, yaitu fungsi bimbingan dan konseling
dalam membantu konseli agar dapat menyesuaikan diri dengan diri dan
lingkungannya secara dinamis dan konstruktif.
- Fungsi Perbaikan,
yaitu fungsi bimbingan dan konseling untuk membantu konseli
sehingga dapat memperbaiki kekeliruan dalam berfikir, berperasaan dan
bertindak (berkehendak). Konselor melakukan intervensi (memberikan
perlakuan) terhadap konseli supaya memiliki pola berfikir yang sehat, rasional
dan memiliki perasaan yang tepat sehingga dapat mengantarkan mereka kepada
tindakan atau kehendak yang produktif dan normatif.
- Fungsi
Fasilitasi, memberikan kemudahan kepada konseli
dalam mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, serasi, selaras
dan seimbang seluruh aspek dalam diri konseli.
- Fungsi
Pemeliharaan, yaitu fungsi bimbingan dan
konseling untuk membantu konseli supaya dapat menjaga diri dan
mempertahankan situasi kondusif yang telah tercipta dalam dirinya. Fungsi
ini memfasilitasi konseli agar terhindar dari kondisi-kondisi yang akan
menyebabkan penurunan produktivitas diri. Pelaksanaan fungsi ini
diwujudkan melalui program-program yang menarik, rekreatif dan fakultatif
(pilihan) sesuai dengan minat konseli
2.
Prinsip,
Asas, Orientasi, dan Ruang Lingkup Bimbingan dan Konseling
a. Prinsip-prinsip Bimbingan dan Konseling
Dalam
layanan bimbingan dan konseling perlu diperhatikan sejumlah prinsip, yaitu:
1) Prinsip-prinsip
berkenaan dengan sasaran layanan, bimbingan dan konseling:
a) Melayani
semua individu tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku, agama, ras, dan
status sosial ekonomi;
b) Berkaitan/berhubungan
dengan pribadi dan tingkah laku individu yang unik dan dinamis;
c) Memperhatikan
sepenuhnya tahap dan berbagai aspek perkembangan individu;
d) Memberikan
perhatian utama kepada perbedaan individual yang menjadi orientasi pokok
pelayanannya.
2) Prinsip-prinsip
berkenaan dengan permasalahan individu, bimbingan dan konseling berkaitan
dengan hal-hal yang menyangkut:
a) Pengaruh
kondisi mental/fisik individu terhadap penyesuaian diri di rumah, di sekolah
serta kaitannya dengan kontak social dan pekerjaan, dan sebaliknya pengaruh
lingkungan terhadap kondisi mental dan fisik individu;
b) Kesenjangan
social, ekonomi, dan kebudayaan yang dapat merupakan faktor timbulnya
permasalahan pada individu.
3) Prinsip-prinsip
berkenaan dengan program layanan, bimbingan dan konseling merupakan:
a) Bagian
integral dari upaya pendidikan dan pengembangan individu; oleh karena itu
program bimbingan dan konseling harus diselaraskan dan dipadukan dengan program
pendidikan serta pengembangan peserta didik;
b) Program
yang harus fleksibel, disesuaikan dengan kebutuhan individu, masyarakat, dan
kondisi lembaga.
c) Program
yang disusun secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan yang terendah sampai
tertinggi;
d) Program
yang perlu dan harus diadakan penilaian yang teratur dan terarah terhadap isi
dan pelaksanaannya.
4) Prinsip-prinsip
berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling:
a) Diarahkan
untuk pengembangan individu yang akhirnya mampu membimbing diri sendiri dalam
menghadapi permasalahannya;
b) Dalam
proses bimbingan dan konseling keputusan yang diambil dan akan dilakukan oleh
individu hendaknya atas kemauan individu itu sendiri, bukan karena kemauan atau
desakan dari pembimbing atau pihak lain;
c) Permasalahan
individu harus ditangani oleh tenaga ahli dalam bidang yang relevan dengan
permasalahan yang dihadapi;
d) Kerja
sama antara guru pembimbing, guru mata pelajaran, staf sekolah lainnya, dan
orang tua amat menentukan layanan bimbingan;
e) Pengembangan
program layanan bimbingan dan konseling ditempuh melalui pemanfaatan yang
maksimal dari hasil pengukuran dan penilaian terhadap individu yang terlibat
dalam proses layanan dan program bimbingan dan konseling itu sendiri.
b.
Asas-asas
Bimbingan dan Konseling
Penyelengaraan
layanan bimbingan dan konseling disamping dimuati oleh fungsi dan didasarkan
pada prinsip-prinsip bimbingan, juga dituntut untuk memenuhi asas-asas
bimbingan. Pemenuhan atas asas-asas BK dapat memperlancar pelaksanaan dan lebih
menjamin keberhasilan atau kegiatan/layanannya. Asas-asas tersebut adalah:
1) Asas kerahasiaan,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menuntut dirahasiakannya data dan
keterangan tentang peserta didik (klien) yang menjadi sasaran layanan. Data
tersebut berupa keterangan yang sifatnya sangat pribadi, tidak boleh dan tidak
layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban
penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga
kerahasiaannya benar-benar terjamin.
2) Asas kesukarelaan,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki adanya kesukaan dan
kerelaan peserta didik (klien) untuk mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang
diperuntukkan baginya. Guru pembimbing berkewajiban membina dan mengembangkan
komunikasi antarpribadi sehingga klien dapat secara sukarela mendatangi guru
pembimbing.
3) Asas keterbukaan,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar peserta didik (klien)
yang menjadi sasaran layanan/kegiatan bersikap terbuka dan tidak berpura-pura,
baik di dalam memberikan keterangan tentang dirinya sendiri maupun dalam
menerima berbagai informasi dan materi dari luar yang berguna bagi pengembangan
dirinya. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban mengembangkan keterbukaan
peserta didik (klien). Keterbukaan ini amat terkait pada terselenggaranya asas
kerahasiaan dan adanya kesukarelaan pada diri peserta didik yang menjadi
sasaran layanan/kegiatan. Agar peserta didik dapat terbuka, guru pembimbing
terlebih dahulu harus bersifat terbuka dan tidak berpura-pura.
4) Asas kegiatan,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki peserta didik (klien) yang
menjadi sasaran layanan berpartisipasi secara aktif dalam penyelenggaraan
layanan/kegiatan bimbingan. Dalam hal ini guru pembimbing perlu mendorong
peserta didik untuk aktif dalam setiap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling
yang diperuntukkan baginya.
5) Asas kemandirian,
yaitu asas bimbingan dan konseling menunjukkan pada tujuan umum bimbingan dan
konseling, yaitu: peserta didik (klien) sebagai sasaran layanan bimbingan dan
konseling diharapkan menjadi individu yang mandiri dengan cirri-ciri kemampuan:
(1) mengenal dan menerima diri sendiri dan lingkungannya, (2) mengambil
keputusan, (3) mengarahkan serta mewujudkan diri sendiri sebagaimana telah
diutarakan terlebih dahulu. Dalam hal ini guru pembimbing hendaknya mampu
mengarahkan segenap layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakannya
bagi berkembangnya kemandirian peserta didik.
6) Asas kekinian,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar obyek sasaran layanan
bimbingan dan konseling itu berkaitan dengan permasalahan peserta didik (klien)
dalam kondisinya sekarang. Layanan yang berkenaan dengan “masa depan atau
kondisi masa lampaupun” dilhat dampak dan atau kaitannya dengan kondisi yang
ada dan apa yang dapat diperbuat sekarang.
7) Asas kedinamisan,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar isi layanan terhadap
sasaran layanan (klien) yang sama hendaknya selalu bergerak maju, tidak
monoton, dan terus berkembang serta berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan
tahap perkembangannya dari waktu ke waktu.
8) Asas keterpaduan,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar berbagai layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling, baik yang dilakukan oleh guru pembimbing
maupun pihak lain, saling menunjang, harmonis, dan terintegrasikan/terpadukan.
Dalam hal ini kerja sama antara guru pembimbing dan pihak-pihak yang berperanan
dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus
dikembangkan. Koordinasi segenap layanan/kegiatan bimbingan dan konseling itu
harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
9) Asas kenormatifan,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar segenap layanan dan
kegiatan bimbingan dan konseling didasarkan pada norma dan tidak boleh
bertentangan dengan nilai dan norma-norma yang ada, yaitu norma-norma agama,
hukum dan peraturan, adat istiadat, ilmu pengetahuan, dan kebiasaan yang
belaku.
10) Asas keahlian,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar layanan dan kegiatan
bimbingan dan konseling diselenggarakan atas dasar kaidah-kaidah professional.
Dalam hal ini, para pelaksana layanan dan kegiatan bimbingan dan konseling
hendaklah tenaga yang benar-benar ahli dalam bidang bimbingan dan konseling.
11) Asas ahli tangan,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pihak-pihak yang tidak
mampu menyelenggarakan layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas
atas suatu permasalahan peserta didik (klien) mengalihtangankan permasalahan
itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan
kasus dari orang tua, guru-guru lain atau ahli lain; dan demikian pula guru
pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan
ahli-ahli lain.
12) Asas tut wuri handayani,
yaitu asas bimbingan dan konseling yang menghendaki agar pelayanan bimbingan
dan konseling secara keseluruan dapat menciptakan suasana yang mengayomi
(memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan, memberikan rangsangan dan
dorongan serta kesempatan yang seluas-luasnya kepada peserta didik (klien)
untuk maju.
c.
Orientasi
Bimbingan dan Konseling
Layanan bimbingan dan
konseling memiliki orientasi tertentu. Sikap dasar pekerjaan bimbingan adalah
individual, artinya melayani klien (siswa/peserta didik) secara individual.
Dalam kurikulum1975
tentang pedoman bimbingan dan penyuluhan Buku III C (1976) dinyatakan bahwa
Bimbingan di SMA merupakan bantuan khusus yang diberikan kepada siswa SMA
dengan memperhatikan kemungkinan-kemungkinan dan kenyataan tentang adanya
kesulitan yang dihadapi dalam rangka perkembangannya yang optimal, sehingga
mereka dapat memahami diri, mengarahkan diri, dan bertindak serta bersikap
sesuai dengan tuntutan dan keadaan lingkungan sekolah, keluarga, dan
masyarakat.
Pengertian di atas
menekankan bahwa layanan bimbingan hendaknya berfokus pada perkembangan
individu. Prayitno (1997) menyatakan bahwa layanan bimbingan dan konseling
harus berorientasi pada masalah yang dihadapi oleh klien pada saat ia
berkonsentrasi. Hal ini berarti bahwa layanan bimbingan dan konseling harus
berorientasi pada masalah yang dihadapi oleh klien saat ini (lihat asas
kekinian)
Berdasarkan
pendapat-pendapat tersebut disimpulkan bahwa layanan bimbingan dan konseling
hendaknya menekankan pada: (1) orientasi individual, (2) orientasi perkembangan
siswa dan (3) orientasi permasalahan yang dihadapi siswa.
1) Orientasi individual
Pada
hakikatnya setiap individu itu mempunyai perbedaan satu sama lain. Perbedaan
itu dapat bersumber dari latar belakang pengalaman, pendidikan, sifat-sifat
kepribadian yang dimiliki dan sebagainya. Perbedaan latar belakang kehidupan
individu ini dapat mempengaruhinya dalam cara berpikir, cara berperasaan dan
cara menganalisis masalah. Dalam layanan bimbingan dan konseling hal ini harus
menjadi perhatian besar oleh guru pembimbing.
2) Orientasi perkembangan
Setiap
tahapan perkembangan individu hendaknya mampu mewujudkan tugas-tugas
perkembangan itu. Setiap tahap atau periode perkembangan mempunyai tugas-tugas
perkembangan sendiri-sendiri yang sudah harus dicapai pada akhir tahap masa
perkembangannya. Pencapaian tugas perkembangan di suatu tahapan perkembangan
akan mempengaruhi perkembangan berikutnya. Pencapaian tugas perkembangan pada
masa kanak-kanak merupakan faktor yang sangat penting bagi mereka agar berhasil
pada tahap selanjutnya (masa remaja), begitu pula pencapaian tugas perkembangan
pada masa remaja akan mewarnai keberhasilan dalam melaksanakan tugas
perkembangan masa dewasa dan seterusnya.
Tugas-tugas
perkembangan masa remaja menurut Havighurst (Hurlock, 1980) antara lain:
a)
Mampu mengadakan hubungan-hubungan baru dan
lebih matang dengan teman sebaya baik laki-laki maupun perempuan.
b)
Dapat berperan sosial yang sesuai, baik
perannya sebagai laki-laki maupun sebagai perempuan.
c)
Menerima keadaan fisik serta dapat memanfaatkan
kondisi fisiknya dengan baik.
d)
Mampu menerima tanggung jawab sosial dan
bertingkah laku sesuai dengan tanggung jawab sosial.
e)
Tidak tergantung secara emosional pada orang
tua atau orang dewasa lainnya.
f)
Menyiapkan diri terhadap karir dan ekonomi.
g)
Menyiapkan diri terhadap perkawinan dan
kehidupan berkeluarga.
h)
Memperoleh nilai-nilai sistem etis sebagai
pedoman dalam bertingkah laku serta dapat mengembangkan suatu ideologi.
Tugas-tugas
perkembangan masa remaja menuntut adanya perubahan sikap dan pola tingkah laku
yang berbeda dengan sikap dan pola tingkah laku pada masa anak-anak. Pencapaian
atau perwujudan tugas-tugas perkembangan setiap tahap atau periode merupakan
salah satu tolak ukur dalam mendeteksi masalah yang dihadapi klien.
Penyimpangan tingkah laku dan pola pikir klien dan pencapaian tugas-tugas
perkembangannya.
3)
Orientasi
masalah
Layanan
bimbingan dan konseling harus bertolak dari masalah yang sedang dihadapi oleh
klien. Guru pembimbing hendaknya tidak terperangkap dalam masalah lain yang tidak
dikeluhkan klien. Artinya, pembahasan masalah difokuskan pada masalah saat ini
(saat berkonsultasi) dirasakan oleh klien. Kadang-kadang konselor terperangkap
dalam hal-hal lain yang sebenarnya tidak dirasakan sebagai masalah oleh klien
yang bersangkutan. Akibatnya masalah yang seharusnya justru tidak teratasi atau
bahkan timbul masalah baru. Konselor dapat saja membahas hal-hal lain asal
masih ada kaitannya dengan masalah yang dihadapi klien.
Apabila
klien menyampaikan informasi atau berbicara tentang masalah yang tidak ada
kaitannya dengan kesulitan yang sedang dikonsultasikan, maka konselor harus
membawanya kembali kepada masalah yang sedang dihadapi. Jangan sampai konselor
hanyut dalam pembicaraan klien yang menyimpang dari tujuan pemecahan masalah. Oleh
karena itu konselor harus arif dan bijaksana menanggapi pembicaraan klien.
Konselor harus selalu sadar akan arah sasaran yang akan dituju untuk memecahkan
masalah klien.
d.
Ruang
Lingkup Layanan Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan
dan konseling memiliki peranan penting, baik bagi individu yang berada dalam
lingkungan sekolah, rumah tangga (keluarga) maupun masyarakat pada umumnya.
Uraian di bawah ini membicarakan peranan bimbingan dan konseling dibatasi pada
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah.
Sekolah merupakan
lembaga formal yang khusus dibentuk untuk menyelenggarakan pendidikan bagi
warga masyarakat. Dalam kelembagaan sekolah terdapat sejumlah bidang kegiatan
dan bidang pelayanan bimbingan dan konseling mempunyai kedudukan dan peranan
yang khusus.
1)
Keterkaitan
antara bidang pelayanan bimbingan konseling dan bidang-bidang lainnya
Proses
pendidikan, khususnya di sekolah, menurut Mortensen dan Schmuller (1976) memuat
adanya bidang-bidang tugas atau pelayanan yang saling terkait itu.
Bidang-bidang tersebut hendaknya secara lengkap ada apabila diinginkan agar
pendidikan di sekolah dapat berjalan dengan sebaik-baiknya untuk memenuhi
secara optimal kebutuhan peserta didik dalam proses perkembangannya.
Terdapat
tiga bidang pelayanan pendidikan, yaitu bidang kurikulum dan pengajaran, bidang
administrasi dan kepemimpinan, dan bidang kesiswaan. Masing-masing bidang itu
mempunyai tugas sendiri-sendiri, yaitu:
a)
Bidang kurikulum dan pengajaran, meliputi
semua bentuk pengembangan kurikulum dan pelaksanaan pengajaran, penyampaian dan
pengembangan pengetahuan, keterampilan, sikap, dan kemampuan berkomunikasi
siswa/peserta didik.
b)
Bidang administrasi dan kepemimpinan,
meliputi berbagai fungsi yang berkenaan dengan tanggung jawab dan pengambilan
kebijaksanaan, serta bentuk-bentuk kegiatan dan pengelolaan administrasi
sekolah, seperti perencanaan, pembiayaan, pengadaan, dan pengembangan staf,
prasarana dan sarana fisik, dan pengawasan.
c)
Bidang kesiswaan, meliputi berbagai fungsi
dan kegiatan yang mengacu kepada pelayanan siswa secara individual agar
masing-masing siswa itu dapat berkembang sesuai dengan bakat, potensi, dan
minat-minatnya, serta tahap-tahap perkembangannya. Bidang ini dikenal sebagai
bidang pelayanan bimbingan dan konseling.
Meskipun ketiga
bidang tersebut tampaknya terpisah antara satu dan yang lain, namun semuanya
memiliki arah yang sama, yaitu memberikan kemudahan bagi pencapaian
perkembangan yang optimal peserta didik. Antara bidang yang satu dengan bidang
yang lain saling mengisi. Pelayanan bimbingan dan konseling dapat memberikan
sumbangan yang berarti terhadap pengajaran. Misalnya, proses belajar-mengajar
dapat berjalan dengan efektif apabila siswa terbebas dari masalah yang
mengganggu proses belajarnya. Pembebasan masalah siswa itu dilakukan melalui
pelayanan bimbingan dan konseling. Selanjutnya, materi layanan bimbingan dan
konseling dapat dimanfaatkan oleh guru untuk penyesuaian pengajaran dengan
individualitas siswa. Demikian juga terhadap administrasi dan supervisi,
bimbingan dan konseling dapat memberikan sumbangan yang berarti. Misalnya,
dalam kaitannya dengan penyusunan kurikulum, pengembangan program-program
belajar, pengambilan kebijakan yang tepat dalam rangka penciptaan iklim sekolah
yang benar-benar menunjang bagi pemenuhan kebutuhan dan perkembangan siswa.
Bidang pengajaran dan
administrasi dapat memberikan sumbangan yang besar bagi suksesnya bidang
bimbingan dan konseling. Bidang kurikulum dan pengajaran merupakan lahan yang
sangat efektif bagi terlaksananya di dalam praktik materi-materi layanan
bimbingan dan konseling. Pelaksanaan pengajaran yang mantap, baik dalam isi maupun
suasananya, akan memberikan sumbangan besar bagi pencegahan timbulnya masalah
siswa, dan juga merupakan wahana bagi pengetahuan tentang masalah-masalah
siswa. Pengajaran perbaikan dan pemberian materi layanan bimbingan yang
diselenggarakan melalui kegiatan pengajaran.
Bidang pengelolaan
dan administrasi dapat memberikan sumbangan besar bagi pelayanan bimbingan dan
konseling melalui berbagai kebijaksanaan dan pengaturan yang menghasilkan
kondisi yang memungkinkan berjalannya layanan itu secara optimal, sehingga
segenap fungsi-fungsi dan jenis layanan serta kegiatan bimbingan dan konseling
dapat terlaksana dengan lancar dan mencapai sasaran.
Dalam bidang
bimbingan dan konseling diwujudkan segenap fungsi-fungsi bimbingan dan
konseling melalui berbagai layanan dan kegiatan. Guru pembimbing/konselor
dengan kemampuan profesional mengisi bidang tersebut sepenuhnya dengan bekerja
sama dengan berbagai pihak yang dapat menunjang pencapaian tujuan pelayanan
bimbingan dan konseling.
2)
Tanggung
jawab guru pembimbing/konselor
Tenaga inti dalam
bidang pelayanan bimbingan dan konseling adalah guru pembimbing. Guru
pembimbing inilah yang mengendalikan dan melaksanakan berbagai kegiatan/layanan
bimbingan dan konseling yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam pelaksanaan tugas-tugas
dan tanggung jawabnya itu, guru pembimbing menjadi “pelayan” bagi pencapaian
pendidikan secara menyeluruh khususnya bagi terpenuhinya kebutuhan dan
tercapainya tujuan-tujuan perkembngan masing-masing siswa. Dalam kaitannya
dengan tujuan yang lebih luas, guru pembimbing tidak hanya berhubungan dengan
siswa-siswa saja (sebagai sasaran utama layanan), melainkan juga berbagai pihak
yang dapat secara bersama-sama menunjang pencapaian tujuan itu, seperti sejawat
(sesama guru pembimbing, guru mata pelajaran, dan personil sekolah lainnya),
orang tua siswa dan masyarakat pada umumnya.
a) Tanggung
jawab kepada siswa, yaitu guru pembimbing:
(1) Memiliki
kewajiban dan kesetiaan utama dan terutama kepada siswa yang harus diperlakukan
sebagai individu yang unik;
(2) Memperhatikan
berbagai kebutuhan siswa (menyangkut pendidikan, jabatan/pekerjaan, pribadi,
dan sosial), mendorong pertumbuhan dan perkembangan yang optimal bagi setiap
siswa;
(3) Menyampaikan
kepada siswa tentang tujuan dan teknik layanan bimbinga dan konseling, serta
aturan ataupun prosedur yang harus dilalui apabil siswa menghendaki bantuan
bimbingan dan konseling;
(4) Menjaga
kerahasiaan data siswa;
(5) Menyampaikan
kepada pihak yang berwenang apabila ada petunjuk yang kuat mengenai sesuatu
yang berbahaya akan terjadi;
(6) Menyelenggarakan
pengungkapan data secara tepat dan menyampaikan kepada siswa tentang hasil
kegiatan itu dengan cara sederhana dan mudah dimengerti;
(7) Menyelenggarakan
layanan bimbingan dan konseling secara tepat dan professional;
(8) Tidak
memaksa kehendak terhadap nilai-nilai yang dianggap baik oleh guru pembimbing;
(9) Melakukan
referral (alih tangan) kasus secara tepat.
b) Tanggung
jawab kepada orang tua siswa, yaitu guru pembimbing:
(1) Menghormati
hak dan tanggung jawab orang tua terhadap anaknya dan berusaha membangun
hubungan erat dengan orang tua guna perkembangan pencapaian perkembangan
optimal siswa;
(2) Menyampaikan
kepada orang tua siswa mengenai peranan guru pembimbing dan asas
kerahasiaannya;
(3) Menyediakan
berbagai informasi yang berguna kepada orang tua siswa dengan cara yang baiknya
untuk kepentingan perkembangan siswa;
(4) Memperlakukan
informasi yang diterima dari orang tua siswa dengan menerapkan asas
kerahasiaaan dan dengan cara yang baiknya;
(5) Menyampaikan
informasi (tentang siswa dan orang tuanya) hanya kepada pihak-pihak yang berhak
mengetahui informasi tersebut tanpa merugikan siswa dan orang tuanya
c) Tanggung
jawab kepada teman sejawat, yaitu guru pembimbing;
(1) Memperlakukan
teman dengan penuh kehormatan, keadilan, keobjektifan, dan kesetia-kawanannya;
(2) Mengembangkan
hubungan kerja sama dengan teman sejawat dan staf administrasi guna terbinanya
pelayanan bimbingan dan konseling dengan maksimum;
(3) Membangun
kesadaran tentang perlunya asas kerahasiaan, perbedaan anatara data umum dan
pribadi serta pentingnya konsultasi sejawat;
(4) Menyediakan
informasi yang tepat, objektif, luas, dan berguna bagi sejawat untuk membantu
menangani masalah siswa; dan
(5) Membantu
proses alih tangan kasus.
d) Tanggung
jawab kepada profesi, guru pembimbing;
(1) Bertindak
sedemikian sebagai konselor/guru pembimbing dan profesi;
(2) Melakukan
penelitian dan melaporkan penemuannya sehingga memperkaya khasanah dunia
bimbingan dan konseling;
(3) Berpartisipasi
secara aktif dalam kegiatan organisasi professional bimbingan dan konseling
baik di tempatnya sendiri, di daerah, maupun dalam lingkungan nasional;
(4) Menjalankan
dan mempertahankan standar profesi bimbingan dan konseling serta kebijaksanaan
yang berlaku berkenaan dengan pelayanan bimbingan dan konseling;
(5) Membedakan
dengan jelas antara pernyataan yang bersifat pribadi dan pernyataan yang
menyangkut profesi bimbingan serta memperhatikan dengan sungguh-sungguh
implikasi-nya terhadap pelayanan bimbingan dan konseling.
3)
Bidang,
Jenis Layanan, Kegiatan Pendukung Bimbingan dan Konseling
Berbagai jenis
layanan dan kegiatan pendukung perlu dilakukan sebagai wujud nyata
penyelenggaraan layanan bimbingan dan konseling terhadap sasaran layanan, yaitu
siswa (klien) sebagai peserta didik. Ada sejumlah layanan dan kegiatan
pendukung dalam bimbingan dan konseling di sekolah.
a)
Bidang-bidang
bimbingan dan konseling
Pelayanan
bimbingan dan konseling di sekolah, meliputi empat bidang yaitu bidang
bimbingan: (1) pribadi, (2) sosial, (3) belajar, dan (4) karier (Prayitno,
1999). Berikut ini akan dikemukakan penjelasan dari masing-masing bidang
tersebut secara singkat.
(1)
Bimbingan
Pribadi, pelayanan bimbingan pribadi membantu siswa menemukan
dan mengembangkan pribadi yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
mantap dan mandiri, serta sehat jasmani dan rohani. Bidang ini dapat dirinci
menjadi pokok-pokok berikut:
(a) Pemantapan
sikap dan kebiasaan serta mengembangkan wawasan dalam beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa;
(b) Pemantapan
pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatan-kegiatan
yang produktif, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun untuk penerapannya di
masa depan;
(c) Pemantapan
pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta penyaluran dan pengembangannya
pada/melalui kegiatan-kegiatan yang kreatif dan produktif;
(d) Pemantapan
pemahaman tentang kelemahan diri dan upaya-upaya penanggulangannya;
(e) Pemantapan
kemampuan mengambil keputusan;
(f) Pemantapan
kemampuan dalam mengarahkan sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya;
(g) Pemantapan
perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat secara fisik dan psikis.
(2)
Bimbingan
Sosial, layanan bimbingan dan konseling mengenal dan berhubungan
dengan lingkungan sosialnya yang dilandasi budi pekerti luhur, tanggung jawab
kemasyarakatan dan kenegaraan. Bidang ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok
berikut.
(a) Pemantapan
kemampuan berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan secara efektif;
(b) Pemantapan
kemampuan menerima dan menyampaikan pendapat serta berargumentasi secara
dinamis, kreatif dan produktif;
(c) Pemantapan
kemampuan bertingkah laku dan berhubungan sosial, baik di rumah, di sekolah, di
masyarakat luas dengan menjunjung tinggi tata krama, sopan santun, serta
nilai-nilai agama, adat istiadat, hukum, ilmu, dan kebiasaan yang berlaku;
(d) Pemantapan
hubungan yang dinamis, harmonis, dan produktif dengan teman sebaya, baik di
sekolah yang sama, di sekolah yang lain, di luar sekolah sekolah maupun di
masyarakat pada umumnya;
(e) Pemantapan
pemahaman kondisi dan peraturan sekolah serta upaya pelaksanaannya secara
dinamis dan bertanggung jawab; dan
(f) Orientasi
tentang hidup berkeluarga.
(3)
Bimbingan
belajar, pelayanan bimbingan dan konseling membantu siswa
mengembangkan diri, sikap, dan kebiasaan belajar yang baik untuk menguasai
pengetahuan dan ketermpilan, dan menyiapkannya melanjutkan pendidikan pada
tingkat yang lebih tinggi. Bidang ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok
berikut:
(a) Pemantapan
sikap dan kebiasaan belajar yang efektif dan efisien serta produktif, baik
dalam mencari informasi dari berbagai sumber belajar, bersikap baik terhadap
guru dan narasumber lainnya, mengembangkan keterampilan blajar, mengerjakan
tugas-tugas pelajaran, dan menjalani program penilaian hasil belajar;
(b) Pemantapan
disiplin belajar dan berlatih, baik
secara mandiri maupun berkelompok;
(c) Pemantapan
penguasaan materi program belajar di sekolah sesuai dengan perkembangan ilmu,
teknologi, dan kesenian; dan
(d) Pemantapan
pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial, dan budaya yang ada di
sekolah, lingkungan sekitar masyarakat untuk pengembangan pengetahuan dan
kemampuan, serta pengembangan pribadi.
(4)
Bimbingan karier,
pelayanan bimbingan dan konseling membantu siswa merencanakan dan mengembangkan
masa depan kariernya. Bidang ini dapat dirinci menjadi pokok-pokok berikut:
(a) Pemantapan
pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karier yang hendak dikembangkan;
(b) Pemantapan
orientasi dan informasi karier pada umumnya, khususnya karier yang hendak
dikembangkan;
(c) Orientasi
dan informasi terhadap dunia kerja dan upaya memperoleh penghasilan untuk
memenuhi kebutuhan hidup; dan
(d) Orientasi
dan informasi terhadap pendidikan yang lebih tinggi, khususnya sesuai dengan
karier yang hendak dikembangkan;
b)
Jenis-jenis
layanan bimbingan dan konseling
Suatu
kegiatan bimbingan dan konseling disebut layanan apabila kegiatan tersebut
dilakukan melalui kontak langsung dengan sasaran (klien), dan secara langsung
berkaitan dengan permasalahan atau kepentingan tertentu yang dirasakan oleh
sasaran layanan. Berikut dikemukakan layanan-layanan bimbingan konseling.
(1)
Layanan orientasi, yaitu layanan
bimbingan dan konseling yang memungkinkan siswa (klien) memahami lingkungan
(sekolah) yang baru dimasukinya, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya
siswa di lingkungan yang baru tersebut.
(2)
Layanan
informasi, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang memungkinkan
siswa (klien) menerima dan memahami berbagai informasi (seperti informasi
pendidikan dan jabatan) yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan
pengambilan keputusan untuk kepentingan siswa.
(3)
Layanan
penempatan dan penyaluran, yaitu layanan bimbingan dan konseling
yang memungkinkan siswa (klien) memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat
(misalnya penempatan/penyaluran di dalam kelas, kelompok belajar,
jurusan/program studi. Program latihan, magang, kegiatan ko/ekstra kurikuler)
sesuai dengan potensi, bakat, dan minat serta kondisi pribadinya.
(4)
Layanan
pembelajaran, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang
memungkingkan siswa (klien) mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan
kebiasaan belajar yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan
kesulitan belajarnya, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya.
(5)
Layanan
konseling perseorang, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan siswa (klien) yang memungkinkan siswa mendapatkan layanan langsung
tatap muka (secara perseorangan) dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan
dan pengentasan permasalahan pribadi yang dialaminya.
(6)
Layanan
bimbingan kelompok, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan siswa (klien) secara bersama-sama melalui dinamika kelompok
memperoleh berbagai bahan dari narasumber tertentu (terutama dari guru
pembimbing), dan/atau membahas secara bersama-sama pokok bahasan tertentu yang
berguna untuk perkembangan dirinya sebagai individu dan pelajar, serta untuk
pertimbangan dalam pengambilan keputusan dan/atau tindakan tertentu.
(7)
Layanan
konseling kelompok, yaitu layanan bimbingan dan konseling yang
memungkinkan siswa (klien) memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan
pengentasan permasalahan yang dialaminya melalui dinamika kelompok; masalah
yang dibahas adalah masalah pribadi yang dialami langsung oleh masing-masing
anggota kelompok.
Dari ketujuh jenis
layanan tersebut di atas dapat saling terkait dan menunjang yang satu terhadap
yang lain, sesuai dengan asas keterpaduan dalam bimbingan dan konseling.
c)
Kegiatan
pendukung bimbingan dan konseling
Di
samping kegiatan layanan tersebut di atas, dalam bimbingan dan konseling dapat
dilakukan sejumlah kegiatan lain, yang disebut kegiatan pendukung.
Kegiatan pendukung pada umumnya tidak ditujukan secara langsung untuk memecahkan
atau mengentaskan masalah siswa (klien), melainkan untuk memungkinkan
diperolehnya data dan keterangan lain, serta kemudahan-kemudahan atau komitmen
yang akan membantu kelancaran dan keberhasilan kegiatan terhadap siswa.
Kegiatan pendukung ini pada umumnya dilaksanakan tanpa kontak langsung dengan
sasaran layanan. Sejumlah kegiatan pendukung yang utama di sekolah, sebagai
berikut.
(1)
Aplikasi
instrumentasi bimbingan dan konseling, yaitu kegiatan pendukung
bimbingan dan konseling untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang siswa
(klien), keterangan tentang linkungan siswa dan “lingkungan lebih luas”.
Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen baik tes maupun
non-tes.
(2)
Penyelenggaraan
himpunan data, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan
konseling untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan
keperluan pengembangan siswa. Himpunan data perlu dilaksanakan secara
berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu, dan sifatnya tertutup.
(3)
Konferensi
kasus, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk
membahas permasalahan yang dialami oleh siswa dalam suatu forum pertemuan yang
dihadiri oleh berbagai pihak yang diharapkan dapat memberikan bantuan,
keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan siswa
tersebut. Pertemuan dalam rangka konferensi kasus bersifat terbatas dan
tertutup.
(4)
Kunjungan
rumah, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan konseling untuk
memperoleh data, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya
permasalahan siswa melalui kunjungan rumahnya. Kegiatan ini memerlukan kerja
sama yang baik dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.
(5)
Alih
tangan kasus, yaitu kegiatan pendukung bimbingan dan
konseling untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah
yang dialami siswa dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak ke pihak
lainnya. Kegiatan ini memerlukan kerja sama yang erat dan mantap antara
berbagai pihak yang dapat memberikan bantuan atas penanganan masalah tersebut
(terutama kerja sama dari ahli lain tempat kasus itu dialihtangankan).
Kegiatan
layanan dan pendukung bimbingan dan konseling tersebut kesemuanya saling
terkait dan saling menunjang baik langsung maupun tidak langsung. Saling
keterkaitan dan menunjang antara layanan dan kegiatan pendukung itu menyangkut
pula fungsi-fungsi yang diemban oleh masing-masing layanan/kegiatan pendukung.
Dalam
kaitan dengan pekerjaan guru pembimbing di sekolah, guru pembimbing wajib
menyelenggarakan bidang-bidang dan jenis-jenis layanan bimbingan dan konseling
tersebut dengan penyesuaian sepenuhnya terhadap karakteristik siswa (klien)
yang dilayani. Penyelenggaraan bidang dan jenis-jenis layanan itu dibantu oleh
kegiatan pendukung. Dalam hal ini, perlu diingat bahwa kegiatan pendukung tidak
boleh mengganggu atau mengurangi frekuensi dan intensitas pelaksanaan
jenis-jenis layanan yang sifatnya lebih utama. Penyelenggaraan empat bidang
bimbingan dan konseling, tujuh layanan dan lima kegiatan pendukung, dilengkapi
dengan satu pemahaman utuh tentang bimbingan dan konseling, itulah yang dikenal
dengan istilah populernya “Pola Tujuh Belas”.
3.
Kode
Etik Bimbingan dan Konseling
Kode
etik suatu profesi adalah norma-norma yang harus diindahkan oleh setiap anggota
profesi di dalam melaksanakan tugas profesinya dan dalam hidupnya di
masyarakat. Norma-norma tersebut berisi petunjuk-petunjuk bagi para anggota
profesi tentang tata cara melaksanakan profesinya. Untuk menyatukan pandangan
tentang kode etik jabatan, berikut ini dikemukakan suatu rumusan Winkel
(Soetjipto, 1994) yaitu “ kode etik jabatan ialah pola ketentuan/aturan/tata
cara yang menjadi pedoman dalam menjalankan tugas dan aktivitas suatu profesi”.
Sehubungan
dengan itu, pendapat Bimo Walgito (Sutjipto, 1994) tentang butir-butir rumusan
kode etik bimbingan dan konseling sebagai berikut:
a.
Membimbing atau pejabat lain yang memegang
jabatan dalam bidang bimbingan dan penyuluhan harus memegang teguh
prinsip-prinsip bimbingan dan konseling.
b.
Pembimbing harus berusaha semaksimal mungkin
untuk dapat mencapai hasil yang sebaik-baiknya, dengan membatasi diri pada
kehliannya atau wewenangnya. Karena itu pembimbing jangan sampai mencampuri
wewenang serta tanggung jawabnya.
c.
Oleh karena itu pekerjaan pembimbing langsung
dengan kehidupan pribadi orang seperti telah dikemukakan di atas maka seorang
pembimbing harus:
1) Dapat
memegang atau menyimpan rahasia klien dengan sebaik-baiknya;
2) Menunjukkan
sikap hormat kepada klien;
3) Menunjukkan
penghargaan yang sama kepada bermacam-macam klien pembimbing harus
memperlakukan klien sama derajad;
4) Membimbing
tidak diperkenankan:
a) Menggunakan
tenaga-tenaga pembantu yang tidak ahli atau tidak lemah;
b) Menggunakan
alat-alat yang kurang dapat dipertanggungjawabkan;
c) Mengambil
tindakan-tindakan yang mungkin menimbulkan hal-hal yang tidak baik bagi klien;
d) Mengalihkan
klien kepada konselor lain, tanpa persetujuan konselor tersebut.
5) Meminta
bantuan ahli dalam bidang lain di luar kemampuannya atau di luar keahliannya
ataupun di luar keahlian stafnya yang diperlukan; dan
6) Pembimbing
harus selalu menyadari akan tanggung jawabnya yang berat yang memerlukan
pengabdian penuh.
Di samping rumusan tersebut, rumusan
kode etik bimbingan dan konseling yang dirumuskan oleh Ikatan Petugas Bimbingan
Indonesia (Sutjipto, 1994) sebagai berikut:
a. Pembimbing/konselor
menghormati harkat pribadi, integritas, keyakinan klien.
b. Pembimbing/konselor
menempatkan kepentingan klien di atas kepentingan pribadi pembimbing/konselor
sendiri.
c. Pembimbing/konselor
tidak membedakan klien atas dasar suku bangsa, warna kulit, kepercayaan, atau
status sosial ekonominya.
d. Pembimbing/konselor dapat menguasai dirinya
dalam arti kata berusaha untuk mengerti kekurangan-kekurangannya dan
prasangka-prasangka yang ada pada dirinya yang dapat mengakibatkan rendahnya
mutu layanan yang akan diberikan serta merugikan klien.
e. Pembimbing/konselor
mempunyai serta memperlihatkan sifat-sifat rendah hati, sederhana, sabar,
tertib, dan percaya pada paham hidup sehat.
f. Pembimbing/konselor
terbuka terhadap saran atau pandangan yang diberikan padanya, dalam hubungannya
dengan ketentuan-ketentuan tingkah laku professional sebagaimana dikemukakan
dalam kode etik bimbingan dan konseling.
g. Pembimbing/konselor
memiliki sikap tanggung jawab baik terhadap lembaga dan orang-orang yang
dilayani, maupun terhadap profesinya.
h. Pembimbing/konselor
mengusahakan mutu kerjanya setinggi mungkin. Dalam hal ini dia perlu menguasai
keterampilan dan menggunakan teknik-teknik dan prosedur-prosedur khusus yang
dikembangkan atas dasar ilmiah.
i. Pembimbing/konselor
menguasai pengetahuan dasar yang memadai tentang hakikat dan tingkah laku
orang, serta tentang teknik dan prosedur layanan bimbingan guna dapat
memberikan layanan dengan sebaik-baiknya.
j. Seluruh
catatan tentang diri klien merupakan informasi yang bersifat rahasia, dan
pembimbing menjaga kerahasiaan ini. Data ini hanya dapat disampaikan kepada
orang yang berwenang menafsirkan dan menggunakannya, dan hanya diberikan atas
dasar persetujuan klien.
k. Sesuatu
tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang menggunakannya dan
menafsirkan hasilnya.
l. Testing
psikologi baru boleh diberikan dalam penanganan kasus dan keperluan lain yang
membutuhkan data tentang sifat atau diri kepribadian seperti taraf intelegensi,
minat, bakat, dan kecenderungan-kecenderungan dalam diri pribadi seseorang.
m. Data
hasil tes psikologis harus diintegrasikan dengan informasi lainnya yang
diperoleh dari sumber lain, serta harus diperlakukan setaraf dengan informasi
lainnya itu.
n. Konselor
memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan digunakannya tes
psikologis dan apa hubungannya dengan masalah yang dihadapi klien.
o. Hasil
tes psikologis harus diberitahukan kepada klien dengan disertai alas an-alasan
tentang kegiatannya dan hasil tersebut dapat diberitahukan kepada pihak lain,
sejauh pihak yang diberitahu itu ada hubungannya dengan usaha bantuan pada
klien dan tidak merugikan klien.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Adapun yang dapat kami simpulkan dari
makalah ini yakni sebagai berikut :
a.
Bimbingan dan konseling ini memiliki beberapa
landasan yakni landasan legalistic, landasan filosofis, landasan religious,
landasan psikologis, dan landasan social budaya
b.
Hakekat dari bimbingan dan konseling meliputi
pengertian dari bimbingan dan konseling, tujuan bimbingan, dan fungsi bimbingan
dan konseling.
c.
Bimbingan dan konseling adalah suatu kegiatan
bantuan dan tuntunan yang diberikan kepada individu pada umumnya dan siswa pada
khususnya di sekolah.
d.
Tujuan bimbingan adalah untuk membantu
individu dalam mencapai: (a) kebahgiaan hidup pribadi, (b) kehidupan yang
produktif dan efektif dalam masyarakat, (c) hidup bersama-sama dengan
inidvidu-individu lain, dan (d) harmoni antara cita-cita individu dengan
kemampuan yang dimilikinya
e.
Fungsi bimbingan dan konseling meliputi fungsi
pemahaman, fungsi preventif, fungsi pengembangan, fungsi penyembuhan, fungsi
penyaluran, fungsi adaptasi, fungsi penyesuaian, fungsi perbaikan, fungsi
fasilitasi, fungsi pemeliharaan
B.
Saran
a. Sebagai
pendidik harus mampu memberikan membantu individu dalam mencapai kebahgiaan
hidup pribadi, kehidupan yang produktif dan efektif dalam masyarakat, hidup
bersama-sama dengan inidvidu-individu lain, dan harmoni antara cita-cita
individu dengan kemampuan yang dimilikinya.
b. Sebagai
pendidik bimbingan dan konseling juga harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan
kode etik bimbingan dan konseling.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar