I.
Dasar Teori
Ovulasi
adalah suatu proses terlepasnya sel telur (ovum) dari ovarium sebagai akibat
pecahnya folikel yang telah masak. Mekanisme terjadinya ovulasi dipengaruhi
oleh hormonal, neural, dan perioditas cahaya. Ovulasi pada katak terjadi
setelah oosit melepaskan p-olaar bodi pertama, dinding teka externa dan folikel
sel dari folikel pecah. Folikel mengalami pertumbuhan karena pengaruh hormon
FSH yang dihasilkan oleh kelenjar hipofisa anterior, maka sel-sel folikel mampu
menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Kedua hormon ini dalam jumlah
yang kecil memberi dorongan ke kelenjar hipofisa anterior untuk menghasilkan
hormon LH (Luteinizing Hormone). Hormon LH memegang peranan penting dalam
menggertak terjadinya ovulasi (Adnan, 2008).
Pada
hari-hari terakhir sebelum ovulasi, folikel Graaf bertambah besar dengan cepat
dibawah pengaruh FSH dan LH, dan membesar hingga mencapai garis tengah 15 mm.
bertepatan dengan perkembangan terakhir folikel Graaf, oosit primer, dimana
pada saat itu masih dalam tahap diktioten melanjutkan dan mengakhiri pembelahan
mitosis pertamanya. Sementara itu permukaan ovarium menonjol setempat tanpa
pembuluh darah dan disebut stigma. Sebagai akibat kelemahan setempat dan
degenerasi dari permukaan ovarium, cairan folikel merembes keluar melalui
stigma yang berangsur-angsur membuka. Bila cairan yang keluar semakin banyak,
tekanan di dalam folikel semakin berkurang dan oosit bersama sel cumulus
oofurus yang mengelilinginya terlepas dan hanyut meninggalkan ovarium. Beberapa
diantara sel-sel cumulus oofurus tersebut kemudian menyusun diri di sekeliling
zona pellusida dan membentuk corona radiata. Pada saat oosit dengan cumulus
oofurusnya dikeluarkan dari ovarium (ovulasi), pembelahan miosis pertama
berakhir dan oosit sekunder memulai pembelahan miosis II (Adnan, 2008).
Kebanyakan
hewan berovarium masif (buta), hanya bebrapa jenis yang berongga atau masif
namun ovum yang keluar selalu lewat suatu letusan pada permukaan ovarium. Bukan
lewat saluran, pada mamalia terdapat ovulasi itu sering dapat ditandai sengan
adanya bintikmerah karena terjadinya pendarahan kecil di tempat itu. Proses
ovulasi diawali dengan timbul tonjolan atau benhkak di kulit ovarium, lalu
meletus dan keluarlah ovum yang biasanya masih diselimuti oleh sel-sel folikel.
Pada bebrapa vertebrata rendah contohnya pisces atau amphibia sel-sel folikel
itu tidak terbawa ovum (Ville, 1984).
Sejak
berkembangnya penggunaan mikroskop elektron dalam Histologi, diketahuilah, bahwa
hifofisa tidaklah lagi pantas menyandang anugrah gelar ‘‘Raja Segala Kelenjar’’
itu. Tapi dapat dialihkan kepada hypothalamus saja, secara umum otak sendirilah
yang menjadi Raja segala Kelenjar atau Raja segala alat. Hypothalamus, atau
sekurang-kurangnya lewat dialah, kontrol pengetahuan hormon-hormon oleh
hipofisa. Dari hypothalamus ini ada hubungan dan transport zat yang merangsang
pengetahuan hormon ke tiap lobi hipofisa (Yatim,1999).
Kelenjar
pituitari ini mempunyai dua asal. Suatu pertumbuhan dorsal (Kantung Rathke) dan
langit-langit mulut tumbuh ke atas mengelilingi suatu evaginasi ventral
hipotalamus (infundibulum). Kedua bagian tersebut berasal dari ektoderm.
Kantung Rathke segera kehilangan hubungan dengan mulut, tetapi hubungan dengan
otak tetap ada (tangkai infundibular). Hipofisis mempunyai tiga lobus : Lobus
anterior (depan) dan intermediet (tengah) yang bersal dari kantung rathke dan
lobus poterior (belakang) yang berasal dari infundibulum. Lobus anterior tidak
mempunyai serabut saraf dan dirangsang untuk melepaskan hormonnya oleh
faktor-faktor hormonal melalui pembuluh darah. Lobus anteior menerima pengisian
darah ganda yaitu daerah arteri dan portal (Ville, 1984).
Pada
katak dewasa bagian anterior glandulae pituitaria menghasilkan hormon yang
merangsang gonad untuk menghasilkan sel kelamin. Jika mengadakan implantsi
kelenjar ini dengan sukses pada seekor katak dewasa dalam keadaaan berkembang
biak, maka mulai saat itu segera terjadi perubahan. Implantasi pada hewan
betina menghasilkan ovum yang telah masak. Implantasi pada hewan jantan
mengakibatkan hewan itu menghasilkan sperma (Jasin, 1992).
Telur
kodok bersifat telolesital artinya, mengandung cukup banyak kunir yang
terkosentrasi pada salah satu kutub yang berlawanan dengan rotasi sitoplsma dan letak
inti sel. Pada waktu ovulasi, ovum dikeluarkan dari ovarium dan disertai
pendarahan (hemorragi), tetapi dirangsang oleh hormon hipofisis. Kwlompok
kromosom telofase paling luar diapit oleh sitoplasma tampa membentuk badan
polar I )polar body I). Ovum
dapat mencapai ostium dan oviduk, karena digerakkan oleh silia lapisan peritonium (Syahrum, 1994).
II. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari pelaksanaan praktikum ini yaitu untuk memperoleh
telur dan proses pembuahan pada saat yang diinginkan dalam jumlah yang banyak
III.
Metode Praktikum
A.
Waktu dan Tempat
Hari/tanggal : Rabu/ 17 Desember 2014
Waktu : Pukul
07.30-09.00 WITA
Tempat : Laboratorium biologi lantai III sebelah Barat
B.
Alat dan Bahan
1.
Alat
a.
Papan seksi
b.
Alat seksi
c.
Alat centrifuge
d.
Cawan Petri
e.
Alat suntik
f.
Botol pembius
g.
Pipet tetes
2.
Bahan
a.
Katak (Rana
cancarivora) jantan dan betina sebagai objek pengamatan pengambilan kelenjar
pituitary.
b.
Aquades.
c.
Kapas.
d.
Kertas kuarto.
e.
Alkohol 70%
f.
Kloroform
C.
Prosedur Kerja
1.
Mengangkat kelenjar pituitary
a.
Memasukkan gunting di
sudut rahang katak jantan,
memotong di belakang mata secara posteromedial, kemudian melewati kepala hingga
daerah oksipital dan akhirnya ke rahang yang lain sehingga mengangkat kepala.
b.
Membalikkan
tengkoraknya dan mencari bentangan yang luas yang dibentuk oleh tulang-tulang
di dasar kranium. Kelenjar pituitari terletak tepat di belakang optik kiasma.
c.
Memasukkan gunting yang
tajam ke dalam rongga otak, dan memotong tulang ke arah anterior melalui dasar
kranium, menghindari luka pada jaringan otak. Dengan menggunakan pinset kecil,
membalik dasar kranium dan mencari kelenjar pituitari berwarna orange dan
berbentuk seperti ginjal.
d.
Menempatkan kelenjar
pituitari dalam cawan petri yang berisi air aquades 2 cc, dan melakukan injeksi
beberapa menit kemudian.
2.
Penyuntikan
a.
Memegang katak betina
secara kuat-kuat pada kakinya, melakukan injeksi pada rongga posteriolateral.
Menghindari luka pada vena kulit, vena abdomen ventral dan rongga vital
lainnya.
b.
Betina yang sudah
diinjeksi, kemudian ditempatkan dalam bejana plastik yang berisi air pada
kedalaman satu inci.
3.
Stripping
a.
Mengambil katak betina
yang telah disimpan selama 24 jam, kemudian melakukan pemijatan stripping
dengan pelan-pelan, dan membengkokkan kearah depan pelvis. Kemudian dilakukan
penekanan dari depan ke belakang perut.
IV. Hasil dan Pembahasan
A. Hasil
Praktikum
Proses
induksi pada katak betina
Gambar
Pengamatan
|
keterangan
|
Pengamatan katak
pada saat dibius
|
Gambar Pengamatan
|
keterangan
|
Pengamatan pembedahan pada katak jantan
|
Gambar Pengamatan
|
keterangan
|
Pengamatan pembedahan katak jantan pada bagian kepala untuk mengambil
kelenjar pituitari
|
Gambar Pengamatan
|
keterangan
|
Pengamatan pengangkatan kelenjar pituitari.
|
Gambar Pengamatan
|
keterangan
|
Meletakkan
kelenjar pituitari di atas cawan petri
|
Gambar Pengamatan
|
keterangan
|
Menghaluskan kelenjar pituitari
dengan aqudes pada
centrifuge
|
Gambar Pengamatan
|
keterangan
|
Menyuntikan kelenjar
pituitari yang telah dihaluskan
ke tubuh katak betina dibagian
rongga pritoneal
|
B. Pembahasan
Pada
praktikum ini kami akan mengamati induksi ovulasi pada katak yang dilakukan
dengan 3 tahap, yaitu :
1.
Tahap yang pertama
adalah pengangkatan kelenjar pituatari. Pada pengamatan kelenjar pituatari
dimana kelenjar tersebut berwarna putih, dengan bentuk seperti ginjal dan
ukurannya sangat kecil. Kelenjar tersebut dibawah kranium, yang kemudian digerus
dengan melakukan penambahan aquades agar mudah larut, kemudian dimasukkan dalam
centrifuge, kemudian akan tampak kedua lapisan tersebut dipisahkan dari
endapannya yang terdapat di dasar tabung dan tidak digunakan lagi, sedangkan
cairan bening terdapat pada lapisan pertama diambil kemudian diinjeksikan pada
katak betina. Kelenjar hipofisa terletak tepat di belakang optik kiasma,
berwarna putih kekuningan dan berbentuk seperti ginjal. Mekanisme terjadinya
ovulasi dipengaruhi oleh hormonal, neural, dan periodisitas cahaya. Ovulasi
pada katak terjadi setelah oosit melepaskan polar bodi pertama, dinding theka
eksterna dan folikel sel dari folikel pecah. Folikel mengalami pertumbuhan
karena pengaruh hormon FSH (Folicle Stimulating Hormone) yang dihasilkan oleh
kelenjar hipofisa anterior, maka sel-sel folikel mampu menghasilkan hormon estrogen dan
progesteron.
2.
Tahap yang berikutnya
adalah tahap penyuntikan dimana pada bagian abdomen dari katak betina di
suntikkan cairan kelenjar pituatari yang telah dimasukkan ke dalam centrifuge,
kemudian katak tersebut dibiarkan di ember yang telah diisi dengan air,
kemudian katak tersebut dibiarkan selama 24 jam, setelah itu barulah kita
melangkah pada tahap berikutnya yaitu stripping.
3.
Pada tahap stripping
dimana setelah dilakukan tidak terdapat telur-telur yang siap untuk dibuahi,
hal ini menunjukkan bahwa percobaan yang kami lakukan temasuk gagal. Ada
beberapa faktor yang memungkinkan terjadinya
kegagalan dalam praktikum ini, adalah sebagai berikut :
a. Potensi
kerja dari ekstrak atau suspensi hipofisis menjadi menurun akibat lamanya
suspensi tersebut berada di lingkungan terbuka.
b. Ada
kemungkinan bahwa ketika melakukan injeksi pada kodok betina, hanya sampai pada
daerah bawah kulit dan tidak sampai menembus otot.
c. Adanya
pengaruh suhu terhadap aktifitas hormon.
d. Kemungkinan
yang injeksikan pada kodok terlalu sedikit, sehingga cairan tersebut tidak
dapat merangsang terjadinya ovulasi kodok.
e. Kurang
sterilnya alat-alat bedah ataupun ketika membuat suspensi, sehingga kelenjar
hipofisis menjadi tercemar mengakibatkan hormon FSH dan LH terhambat dalam
bekerja.
f. Kemungkinan
terjadinya pendarahan otak pada saat pengangkatan kelenjar pituitari sehingga
potensi kerja hormonal menurun.
g. Bisa
juga dikarenakan rentang waktu antara penyuntikan dan stripping kurang dari 24
jam.
Adapun faktor-faktor yang menyebabkan
kegagalan dalam praktikum Induksi Ovulasi Katak adalah sebagai berikut:
1.
Katak yang digunakan
dalam praktikum belum dewasa.
2.
Cairan suspensi atau
ekstrak yang dibuat kurang baik, sehingga tidak memberikan reaksi setelah
striping.
3.
Adanya pengaruh suhu
terhadap hormone.
4.
Daerah yang disuntik
atau diinjeksi kemungkinan hanya sampai pada daerah bawah kulit dan tidak
sampai menembus otot.
5.
Terjadi luka pda bagian
abdomen katak sehingga tidak terjasi dorongan untuk mengeluarkan telur.
6.
Kemungkinan terjadi
pendarahan pada otak pada saat pengankutan kelenjar pituitary sehingga potensi
kerja hormonal menurun.
V.
Kesimpulan dan Saran
A. Kesimpulan
Dari
hasil pengamatan dapat ditarik kesimpulan bahwa kelenjar pituitari menghasilkan
hormon yang dapat merangsang gonad untuk menghasilkan sel kelamin dan faktor
yang menyebabkan kegagalan dalam memperoleh telur serta pembuahan, diantaranya
adalah, pengaruh suhu, sasaran pada saat diinjeksi tidak tepat, dan kurang
sterilnya alat yang digunakan.
B. Saran
Adapun
saran saya setelah mengikuti praktikum ini adalah :
1.
Diharapkan kedepannya kepada praktikan agar
lebih tertib dalam menjalankan praktikum.
2.
Diharapkan agar alat dan bahan yang
digunakan dalam laboratorium dalam keadaan yang baik agar pengamatan yang
dilakukan mendapatkan hasil yang maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Adnan, 2008. Perkembangan Hewan. Makassar: Jurusan
Biologi FMIPA UNM.
Jasin, Maskoeri.
1992. Zoologi Vertebrata. Suarabaya:
Sinar Wijaya.
Syahrum, Mohamad
Hatta, dkk. 1994. Reproduksi dan
Embriologi. Jakarta: Fakultas
Kedokteran
Universitas Indonesia.
Ville, Walker, dkk.
1984. Zoology Umum Edisi Keenam Jilid
1. Jakarta: Erlangga.
by hasriana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar